Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Marak Kasus Penyiksaan Hewan, Ini Jerat Hukum Bagi Pelakunya

Video penyiksaan hewan tidak henti dijumpai di media sosial belakangan ini. Adakah hukuman bagi pelakunya?

2 Juli 2023 | 10.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi anjing mati. Sumber: Unsplash/asiaone.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai kasus penyiksaan hewan ditemukan di berbagai unggahan media sosial belakangan ini, yang dilakukan sejumlah oknum keji di Indonesia. Yang masih hangat, publik sempat menemukan unggahan orang menyeret anjing dengan motor yang melaju. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apakah pelakunya bisa diseret pula dengan sanksi hukum? Menurut Undang-undang, adakah hukuman yang berlaku bagi penganiaya binatang? 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indonesia Ladang Konten Penyiksaan Hewan

Melansir dari Australian Broadcasting Corporation (ABC), terdapat ribuan konten kekerasan binatang berasal dari Indonesia. Kasus penyiksaan hewan yang kerap dijumpai di media sosial adalah bagian dari banyaknya hewan di Indonesia yang penderitaannya disaksikan banyak pengguna media sosial dari seluruh dunia.

Pada Agustus 2021 lalu, Koalisi Kekerasan Terhadap Binatang di Media Sosial (SMACC) menemukan ada 5.480 konten kekerasan binatang di Youtube, Facebook atau TikTok selama setahun terakhir.

Sebanyak 2.232 video tidak memuat informasi dari negara mana video tersebut diunggah, namun 1.626 di antaranya berasal dari Indonesia. Namun SMACC menekankan "lokasi" yang dicantumkan pemilik akun seringkali tidak sesuai kenyataan.

"Secara proporsi, konten dari Indonesia memang lebih banyak dalam pengumpulan data kami ... tapi seperti yang bisa dibayangkan, 'sumur' konten kekerasan binatang istilahnya 'dalam sekali' dan bersumber dari seluruh dunia," kata juru bicara SMACC.

"SMACC tidak mengatakan Indonesia adalah negara penghasil konten kekerasan binatang terbanyak di dunia. Tapi kami hanya menyatakan bahwa berdasarkan data kami, konten yang terkait dengan Indonesia lebih banyak dibandingkan negara lain." tambahnya. 

Kepala Bidang Kampanye World Animal Protection, Ben Pearson, yang juga berpartisipasi dalam laporan tersebut, juga menambahkan perspektifnya. "Hal ini menunjukkan bahwa pembuat konten di Indonesia meraih keuntungan dari melakukan tindak kekerasan" kata Ben.

SMACC menyebutkan pengertian kekerasan terhadap binatang adalah rangkaian tindakan manusia, baik sengaja atau tidak, yang menyakiti dan berdampak secara langsung atau jangka panjang, fisik, emosi, atau psikologis kepada binatang.

Tindakan yang tercatat dalam kategori ini antara lain penguburan binatang, penyiksaan peliharaan, membakar hewan, dan video penyelamatan palsu, yang tersebar bebas di media sosial.

Ben mengatakan konten kekerasan terhadap monyet jenis makaka ekor panjang adalah yang paling "merajalela" di Indonesia.

Hukuman Pelaku Penyiksaan Binatang

Menurut Undang-Undang nomor 18/2009 Pasal 66 (2) huruf c, penganiayaan adalah tindakan memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memperlakukan hewan di luar batas kemampuan biologis dan fisiologis hewan, misalnya penggelonggongan sapi, seperti tertulis dalam sippn.menpan.go.id.

Melalui Pasal 302 dan 540 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Indonesia menjamin kesejahteraan hewan dengan adanya hukuman bagi oknum penganiaya hewan.

Pada Pasal 302 mengatur bahwa seseorang yang melakukan penganiayaan kepada hewan (baik ringan maupun berat) dapat dipidana maksimal 9 bulan dan denda maksimal Rp 400 ribu rupiah. 

Penganiayaan ringan dalam pasal tersebut adalah tindakan yang dengan sengaja dilakukan untuk menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya. Penganiayaan berat adalah jika tindakan mengakibatkan hewan sakit lebih dari seminggu, cacat, menderita luka berat, atau mati. 

Adapun Pasal 540 mengatur bahwa seseorang dapat dipidana paling lama 14 hari dengan denda maksimal Rp 200 ribu jika menggunakan hewan untuk bekerja di luar kemampuannya; menggunakan hewan untuk pekerjaan dengan cara yang menyakitkan hewan; menggunakan hewan yang cacat atau hamil maupun menyusui atau kudisan atau luka untuk pekerjaan; mengangkut atau menyuruh hewan tanpa diberi makan atau minuman.

Selain itu, bila merujuk Indonesia Judical Research Society, salah satu pasal dalam Undang-Undang (UU) No. 18 tahun 2009 dan UU No. 41 tahun 2014 juga mengatur perihal kesejahteraan hewan ternak.

Pada UU tersebut, ditekankan bahwa pemerintah (baik pusat maupun daerah) memiliki bagian dalam menjamin perlindungan hewan. Hukuman yang dapat dijatuhkan adalah pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 3 bulan serta denda paling sedikit Rp 1 juta rupiah dan paling banyak Rp 3 juta.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 95 tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan juga menjamin kesejahteraan hewan dengan menerapkan prinsip kebebasan hewan. Kebebasan ini adalah bebas dari rasa lapar dan haus; bebas dari rasa sakit, cidera dan luka; bebas dari ketidaknyamanan, penganiayaan dan penyalahgunaan; dan bebas untuk mengepresikan perilaku alaminya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus