SEJARAH Garut sebagai penghasil jeruk akan berakhir. Lebih dari
3 juta batang jeruk harus dimusnahkan sebagai satu-satunya jalan
menghindari serangan hama. Tapi petani banyak tak setuju, sebab
sulit dicari tanaman yang hasilnya sebaik jeruk.
Hama ganas yang bernama Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD)
sebenarnya sejak beberapa tahun lampau sudah mulai menyerang
tanaman jeruk di daerah ini. Karena itu pada 1969 di Kecamatan
Karangpawitan dan Wanaraja, dua wilayah penghasil jeruk paling
banyak di daerah ini, pernah dilakukan pembakaran besar-besaran
terhadap kebun jeruk yang telah diserang hama. Penanaman kembali
dilakukan 1973.
Tapi serangan hama dalam beberapa tahun terakhir ini rupanya
sudah dianggap luar biasa. Sehingga Guru Besar Fak. Pertanian
Unpad, penemu penyakit tanaman itu, Prof. Dr. Ir. Soelaiman
Tirtawidjaja, menyarankan agar tanaman yang ada sekarang
dimusnahkan seluruhnya. "Selama masih ada pohon jeruk yang
terserang hama, walaupun hanya satu batang, hama itu tidak akan
lenyap," kata Soelaiman.
Penyakit ini tersebar melalui serangga maupun pencangkokan.
Tanaman yang terkena akan memperlihatkan tanda-tanda berdaun
kaku, mengeras, lalu melengkung kemudian kekuning-kuningan. Dan
yang lebih penting, buahnya hanya sebesar kelereng. Pohonnya
akan mati setelah 7 tahun terkena penyakit.
Penyakit ini, diketahui juga telah menyerang kebun-kebun jeruk
di Cilacap, Malang, Surabaya, Lampung, Kal-Bar, hingga Sum-Bar
dan Riau.
Jeruk Garut sendiri sebenarnya sudah lama musnah di daerah
asalnya. Jenis, yang di Garut disebut jeruk paseh, sudah lama
ditinggalkan petani karena sangat mudah diserang hama dan baru
berbuah setelah berusia 5 tahun. Yang ada sekarang adalah jeruk
Siam, yang dalam usia 2 atau 3 tahun sudah mulai berbuah.
Pepaya
Dengan masa produksi lebih dari 10 tahun, jeruk jenis Siam yang
berusia 6 hinga 7 tahun dapat menghasilkan buah rata-rata 50 kg
setiap pohon. Menurut Kepala Seksi Hortikultura Diperta Ja-Bar,
di provinsi ini terdapat sekitar 12,5 juta pohon jeruk, termasuk
bibit-bibit baru. Tapi dari jumlah itu, hampir separuhnya telah
digerogoti penyakit. Keadaan serupa itu juga dialami lebih dari
3 juta batang jeruk di Kabupaten Garut.
Petani jeruk di daerah ini sesungguhnya sudah lama menyadari
penyakit yang mengancam tanaman mereka. "Tapi mereka belum
menemukan tanaman pengganti yang hasilnya sebaik jeruk," tutur
Ketua HKTI Garut, Eddy Achmad Kartawidjaja. Sebab memiliki
tanaman jeruk sama artinya dengan mempunyai sumber penghidupan
yang lumayan. Akri, petani jeruk di Desa Sadang, Kec. wanaraja,
semula adalah saisdelman. Dengan menyewa tanah seluas 1 ha, ia
kini memiliki 400 pohon jeruk yang telah berusia 5 tahun.
Setiap panen, Akri memetik 35 ton buah jeruk. Dengan harga jual
paling rendah Rp 500 per-kg, sekali panen berarti ia mengantungi
uang hampir Rp 20 juta. Dan karena hampir tak ada masa paceklik
buah jeruk, setiap minggu Akri memborongkan hasil kebunnya
kepada para tengkulak jeruk yang selalu berkeliaran di desa-desa
sana. Karena itu petani ini tak setuju kebunnya dimusnahkan,
meskipun 10% di antara tanamannya telah dimakan hama.
Petani yang lain, Anno Syam, juga berpendapat begitu. Meskipun
dari 6.000 pohon miliknya hanya menghasilkan 6 ton buah, ia
menolak memusnahkan tanamannya. "Kalau ada alternatif tanaman
lain yang bisa menguntungkan seperti jeruk, saya setuju semua
pohon jeruk ini dibongkar," kata Anno. Sebab, tambahnya, dalam
keadaan sakit pun, jeruk masih jauh lebih menguntungkan
dibanding tanaman kacang atau padi.
Selain melalui instruksi Bupati Garut, pemusnahan tanaman jeruk
sebenarnya merupakan hasil musyawarah antara para petani, HKTI
dan pihak Pemda Garut pada Desember 1980. Tapi hasil musyawarah
maupun instruksi itu tak terlaksana, antara lain karena para
petani menolak menanam pepaya, sebagai pengganti jeruk yang
disodorkan pihak Pemda. Lebih-lebih lagi sampai sekarang tak ada
petani yang ditindak karena tak mau mengganti tanaman jeruknya.
Tanpa jeruk, tanaman lain agaknya tak banyak berarti bagi Garut.
Sebab dari sekitar 3 juta pohon, bila dalam keadaan sehat, akan
memasukkan puluhan milyar rupiah ke kantung para petani --
dibanding APBD Kabupaten Garut yang tahun ini Rp 2,9 milyar.
Namun rupanya pihak Pemda sudah bertekad bulat, paling tidak
untuk jangka waktu tertentu, mengharamkan tanaman jeruk. Karena
itu, sebagai gantinya, di beberapa wilayah mulai diperkenalkan
tanaman vanili yang dianggap akan lebih menguntungkan dibanding
jeruk -- meski belum populer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini