Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lima bulan sudah jasad Teungku Fauzi Hasbi Geudongterkubur di Medan, Sumatera Utara. Namun pembunuhan bekas tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini masih tetap menyisakan sejumlah pertanyaan. Bahkan, ketika para pembunuhnya mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Ambon pun, masih banyak sisi gelap yang belum terungkap, di antaranya siapa yang memerintahkan pembunuhan atas Fauzi yang belakangan dikenal dekat dengan kalangan militer ini dan juga alasan pembunuhannya.
Tiga terdakwa yang disidangkan mulai Selasa pekan lalu itu adalah Zulkarnaen Karnudu alias Ganes, 27 tahun, Supranoto Bahari alias Bahar, 23 tahun, dan Asri Heni Pranoto, 35 tahun. Ketiganya oleh Jaksa Oktavianus Akerina dituduh ikut serta dalam pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati. Pengacara ketiga terdakwa, Ali Tukan, menolak dakwaan tersebut. "Mereka tahu ada pembunuhan itu setelah ditangkap polisi," katanya. Terdakwa utama dalam kasus ini adalah M. Syachdu Hermanto alias Yanto. Berkas perkara salah seorang pentolan pasukan Mujahidin Maluku ini masih di kejaksaan.
Abu Jihad, begitu Teungku Fauzi biasa dipanggil, dan dua rekannya, Achmad Saridup dan Edy Saputra, hilang sejak akhir Februari 2003. Mayat ketiganya baru ditemukan tiga bulan kemudian di kaki Gunung Kayu Dua, Desa Batu Merah, Sirimau, Ambon. Ketiga korban dieksekusi dari jarak dekat. Dalam dakwaannya, Jaksa menyatakan pembunuhan itu berawal dari bisnis cengkeh dan buah pala. Abu jihad dan dua kawannya datang ke Ambon bermaksud bertemu dengan Kopral Jawali Laitupa, anggota Kodam XVI/Pattimura. Mereka hendak menjalin bisnis cengkeh dan pala.
Namun, sesampai di Ambon, Fauzi gagal bertemu dengan Jawali karena dia sedang menunaikan ibadah haji. Lewat telepon internasional, Jawali meminta Edy Saputra menemui Yanto. Mereka kemudian bertemu di Hotel Nisma, Ambon. Tapi yang terjadi, bukannya membicarakan bisnis cengkeh dan pala, Yanto dan kawan-kawan malah bertengkar dengan Abu Jihad. Setelah itu, Fauzi dan kawan-kawan hilang. Kontak terakhir keluarga dengan Fauzi diketahui terjadi pada 23 Februari 2003. "Kami bisa menelepon Abu lagi pada 28 Februari, tapi yang menjawab orang lain," kata Lamkaruna Putra, anak Fauzi.
Dari telepon inilah diketahui bahwa hilangnya Fauzi lantaran diculik. Para penculik ini menuntut uang tebusan Rp 25 juta. Keluarga Fauzi kemudian mentransfer Rp 1 juta kepada para penculik. Selain itu, kerabat dan teman-teman Abu Jihad sempat mengirim Rp 47,5 juta untuk menebus Fauzi dan kawan-kawan. Tapi Fauzi dan dua rekannya tetap menghilang dan akhirnya ditemukan sudah menjadi mayat tiga bulan kemudian.
Berdasarkan penelusuran polisi, Yantolah yang diketahui terakhir bertemu dengan Fauzi. Yanto kemudian diciduk polisi dan menyusul kemudian ketiga terdakwa. Di depan polisi, Yanto mengakui membunuh Abu Jihad dan dua rekannya karena mereka dianggap mengkhianati perjuangan GAM. Kabarnya, Yanto dibantu oleh anggota Kepolisian Daerah Maluku. Adanya keterkaitan dengan GAM ini diakui Kepala Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Erwin Mappaseng. "Yanto, salah seorang pelakunya itu, anggota GAM," kata Erwin.
Tapi benarkah pembunuhan Abu Jihad karena itu? Menurut orang dekat Abu Jihad, kemungkinan besar Fauzi memang dibunuh anggota GAM. Dia menceritakan bahwa Abu ke Ambon karena ada urusan dengan gerakan itu, bukan untuk berbisnis. Dia bermaksud membeli senjata dan menyiapkan laskar khusus untuk melawan Gerakan Aceh Merdeka.Lamkaruna Putra membantah. Namun dia curiga ada yang ditutup-tutupi dalam kasus itu. "Masih ada selubung misteri kematian ayah saya dan dalam persidangan tampak ada intervensi politik," katanya.
Fauzi Hasbi memang tokoh yang kontroversial. Setelah ditangkap pada 1977, Fauzi kemudian dekat dengan tentara. Bahkan sejumlah dokumen menunjukkan bahwa putra Abu Hasbi Geudong (salah satu tokoh Negara Islam Indonesia) ini khabarnya anggota intelijen. Tak aneh jika Fauzi dianggap sebagai pengkhianat oleh anggota Gerakan Aceh Merdeka. Bisa jadi Fauzi dibunuh oleh GAM, tapi bisa juga oleh pihak lain. Apa pun alasannya, Lamkaruna berharap sidang akan membuat terang semua yang masih gelap.
Ahmad Taufik, Mochtar Touwe (Ambon)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo