Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Rukun Warga 03 Kelurahan Jatiwarna, Nur Asiah Safris mendatangi Polda Metro Jaya, Senin, 6 Februari 2023 bersama empat warga yang diduga mendapatkan teror dari Bripka Madih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedatangan mereka untuk melaporkan Bripka Madih atas perilakunya yang selama ini dianggap mengganggu warga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hari ini saya mendampingi warga RT 04 RW 03 untuk mengadukan Bripka Madih karena telah memasuki pekarangan tanpa izin,” kata Nur Asiah kepada wartawan, Senin, 6 Februari 2023.
Nur Asiah datang bersama 4 warganya yakni, Viktor, Soraya, Zulhery dan Astutik. Para pelapor ini merasa terganggu karena Bripka Madih mematok tanah dan memasang plang di atas tanah yang masuk pekarangan rumah mereka, yang diklaim milik Madih.
Nur Asiah mengungkapkan warganya ingin patok dan plang yang dipasang Madih pada 31 Januari 2023 dilepas.
Bripka Madih pasang patok dan plang di tanah warga
Dari video yang beredar, Bripka Madih yang mengenakan atribut polisi lengkap, datang bersama massa membawa cangkul untuk memasang patok dan plang di tanah warga yang diklaim miliknya.
Nur Asiah enggan membeberkan apakah warganya mendapat intimidasi dari Madih.
“Maaf kalau itu belum bisa jawab,” tutur dia.
Soraya, salah satu warga yang melapor, mengatakan patok yang dipasang Madih tepat di depan kamar.
“Saya langsung gemetar karena memang di depan kamar saya persis mematoknya,” kata Soraya.
Setelah patok itu dipasang rombongan Bripka Madih meninggalkan lokasi. Selang 20 menit dia kembali untuk mendirikan posko dengan spanduk besar.
Rombongan Bripka Madih, kata Soraya ada sekitar 10 orang. Madih juga menyampaikan bahwa tanah rumah Soraya milik bapak Tongek, yang tak lain adalah ayah Madih.
Bripka Madih dan kasus polisi peras polisi
Bripka Madih merupakan anggota Provos Polisi Sektor Jatinegara. Sosoknya viral dan disebut sebagai kasus polisi peras polisi, setelah ia mengaku diperas oleh sesama polisi agar laporan kasus penyerobotan tanah milik orang tuanya diproses.
Madih mengaku dimintai uang pelicin sebesar Rp 100 juta dan bagian tanah seluas 1.000 meter oleh penyidik Polda Metro Jaya.
"Ane ini sebagai pihak yang dizalimi, pihak pelapor bukan orang yang melakukan pidana. Kecewa, kenapa orang tua ane, hampir satu abad melaporkan penyerobotan tanahnya ke Polda Metro Jaya," ucap Madih dalam video tersebut.
Polda Metro jelaskan kronologi penjualan tanah orang tua Madih
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko memberikan penjelasan tentang status tanah milik orang tua polisi Bripka Madih, yang disebut telah diserobot pihak lain. Dia mengatakan ada tiga laporan yang masuk ke polisi.
"Didapatkan adanya 3 laporan polisi. Pertama di tahun 2011, pelapornya adalah Halimah artinya ibu dari Madih," kata Trunoyudo di Polda Metro Jaya, Jumat, 3 Februari 2023.
Menurut Trunoyudo, Bripka Madih mengaku memiliki tanah seluas 3.600 meter persegi. Namun, berdasarkan laporan yang masuk ke kepolisian, luas bidang tanah yang dipermasalahkan seluas 1.600 meter persegi. Dia menambahkan bahwa ayah Mahdi telah melakukan penjualan tanah tersebut dalam rentang tahun 1979 hingga 1992.
"Telah terjadi jual beli sembilan AJB dengan sisa tanahnya dari girik 191 seluas 4.411 meter persegi. Jadi yang telah diikatkan dengan AJB seluas 3.649,5 meter persegi, sehingga sisanya hanya 761,5 meter persegi," kata Trunoyudo.
Dengan data tersebut, menutut Trunoyudo tidak mungkin penyidik di Polda Metro meminta bagian tanah seluas 1.000 meter persegi, karena tanah milik orang tua Mahdi hanya tinggal seluas 716 meter. Trunoyudo mengatakan telah mengetahui pernyataan Bripka Madih dalam video viral di media sosial tersebut.
Direskrimum Hengki Haryadi sebut Bripka Madih tidak konsiten
Sengkarut soal kasus tanah Madih dan dugaan adanya pemerasan ini juga dijelaskan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi pada Ahad lalu.
Hengki menjelaskan kasus ini dalam sebuah konferensi pers, yang melibatkan Badan Pertanahan Nasional, serta dihadiri langsung oleh Bripka Madih berserta keluarganya.
Dalam kesempatan itu, Hengki mengatakan Bripka Madih tidak konsisten soal ukuran tanah di laporan polisi pada tahun 2011.
“Terjadi hal yang tidak konsisten atau apa yang berbeda dengan apa yang disampaikan Bripka Madih di media,” kata Hengki di Gedung Direskrimum Polda Metro Jaya, Minggu, 5 Februari 2023.
Hengki menjelaskan dimana Madih tidak konsisten dalam soal status tanah milik orang tuanya. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) laporan polisi tahun 2011, ia menyebutkan luas tanah hanya 1.600 meter persegi. Namun, di depan media Mahdi menyampaikan luas tanahnya 3.600 meter persegi.
Bripka Madih menolak isi BAP
Namun, anggota Provos Polsek Jatinegara itu menolak apa yang tertuang di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersebut. Bripka Madih berpedoman pada girik 191 yang dia bawa secara terus menerus sebagai bukti.
Dalam konferensi pers itu, Bripka Madih dipertemukan langsung dengan Badan Pertanahan Nasional, Camat Jatiwarna, Ketua Rukun Warga dan beserta sejumlah pihak di Polda Metro Jaya.
Pada pertemuan tersebut, Madih tidak mau mengakui bahwa tanah itu sudah dijual oleh orang tuanya.
Berdasarkan data yang terkumpul dan diperoleh kepolisian, penjualan tanah seluas 3.600 meter persegi dilakukan oleh Tongek, ayah Bripka Madih sebanyak 10 kali dalam rentang waktu antara tahun 1979 hingga 1992.
Ada juga satu akta hibah yang bertanda cap jempol atas nama Tongek ke almarhum Boneng. Hengky menyebut, akta hibah itu juga disetujui oleh Mahdi.
Kepala Bidang Penataan dan Pemberdayaan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jawa Barat, Amir Sofwan mengatakan bukti hukum girik merupakan bukti jual beli tanah pada masa lalu dan girik tidak bisa digunakan untuk membayar pajak.
Saat ini pembayaran pajak tanah dan status kepemilikan bisa dicek secara digital melalui SPPT PBB.
Fungsi utama SPPT PBB adalah sebagai dokumen yang menunjukkan besarnya utang pajak bumi dan bangunan yang wajib dilunasi pada waktu yang ditentukan.
“Tidak bisa bayar pajak pakai girik,” ujar Amir.
Tidak ada saksi soal dugaan polisi peras polisi
Soal isu polisi peras polisi ini, Hengki menyebut tidak ada bukti atau saksi yang mengetahui kejadian pemerasan itu. Kejadian hanya diketahui antara Madih dan penyidik berinisial TG, yang kini sudah purna tugas.
Hengki mengatakan polisi yang telah purna tugas tidak bisa terkena kode etik. Meski demikian, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri akan tetap akan mengkonfrontasi kedua belah pihak antara Bripka Madih dan TG.
Dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Hengki membantah laporan Bripka Madih mandek. Menurut Hengki, pada 2019 penyidik telah memeriksa 16 saksi termasuk pembeli.