Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIPLEK Ribut, 34 tahun, ibu tiga anak, rutin ribut dengan Mbah Suryadi, mertuanya, di Desa Wlahar, Purbalingga, Jawa Tengah. "Pertengkaran mereka makanan sehari-hari warga dusun ini," kata Ali Murtopo, tetangganya. Urusan kecil bisa jadi runcing. Ini terjadi akhir Januari lalu, ketika sang mertua mengetuk pintu terlalu keras. Tiplek tak tahan mendengarnya. Palang pintu yang jatuh karena digedor itu dipungutnya. Pintu dibukanya, dan begitu Mbah Suryadi masuk, buk, tengkuk si nenek digebuk. Delapan kali. Nenek itu pun tak berkutik. "Tolong, tolong, nenekku digebuki," Mahini, 13 tahun, melolong. Penduduk berhamburan. Tiplek panik. Berulang kali ia meniup telinga mertuanya agar bisa sadar. Tapi ajal sudah menjemput. Visum dokter menyebutkan, pada bagian leher dan belakang kepala korban ada biru bekas benturan benda keras. Menurut sumber TEMPO di kepolisian, pukulan bambu mungkin tak mengakibatkan kematian. Tapi pukulan mendadak itu fatal buat Mbah Suryadi yang mengidap penyakit jantung. Tiplek kini ditahan di Polres Purbalingga. "Saya jengkel, tapi tak bermaksud membunuhnya," katanya pada polisi. Nyawa melayang karena urusan sepele juga terjadi di Desa Sembung, Ngawi, Jawa Timur, akhir Januari lalu. Yuliani, 18 tahun, malahan tewas di tangan ibu kandungnya -- Nyonya Sum. Ceritanya, Yuliani menolak disuruh menghadiri peringatan 40 hari meninggalnya ayah calon suaminya. Alasannya, malu kalau tidak memakai gelang dan kalung pemberian mendiang ayah kandungnya. Si ibu merasa terjepit karena perhiasan itu sudah dilegonya. Pedagang di pasar Tolok, Ngawi, itu putus asa. Yuliani tak mau berangkat. Dia malah pergi menonton TV di rumah tetangganya. Melihat itu, Sum jadi mata gelap. Anaknya disiram bensin dan dibakar. Seminggu dirawat di RSU Ngawi, nyawa Yuliani tak terselamatkan. Tinggal Nyonya Sum menjadi manyun mengenang putri kesayangannya yang sudah sempat dijodohkannya dengan seorang pemuda itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo