Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Muhyani Dibebaskan Setelah Jadi Tersangka Bunuh Pencuri Kambing, Apa Maksudnya Pembelaan Terpaksa?

Pembelaan terpaksa seperti yang dilakukan Muhyani dapat dibebaskan dan telah diatur oleh KUHP. Begini bunyi aturannya.

18 Desember 2023 | 18.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi Penjara Indonesia. Getty Images

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Perkara peternak bernama Muhyani akhirnya dihentikan Kejaksaan Negeri Serang, Banten. Keputusan itu ditetapkan setelah diterbitkannya ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) pada Jumat, 16 Desember 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Muhyani merupakan seorang peternak berusia 58 tahun. Dia sempat dijadikan tersangka karena berduel dengan pencuri kambing bersenjata golok yang hendak mencuri kambingnya di Kampung Ketileng, Kelurahan Teritih, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, Banten, pada Februari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Maling ini kemudian tewas setelah Muhyani menusukkan gunting ke bagian dada korban. Dalam peristiwa tersebut, Muhyani pun dijerat Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan hingga tewas dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.

Namun, beberapa bulan berselang Jaksa menilai tindakan Muhyani yang menusuk pencuri hingga tewas itu murni dilakukan sebagai bentuk pembelaan diri.

Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Didik Farkhan menjelaskan bahwa berdasarkan fakta perbuatan yang digali oleh Jaksa Penuntut Umum, ditemukan bahwa telah terjadi pembelaan terpaksa atau noodweer sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 49 Ayat (1) KUHP.

"Bahwa dalam berkas perkara terungkap bahwa Muhyani bin Subrata selaku penjaga kambing, berdasarkan Pasal 49 ayat (1) KUHP dapat melakukan pembelaan terpaksa atas harta benda milik sendiri maupun orang lain," kata Didik melalui keterangan resminya, Jumat 15 Desember 2023.

Lebih lanjut menurut Didik, seseorang yang melakukan perlawanan untuk mempertahankan harta benda miliknya atau melindungi harta benda orang lain dikelompokkan sebagai orang yang melakukan pembelaan terpaksa.

Keputusan itu diapresiasi oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Peneliti ICJR Lovina menjelaskan bahwa Kejaksaan sudah menunjukkan perannya sebagai dominus litis atau pengendali perkara dalam sistem peradilan di Indonesia.

Dia juga setuju atas alasan diberhentikannya kasus tersebut karena membela diri. "Perbuatan itu terpaksa ia lakukan karena si pencuri mengeluarkan golok terlebih dahulu dan siap menyerang Muhyani. Kalau tidak membela diri dan mempertahankan ternak kambing yang dijaga, nyawa Muhyani bisa melayang seperti kata istri Muhyani," kata Lovina.

Lovina menambahkan bahwa perkara tersebut sudah memenuhi asas proporsionalitas dan subsidiaritas. Hal itu disebabkan pembelaan yang dilakukan oleh Muhyani sudah seimbang dengan serangan yang terjadi terhadapnya dan tidak ada cara lain untuk melindungi diri dan ternak kambingnya kecuali dengan melakukan pembelaan.

Tentang Pembelaan Terpaksa

Dilansir dari kemenkeu, terdapat peraturan yang mengatur soal penghapusan pidana. Salah satu alasan penghapusan pidana adalah Pembelaan terpaksa atau noodweer yang diatur dalam Pasal 49 Ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP).

Pasal 49 ayat (1) KUHP menyatakan:

"Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana."

Sementara itu, Pasal 49 ayat (2) KUHP berbunyi:

"Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana."

Kedua pasal ini berasal dari prinsip Necessitas Quod Cogit Defendit, yang berarti keadaan terpaksa memaksa untuk membela apa yang seharusnya dilindungi.

Tidak semua tindakan pembelaan diri dapat dijustifikasi oleh pasal ini. Setidaknya, terdapat tiga syarat Pembelaan Terpaksa, yaitu:

  1. Serangan atau ancaman harus bersifat mendadak dan harus bersifat seketika (sedang dan masih berlangsung). Ini berarti tidak ada jarak waktu yang lama antara menyadari adanya serangan dan melakukan pembelaan.

  2. Serangan tersebut harus bersifat melawan hukum (wederrechtelijk) dan ditujukan kepada tubuh, kehormatan, dan harta benda, baik milik sendiri maupun orang lain.

  3. Pembelaan harus bertujuan untuk menghentikan serangan, dengan mempertimbangkan asas proporsionalitas dan subsidiaritas. Tindakan harus seimbang dengan serangan, dan tidak ada cara lain untuk melindungi diri selain dengan melakukan pembelaan, yang sekaligus tidak melanggar hukum.

 

ANANDA BINTANG  I  YUNI ROHMAWATI  I HATTA MUARABAGJA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus