Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEKAS Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto, menjadi terdakwa keempat yang divonis bersalah dalam kasus proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Di tingkat pengadilan pertama, ia yang divonis paling berat, selama 15 tahun. Dalam putusannya, hakim tidak banyak menyebutkan nama-nama anggota DPR periode 2009-2014 yang ditengarai menerima duit dari proyek Rp 5,9 triliun itu. Banyak nama anggota Dewan yang hilang sejak perkara Setya mulai disidangkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Irman dan Sugiharto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Peran: Keduanya petinggi Kementerian Dalam Negeri yang mengurusi proyek e-KTP pada 2011-2013
- Putusan:
Irman
> Pengadilan Tindak Pidana Korupsi: 7 tahun
> Pengadilan Tinggi: 7 tahun (memperberat uang pengganti)
> Mahkamah Agung: 15 tahun
Sugiharto
> Pengadilan Tindak Pidana Korupsi: 5 tahun
> Pengadilan Tinggi: 5 tahun (memperberat uang pengganti)
> Mahkamah Agung: 15 tahun
Aliran Dana
Beberapa nama anggota Dewan periode 2009-2014 disebut menerima uang di berkas perkara Irman dan Sugiharto.
Dakwaan
1.Tamsil Linrung, politikus Partai Keadilan Sejahtera
-Wakil Ketua Badan Anggaran*
-Disebut menerima US$ 700 ribu
"Saya tidak kenal dengan Andi Narogong dan tidak terima apa pun," katanya seusai pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi pada awal Januari lalu.
2.Miryam S. Haryani, politikus Partai Hanura
-Anggota Komisi Pemerintahan
-Disebut menerima US$ 1,2 juta
"Tidak tahu. Tidak menerima uang itu," ujarnya.
3.Chairuman Harahap, politikus Partai Golkar
-Ketua Komisi Pemerintahan*
-Disebut menerima US$ 584 ribu dan Rp 26 miliar
"Enggak ada, Pak. Saya baca dakwaan bingung-bingung juga, nih," katanya saat dicecar hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, medio Maret 2017.
4.Agun Gunandjar, politikus Partai Golkar
-Ketua Komisi Pemerintahan (menggantikan Chairuman Harahap)
-Disebut menerima US$ 1 juta
"Hanya ada satu jawaban: saya tidak pernah menerima apa pun," ujarnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Maret 2017.
5.Melchias Marcus Mekeng, politikus Partai Golkar
-Ketua Badan Anggaran*
-Disebut menerima US$ 1,4 juta
"Saya tidak pernah berurusan dengan proyek pengadaan e-KTP. Ada yang menjual nama saya," ucapnya, medio Maret lalu.
6.Ade Komarudin, politikus Partai Golkar
-Sekretaris Fraksi
-Disebut menerima US$ 100 ribu
"Saya tidak pernah menerima duit. Keterangan itu hanya sepihak," ujarnya.
7.Mirwan Amir, mantan politikus Partai Demokrat
-Wakil Ketua Badan Anggaran*
-Disebut menerima US$ 1,2 juta
"Tidak pernah sama sekali karena memang tidak dibahas di Badan Anggaran," katanya seusai pemeriksaan di KPK, awal Januari lalu.
8.Khatibul Umam Wiranu, politikus Partai Demokrat
-Wakil Ketua Komisi Pemerintahan
-Disebut menerima US$ 400 ribu
"Saya lagi cari tahu siapa yang menggunakan nama saya dan disangkutpautkan dengan suap e-KTP," ujarnya.
9.Taufik Effendi, politikus Partai Demokrat
-Wakil Ketua Komisi Pertahanan
-Disebut menerima US$ 103 ribu
"Saya tidak kenal dengan tersangka Andi Narogong, apalagi menerima uang," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, akhir Maret 2017.
10.Olly Dondokambey, politikus PDI Perjuangan
-Wakil Ketua Badan Anggaran (sekarang Gubernur Sulawesi Utara)
-Disebut menerima US$ 1,2 juta
"Tidak pernah ada uang ke Badan Anggaran," ucapnya setelah pemeriksaan di KPK, Juli 2017.
11.Ganjar Pranowo, politikus PDI Perjuangan
-Wakil Ketua Komisi Pemerintahan (sekarang Gubernur Jawa Tengah)
-Disebut menerima US$ 520 ribu
"Sorry, ya, kita tidak terima. Kita tidak main-main soal itu," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, awal Februari lalu.
12.Yasonna Hamonangan Laoly, politikus PDI Perjuangan
-Anggota Komisi Pemerintahan (sekarang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia)
-Disebut menerima US$ 84 ribu
"Saya kaget mendengar nama saya dicatut dan dituduh menerima dana bancakan e-KTP," ujarnya, Maret 2017.
13.Arif Wibowo, politikus PDI Perjuangan
-Anggota Komisi Pemerintahan.*
-Disebut menerima US$ 108 ribu
"Sakit kepala saya. Saya nangis. Waktu itu saya masih anggota (DPR) baru dan saya tidak mengerti politik itu bagaimana," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, awal Februari lalu.
14.Teguh Juwarno, politikus Partai Amanat Nasional
-Wakil Ketua Komisi Pemerintahan*
-Disebut menerima US$ 125 ribu
"Saya tidak tahu siapa yang mencatut nama saya menerima duit," ucapnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, akhir Maret 2017.
Putusan
Tinggal tiga anggota DPR periode 2009-2014 yang namanya masuk putusan.
1. Miryam S. Haryani
- Disebut menerima US$ 1,2 juta
2. Ade Komarudin
- Disebut menerima US$ 100 ribu untuk kunjungan kerja ke Bekasi
3. Markus Nari (anggota Komisi Pemerintahan)
- Disebut menerima US$ 400 ribu
"Saya tidak pernah menerima duit itu," ujarnya.
2. Andi Agustinus alias Andi Narogong
- Peran: Pengusaha dan orang dekat Setya Novanto yang mengarahkan proyek e-KTP
- Putusan:
> Pengadilan Tindak Pidana Korupsi: 8 tahun
> Pengadilan Tinggi: 11 tahun
Aliran Dana
Dakwaan
Nama-nama anggota DPR periode 2009-2014 hilang dalam dakwaan Andi.
-Beberapa anggota DPR periode 2009-2014 disebut menerima US$ 14.656.000 dan Rp 44 miliar
Putusan
1. Setya Novanto
- Ketua Fraksi Golkar
- Disebut menerima US$ 1,8 juta dan US$ 2 juta serta Sin$ 383.040
"Demi Allah, saya tidak terima apa pun dari proyek e-KTP," katanya.
2. Miryam S. Haryani
- Disebut menerima US$ 1,2 juta
3. Ade Komarudin
- Disebut menerima US$ 100 ribu untuk kunjungan kerja ke Bekasi
4. Markus Nari
- Disebut menerima US$ 400 ribu
5. Mohammad Jafar Hafsah
- Ketua Fraksi Demokrat DPR
- Disebut menerima US$ 100 ribu
"Kalau dianggap duit dari e-KTP, saya kembalikan saja," ucapnya.
3. Setya Novanto (FOTO)
- Peran: Ketua Fraksi Golkar DPR yang mengatur proyek e-KTP
- Putusan:
> Pengadilan Tindak Pidana Korupsi: 7 tahun
Putusan
Nama penerima dana sama dengan dakwaan.
Sumber: Berkas Persidangan, Naskah: Syailendra Persada
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo