Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Garut tanpa jeruk

Untuk menghindari serangan hama tanaman jeruk, diintruksikan semua tanaman jeruk di garut harus dimusnahkan, banyak petani yang menolak. sebagai gantinya diperkenalkan tanaman vanili.(dh)

6 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJARAH Garut sebagai penghasil jeruk akan berakhir. Lebih dari 3 juta batang jeruk harus dimusnahkan sebagai satu-satunya jalan menghindari serangan hama. Tapi petani banyak tak setuju, sebab sulit dicari tanaman yang hasilnya sebaik jeruk. Hama ganas yang bernama Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) sebenarnya sejak beberapa tahun lampau sudah mulai menyerang tanaman jeruk di daerah ini. Karena itu pada 1969 di Kecamatan Karangpawitan dan Wanaraja, dua wilayah penghasil jeruk paling banyak di daerah ini, pernah dilakukan pembakaran besar-besaran terhadap kebun jeruk yang telah diserang hama. Penanaman kembali dilakukan 1973. Tapi serangan hama dalam beberapa tahun terakhir ini rupanya sudah dianggap luar biasa. Sehingga Guru Besar Fak. Pertanian Unpad, penemu penyakit tanaman itu, Prof. Dr. Ir. Soelaiman Tirtawidjaja, menyarankan agar tanaman yang ada sekarang dimusnahkan seluruhnya. "Selama masih ada pohon jeruk yang terserang hama, walaupun hanya satu batang, hama itu tidak akan lenyap," kata Soelaiman. Penyakit ini tersebar melalui serangga maupun pencangkokan. Tanaman yang terkena akan memperlihatkan tanda-tanda berdaun kaku, mengeras, lalu melengkung kemudian kekuning-kuningan. Dan yang lebih penting, buahnya hanya sebesar kelereng. Pohonnya akan mati setelah 7 tahun terkena penyakit. Penyakit ini, diketahui juga telah menyerang kebun-kebun jeruk di Cilacap, Malang, Surabaya, Lampung, Kal-Bar, hingga Sum-Bar dan Riau. Jeruk Garut sendiri sebenarnya sudah lama musnah di daerah asalnya. Jenis, yang di Garut disebut jeruk paseh, sudah lama ditinggalkan petani karena sangat mudah diserang hama dan baru berbuah setelah berusia 5 tahun. Yang ada sekarang adalah jeruk Siam, yang dalam usia 2 atau 3 tahun sudah mulai berbuah. Pepaya Dengan masa produksi lebih dari 10 tahun, jeruk jenis Siam yang berusia 6 hinga 7 tahun dapat menghasilkan buah rata-rata 50 kg setiap pohon. Menurut Kepala Seksi Hortikultura Diperta Ja-Bar, di provinsi ini terdapat sekitar 12,5 juta pohon jeruk, termasuk bibit-bibit baru. Tapi dari jumlah itu, hampir separuhnya telah digerogoti penyakit. Keadaan serupa itu juga dialami lebih dari 3 juta batang jeruk di Kabupaten Garut. Petani jeruk di daerah ini sesungguhnya sudah lama menyadari penyakit yang mengancam tanaman mereka. "Tapi mereka belum menemukan tanaman pengganti yang hasilnya sebaik jeruk," tutur Ketua HKTI Garut, Eddy Achmad Kartawidjaja. Sebab memiliki tanaman jeruk sama artinya dengan mempunyai sumber penghidupan yang lumayan. Akri, petani jeruk di Desa Sadang, Kec. wanaraja, semula adalah saisdelman. Dengan menyewa tanah seluas 1 ha, ia kini memiliki 400 pohon jeruk yang telah berusia 5 tahun. Setiap panen, Akri memetik 35 ton buah jeruk. Dengan harga jual paling rendah Rp 500 per-kg, sekali panen berarti ia mengantungi uang hampir Rp 20 juta. Dan karena hampir tak ada masa paceklik buah jeruk, setiap minggu Akri memborongkan hasil kebunnya kepada para tengkulak jeruk yang selalu berkeliaran di desa-desa sana. Karena itu petani ini tak setuju kebunnya dimusnahkan, meskipun 10% di antara tanamannya telah dimakan hama. Petani yang lain, Anno Syam, juga berpendapat begitu. Meskipun dari 6.000 pohon miliknya hanya menghasilkan 6 ton buah, ia menolak memusnahkan tanamannya. "Kalau ada alternatif tanaman lain yang bisa menguntungkan seperti jeruk, saya setuju semua pohon jeruk ini dibongkar," kata Anno. Sebab, tambahnya, dalam keadaan sakit pun, jeruk masih jauh lebih menguntungkan dibanding tanaman kacang atau padi. Selain melalui instruksi Bupati Garut, pemusnahan tanaman jeruk sebenarnya merupakan hasil musyawarah antara para petani, HKTI dan pihak Pemda Garut pada Desember 1980. Tapi hasil musyawarah maupun instruksi itu tak terlaksana, antara lain karena para petani menolak menanam pepaya, sebagai pengganti jeruk yang disodorkan pihak Pemda. Lebih-lebih lagi sampai sekarang tak ada petani yang ditindak karena tak mau mengganti tanaman jeruknya. Tanpa jeruk, tanaman lain agaknya tak banyak berarti bagi Garut. Sebab dari sekitar 3 juta pohon, bila dalam keadaan sehat, akan memasukkan puluhan milyar rupiah ke kantung para petani -- dibanding APBD Kabupaten Garut yang tahun ini Rp 2,9 milyar. Namun rupanya pihak Pemda sudah bertekad bulat, paling tidak untuk jangka waktu tertentu, mengharamkan tanaman jeruk. Karena itu, sebagai gantinya, di beberapa wilayah mulai diperkenalkan tanaman vanili yang dianggap akan lebih menguntungkan dibanding jeruk -- meski belum populer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus