MASYARAKAT desa, tambah si penanya itu, terlambat diperkenalkan
pada mahasiswa kedokteran. Hanya baru pada saat-saat terakhir,
setelah hampir lima tahun pertama disibukkan di antara empat
dinding tertutup, pengetahuan tentang masyarakat itu
diperkenalkan. Apa yang diperoleh di FK, adalah pelajaran ilMu
kedokteran, bukan pendidikan ilmu kedokteran. Si penanya itu
selanjutnya beranggapan proyek Puskesmas tidak beda dengan
proyek Bimas dan BUUD di masyarakat desa sekarang. "Puskesmas
merupakan konsep pembangunan yang salah", katanya, "yang datang
berobat ke Puskesmas adalah elit masyarakat setempat". Begitu
ucap seorang penanya pada diskusi panel 11 Nopember lalu di Aula
FKUI Jakarta.
Diskusi panel itu bertema: "Sejauh mana community oriented?
Dengan para pemrasaran Dr. Hapsara DPH, Kepala Biro Perencana
Departemen Kesehatan, Ma'arifin Husin dari CMS P&K Moeljono S.
Trastotenojo Dekan FK Undip, Dr. SG Nainggolan MPH, Dekan FK
UKI, dan Aries Wiganda, Kepala Puskesmas Kecamatan Batujaya,
Karawang, diskusi dalam rangka peringatan 125 tahun pendidikan
kedokteran itu banyak juga dikunjungi peminat. Hapsara,
pembicara pertama, menyinggung perlunya tenaga dokter yang
community oriented. Penduduk, katanya, banyak tinggal di
pedesaan. Taraf pendidikan dan mutu kehidupan yang masih rendah,
menyebabkan masyarakat desa masih mengutamakan kebutuhan primair
lainnya yang dirasa lebih penting dari pada kesehatan. Kepala
Biro Depkes itu juga menunjukkan rendahnya jangkauan pelayanan
yang ada. Diperhitungkan bahwa pada umumnya sekitar 50% penduduk
desa yang sakit tidak mencari pengobatan. Dari yang mencari
pengobatan hanya sekitar 20% yang dilayani oleh
fasilitas-fasilitas kesehatan melalui Puskesmas.
Tugas Medis Teknis
Dengan alasan itu, Hapsara berpendapat, seorang dokter
pemerintah yang ditempatkan di kecamatan, diberi tanggung jawab
dan wewenang atas pemeliharaan kesehatan dari seluruh penduduk
wilayah kerjanya. Dokter tersebut perlu mengetahui betul-betul
keadaan penyatik di masyarakat, sikap danpotensi masyarakat,
termasuk hal yang menyangkut antara lain segi-segi sosial budaya
dan ekonomi masyarakat. Dengan kata lain dokter yang community
oriented adalah dokter yang memiliki pengetahuan, ketrampilan
dan sikap, sehingga dapat melakukan fungsi yang meliputi
pokok-pokok, seperti, Managemen Usaha Kesehatan, Pelayanan
Kesehatan (yang mencakup pelayanan yang bersifat promotip,
preventip, kuratip dan rehabilitatip), dan kepemimpinan.
Kepemimpinan seorang dokter tidak hanya mencakup bidang
kesehatan, tapi termasuk juga bidang di luar kesehatan, kata
Hapsara.
Namun apa yang bisa diberikan Departemen P&K lewat FK-nya memang
belum bisa mencetak dokter seperti yang diinginkan Departemen
Kesehatan. Praktek dokter-dokter muda di lapangan ternyata
berbeda jauh dengan ilmu yang diperolehnya di bangku kuliah.
"Dibandingkan dengan tugas-tugas medis teknis, hampir 90% dari
tenaga, waktu dan pikiran disita oleh tugas-tugas managerial
seorang dokter", ucap dr. Aries Wiguna. Di kecamatannya, Kepala
Puskesmas Batujaya itu memulai tugasnya dengan usaha
mempopulerkan Puskesmasnya. Antara lain dengan mengadakan
panggung hiburan Tanji, Topeng pada hari-hari besar nasional di
halaman Puskesmas. Usaha itupun ternyata harus berhadapan dengan
kenyataan adanya obat-obatan yang sangat terbatas haik dari segi
kwalitas maupun kwantitas. Sementara dokter di mata masyarakat
di sana tak lebih hanya tukang jeksi saja. Apalagi tokoh yang
disegani masyarakat hanya Camat, Lurah, dan mereka yang
berseragam ABRI.
Aries Wiguna selanjutnya melemparkan kritik terhadap pendidikan
kedokteran dewasa ini. Katanya, pengetahuan teori terlalu
banyak, sehingga pengetahuan praktis kurang. Terlalu banyak
pendidikan praktis di bangsal dari pada di poliklinik.
Pendidikan mahasiswa terlalu banyak diserahkan kepada asisten
ahli. Kurang latihan dalam Human Approach. Proses pendidikan
kurang multi-disipliner. Tapi Aries menyarankan, agar
dipertimbangkan untuk mengadakan pendekatan dengan ilmu-ilmu
lain seperti ilmu sosial, managemen dan lainnya yang berhubungan
dengan kemasyarakatan.
Jadi bagaimanakah pendidikan dokter itu seharusnya? Departemen
P&K lewat CMS saat ini memang sedang mempersiapkan bentuk
pendidikan dokter sebagaimana yang diharapkan. Namun
sering-sering bila ada semacam lokakarya misalnya, keinginan
untuk menyesuaikan kearah community medicine, terbentur kepada
pertanyaan tentang macam dokter bagaimana yang dierlukan untuk
pelayanan kesehatan masyarakat itu. Karena itu perlu dirumuskan
dulu sebelumnya, tujuan pendidikan kedokteran. "Hal inilah yang
sukar dilaksanakan, berhubung pengarahan dari atas kurang jelas
untuk dapat merumuskan tujuan pendidikan dokter", ucap Ma'arifin
Husin dari CMS. Menurut Ma'arifin, oleh karena pendidikan ke
arah community medicine itu lebih menekankan kepada perobahan
sikap dari para calon dokter, maka ada kecenderungan untuk
memberikan kepada mahasiswa pengalaman belajar di masyarakat.
Namun pendidikan dasar untuk ketrampilan dan pengetahuan klinik
tetap diberikan. Bahkan diusahakan untuk menggunakan cara-cara
yang relevan dan inovatif. Keinginan untuk berubah dari hampir
semua FK yang ada, memang sudah nampak terutama sejak 1970 yang
lalu. FK Universitas Andalas misalnya telah mulai melakukan
perubahan-perubahan ke arah community medicine sejak lima tahun
yang lalu. "Rasanya lulusan kami sementara ini sudah memenuhi
harapan", ucap dr. Sumanto, Dekan FK Unand. Jadi apakah sekarang
pendidikan kedokteran sudah bisa dianggap community oriented?
"Saya sendiri belum berani mengatakan apakah pendidikan
kedokteran sekarang sudah community oriented, atau belum", ucap
Ma'arifin lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini