GESPER-gesper, kepala ikat pinggang, bisa didatangkannya dari
Hongkong. Sebuah mesin cetak kecil dipergunakan untuk membubuhi
merk dan lambang terkenal seperti Lanvin, Cardin atau Cartier.
Sedangkan sabuk-sabuknya, bisa dipilih dari berbagai mutu,
dibeli dari pengrajin lokal. Dengan begitu ikat-pinggang
produksi Phoa Khoi Ming, yang dibuat di rumahnya sendiri di
Pluit Murni (Jakarta Utara), beredar di berbagai pasar dengan
mencaplok merk bermutu internasional.
Oleh pekerjaannya tersebut Khoi Ming, 43 tahun, pernah berurusan
dengan polisi dan pengadilan. Ia, 1978, dihukum lima bulan
penjara dengan masa percobaan 15 bulan. Kesalahannya, begitu
terbukti di pengadilan, memalsu merk Pierre Cardin. Adakah kuasa
atau perwakilan Cardin di sini yang mengadukannya ke polisi?
Ternyata tidak. CV Makmur, tempat Khoi Ming bekerja sebelum
membuka usaha sendiri, rupanya memperkarakannya.
Pengaduan Makmur memang masuk akal. Polisi dan pengadilan dapat
diyakinkannya dengan nomor pendaftaran dari Direktorat Paten dan
Hak Cipta. Sedangkan lambang PC dari Pierre Cardin, yang
didaftarkan Khoi Ming pada instansi yang sama, sampai sekarang
belum memperoleh jawaban: diterima atau ditolak. Yang jelas,
kata Khoi Ming, dari Paris ia mengetahui Cardin tidak punya agen
di sini.
Tapi pembelaan Khoi Ming tak dapat meyakinkan hakim -- ia lalu
naik banding. Sementara itu, katanya, ia menghentikan produksi
Cardinnya. Ia membuat "merk baru": Cartier. Tapi tak aman juga
rupanya. Lagi-lagi Makmur -- yang juga sedang digarap Kantor
Pengacara Widjojo yang mengaku mendapat kuasa dari Pierre Cardin
dan Jeanne Lanvin -- memperkarakannya. Oktober lalu rumahnya
digeledah. Seperangkat alat mencetak merk disita polisi. Selama
15 hari diperiksa, katanya, ia tetap menyatakan tidak lagi
membuat merk Cardin -- tapi Cartier. Berita-acara pengakuan,
katanya pula, terpaksa juga diteken karena tak tahan diperam di
tempat tahanan.
Pemilik CV Makmur belum sempat menceritakan perihal sejarah
merknya. Tapi, menurut Gunawan Surjomurjito dari Kantor
Pengacara Widjojo, memang banyak pengusaha macam Khoi Ming atau
CV Makmur yang seenaknya menggunakan merk dagang -- terutama
dari luar negeri yang sudah terkenal di sini. Bahkan, kata
rekannya, Wisnu, merk-merk tersebut juga didaftarkan-dan lucunya
diterima pula pendaftarannya -- pada Direktorat Paten dan Hak
Cipta (Dept. Kehakiman). Sulitnya, undang-undang memang tidak
mengharuskan si pendaftar menunjukkan lisensi atau izin
perusahaan di luar negeri, pemilik merk yang biasanya sudah
ternama.
Dari kesemrawutan soal merk itulah Kantor Widjojo dkk banyak
memperoleh klien. Sejak 1952 sampai sekarang, kata seorang staf
di kantor pengacara tersebut, Widjojo memang spesialis mengurus
perkara merk. "Bidang ini," kata ahli hukum tadi, "tidak
berbelit-belit, lebih gampang digarap dibanding perkara perdata
yang lain, dan yang penting kliennya bisa banyak . . . "
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini