Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Merk, Merk, Siapa Yang Punya?

Jeanne Lanvin & Pierre Cardin yang berkantor pusat di Paris melalui kuasa pengacara widjoyo (oei tat hway) menggugat cv. makmur di jakarta karena memalsukan merk-merk. (hk)

3 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAHUKAH anda ikat pinggang, sepatu, baju, celana, tas, dasi dan berbagai barang bermerk Lanvin atau Pierre Cardin dengan harga murah, hanya bisa dibeli di Indonesia? Ikat pinggang dengan kepala berlambang PC atau L di negara asalnya, Prancis, misalnya, berharga tak kurang dari Rp 25 ribu. Tapi di Pusat Perdagangan Senen (Jakarta Pusat), bisa diperoleh hanya dengan harga Rp 2 ribu. Memang, tanpa membandingkan mutu -- dari harga saja sudah ketahuan, Lanvin dan Cardin macam apa yang banyak dijajakan di sini. Karena itu merasa tak membuat barang murahan, Jeanne Lanvin dan Pierre Cardin yang berkantor pusat di Paris, memberi kuasa kepada Kantor Pengacara Widjojo (Oei Tat Hway) dkk untuk menertibkan penggunaan merknya oleh orang-orang yang tak berhak di sini. Menemukan siapa yang memalsu bikinan Lanvin atau Cardin memang tak mudah. Tapi Widjojo akhirnya menemukan juga sasarannya: Pemilik CV Makmur di Jalan Latumeten (Jakarta Kota), Hardjawinata, adalah produsen ban pinggang Lanvin lokal -- lalu digugat di pengadilan. Perkara perdata telah diajukan Widjojo beberapa waktu yang lalu. Sementara itu pengacara yang banyak mengurus persengketaan mengenai merk tersebut, mengingatkan pedagang dan masyarakat: "Akhir-akhir ini di pasaran terdapat ikat pinggang serta gesper-gesper Lanvin imitasi." Dipermaklumkan juga, Lanvin tidak mempunyai hubungan apa-apa dan tidak pernah memberi hak kepada CV Makmur umuk membuat, mengimpor, menjual atau memakai segala macam barang yang memakai merknya. Lanvin sendiri, di sini berkedudukan di Pintu Besar Utara 17 (Jakarta Kota), telah mendaftarkan merk dagangnya pada Direktorat Paten dan Hak Cipta (Dept. Kehakiman). Misalnya, di bawah nomor-nomor 120515 (didaftarkan 1975), 120809 (1975) dan 129668 (1974). Tapi pengumuman Lanvin tersebut ternyata segera disanggah CV Makmur. Kantor Pengacara Prof. Mr. Dr. S. Gautama (Gouwgioksiong) kuasa Hardjawinata dari Makmur, mengumumkan Lanvin adalah merk dan lambang dagang kliennya, yang telah didaftarkan pada Direktorat Paten dan Hak Cipta, dengan nomor pendaftaran 122201 (didaftarkan 1976). Siapa pemilik merk dan lambang Lanvin -- Jeanne Lanvin dari Prancis atau Hardjawinata di Jakarta -- pengadilanlah yang akan menunjuk. Yang jelas, dengan diterimanya pendaftaran kedua pihak oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta, berarti ada lebih dari satu perusahaan yang boleh mengaku berhak atas merk dan lambang Lanvin. Itulah runyamnya. Dan yang begitu itu, menurut Wisnu Wijaya dari Kantor Pengacara Widjojo, tak hanya dialami oleh Lanvin. Direktorat Paten dan Hak Cipta juga pernah menerima pendaftaran merk pakaian Levis dari dua perusahaan. Bahkan katanya pula, instansi itu pernah pula mengeluarkan dua nomor yang sama, 119637, untuk Elephant Brand (PT Amien Steel Works) dan Macan Tutul (Percetakan Panca Lima). Kecerobohan Sulit dielakkan. Tapi menurut seorang pejabat Direktorat Paten dan Hak Cipta yang tak mau disebutkan namanya, "tidak berarti selalu ada kesalahan di pihak kami." Memang diakuinya, sepanjang tahun lalu direktorat tersebut menghadapi 13 tuntutan, dari lebih 7.500 merk yang diterima pendaftarannya. Dalam lima perkara di antaranya instansi pemerintah tersebut kalah. Artinya, "kami harus mencoret suatu merk dari daftar." Keberatan terhadap pendaftaran suatu merk, menurut Undang-Undang Paten (UU No. 21/1961), memang harus diajukan ke pengadilan. Terhadap Direktorat Paten dan Hak Cipta, menurut pejabat tadi, "memang banyak orang yang salah mengerti." Tugas instansi tersebut seolah-olah dianggap sebagai lembaga yang mengesahkan atau menetapkan merk dagang bagi pemiliknya. Padahal, begitu katanya pula, "direktorat ini hanya merupakan kantor pencaut merk belaka." Jadi, siapa saja boleh mendaftarkan merk untuk jenis hasil produksi apapun. Instansi pemerintah tadi akan menerima dan memberi nomor pendaftaran bagi suatu merk sepanjang merk tersebut tidak sama dengan merk lain yang telah terda ftar. Direktorat akan menolak pendaftaran merk yang tak mempunyai daya pembeda. Misalnya tulisan "besar", "kecil", "baus", "istimewa", tidak dapat dipakai untuk merk barang. Angka, abjad dan tanda-tanda lain yang sudah menjadi milik umum (seperti: tanda bahaya, lambang negara, bendera dan lain-lain) juga tak dapat didaftarkan sebagai merk. Tapi pemilik merk, menurut undang-undang yang berlaku, belum tentu pendaftar pertama. Sebab, begitu ditentukan, hak khusus atas merk diberikan kepada si pemakai pertama di Indonesia. Artinya, pengadilan dapat membatalkan pendaftar merk pertama, berdasarkan permintaan pihak lain yang dapat membuktikan dirinya sebagai pemakai merk yang pertama. Bagi masyarakat, berbagai sengketa merk merupakan petunjuk betapa kusutnya palsu-memalsu merk barang yang berebut pasar. Merugikan konsumen? "Tidak selamanya," kata Permadi dari Lembaga Konsumen. Bila ikat pinggang bukan merk Lanvin asli dijual cuma Rp 2 ribu, katanya, "itu wajar, 'kan?" Sedangkan "orang sekolahan, yang tahu mutu Lanvin, tentu tahu juga: Rp 2 ribu itu bukan untuk merk asli," kata Permadi pula. Yang dirugikan, tambah Permadi, adalah pengusaha "yang ingin agar kesan konsumen terhadap merk dagangnya tetap tinggi." Sedangkan ikat pinggang, tas atau baju bikinan lokal yang dibubuhi merk dan lambang Lanvin atau Cardin, asal tidak dihargai Rp 25 ribu atau Rp 40 ribu, "biar sajalah . . . " Memang, meskipun undang-undang tak melarang, kata Permadi, Direktorat Paten sebaiknya tidak asal menerima pendaftaran merk-merk tiruan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus