Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Minarsa, Korban Darurat

I Made Minarsa, pemilik UD yang mengerjakan perbaikan jalan sanggaran-kuta menuntut pembayaran pemerintah. Karena administrasi yang lemah. Minarsa hampir dirugikan, tapi para saksi memperkuat tuntutannya. (hk)

17 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEADAAN begitu mendesak. Jalan Sanggaran -- Kuta yang rusak parah harus segera diperbaiki. Tamu agung dari beberapa negara bakal melewati jalan itu -- dalam perjalanan mereka dari Denpasar (Bali) ke obyek pariwisata Nusa Dua. Gubernur Bali, Soekarmen, sudah mengeluarkan perintah. Pokoknya jalan harus sudah rapi, "tidak tahu dari mana datangnya uang." Bupati Badung, waktu iru Wayan Dhana, tentu jadi repot. Dia mulai bekerja dengan anggapan untuk mengatasi "keadaan darurat". Jadi, keadaan serba tergesa-gesa. Bawahannya, Wenten Suteja (waktu itu menjabat Kasubdit Pembangunan), telah berusaha mencari pemborong kawakan untuk melaksanakan perintah itu. Tapi ternyata tak gampang cari pemborong yang mau bekerja atas dasar "bekerja dulu dibayar kemudian (voorfinanciering)." Pemborong kuat seperti PT Kresna Karya dan Mahagotra yang beken di Bali sana, pun menolak kerja semacam itu. Tidak Sah Hanya I Made Minarsa, pemilik UD (usaha dagang, tanpa badan hukum) Minarsa, yang sanggup mengerjakannya. Tak disebutkan, adakah borongan semacam itu berarti lebih mahal dari biasa Yang pasti, dengan biaya Rp 24. 032.500 UD Minarsa telah menyelesaikan pekerjaannya. Dan para peserta KTT ASEAN, 1975 dapat mengunjungi Bali tanpa melalui jalan rusak. Bupati dan Gubernur lega. Tapi Minarsa belakangan makan hati. Pemerintah, yang telah memintanya bekerja tanpa sepeser uang muka, ternyata tak mau membayar jerih payahnya. Malah, seperti dinyatakan di pengadilan yang sekarang ini tengah berlangsung, "perbaikan jalan itu tidak sah." Begitu kata pembela (kuasa) pihak pemerintah, Rai Jaya, dari Lembaa Bantuan Hukum (LBH) Universitas Udayana. Dalihnya: Proyek itu tak masuk dalam APBD, surat perintah dari Bupati Badung maupun berita acara penyerahan proyek ternyata tanpa nomor surat maupun stempel. Bestek (gambar rencana proyek) pun tak ada. Jadi, menurut LBH, "gugatan Minarsa salah alamat, seharusnya ditujukan kepada Wayan Dhana dan Wenten Suteja secara pribadi saja." John Kusnadi, dari Kantor Pengacara Adnan Buyung Nasution (Jakarta), yang membantu Minarsa menuntut pemerintah agar membayar Rp 23 juta lebih plus bunga 3%/bulan, tentu saja menolak dalih Rai Jaya. Baik Wayan Dhana, yang menerima perintah Gubernur, maupun Wenten Suteja, kedua-duanya "adalah penjabat yang sah bertindak untuk kepentingan negara." Sidang menJadi ramai, ketika para saksi terutama Wayan Dhana (sekarang Wakil KeNa Bappeda dan angota MPR utusan daerah) yang akhir-akhir ini disebut-sebut sebagai calon kuat untuk jadi Gubernur Bali, hadir di pengadilan. Mereka umumnya membenarkan tuntutan Minarsa. "Seharusnya pemerintah berterimakasih kepada Minarsa yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik." Terimakasih itu juga berarti kewajiban membayar borongan harus ditunaikan. Dia bersyukur, karena Minarsa telah membantunya melaksanakan perintah darurat gubernur. Dulu, sebelum Wayan Dhana digantikan oleh Bupati IDG Oka, bagaimana rencana pembayarannya kepada Minarsa? Seperti saran gubernur sendiri, katanya, biaya akan diperoleh dari merubah anggaran belanja daerah yang sudah ditentukan. "Perubahan dalam APBD itu soal biasa," katanya. Hanya, malang bagi Minarsa, sebelum Dhana sempat melaksanakan perubahan dalam APBD, sudah muncul bupati baru. Tapi menurut Dhana, bagaimanapun urusan Minarsa "itu 'kan tugas bupati baru" untuk membereskannya. Saksi lain, Wenten Suteja, mengakui ada kelemahan administrasi dari bawahannya dulu sehingga surat-surat penting kepada Minarsa keluar tanpa nomor surat maupun stempel. Tapi, "proyek itu memang mendesak." Ke mana besteknya Ada, "siapa bilang tidak ada?" katanya. Dia melihat sendiri barang itu di kamar kerja bupati yang sekarang, suatu hari ketika ia masih Kasubdit Pembangunan dipanggil IDG Oka. Kalau tak percaya, tanya saja Kasubdit Keuangan yang juga melihatnya. Syukur Saya Hakim Saksi Made Artha, sekarang Kepala Pekerjaan Umum DPU Propinsi Bali, juga membenarkan Minarsa. "Saya sendiri yang membuatnya," katanya kepada Hakim Sof Larosa. "Wah, ini penggelapan arsip -- saudara dapat menuntut Bupati Badung ke pengadilan, supaya tambah ramai," sambut Larosa. Mudah-mudahan hakim Larosa, yang pernah mengadili koruptor Budiaji, tidak berkelakar -- meskipun hadirin sidang dibuatnya tertawa. Dulu, ketika gugatan Minarsa baru saja masuk pengadilan (1977), ada surat kawat gubernur kepada Bupati Badung. Isinya antara lain, "pembayaran hutang kepada Minarsa suatu hal yang wajar dan patut dibijaksanai selambat-lambatnya tahun anggaran 1978/1979." Lalu apalagi halangan bagi Minarsa untuk memperoleh haknya? Hakim Larosa geleng kepala. "Ini surat juga tidak tegas, sih." Seharusnya, katanya, "bilang saja bayar atau tidak, jangan bijaksana-bijaksanaan." Bagi Larosa perkara begini cukup berabe. "Kalau saya jadi Bupati Badung dulu, tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali memerintahkan Minarsa untuk melaksanakan perintah Gubernur. Tapi kalau jadi bupati yang sekarang, saya juga ragu-ragu untuk membayar suatu proyek, karena surat-surat tanpa nomor dan stempel." Tapi yang jelas, "kalau saya jadi gubernur," kata hakim ini lagi, "harus tegas, suruh pemda membayar, agar tidak malu dituntut, jangan kabur-kaburan." Yang pasti, "syukur saya tetap jadi hakim." Tok, palu diketuk untuk sidang berikutnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus