SELAMA menjadi bandar, saya belum pernah menang. Rugi terus." Begitu kata Nyonya Rose alias Hie Phin Yien, 42, pada sidang di Pengadilan Negeri Bandung. Pekan lalu, ibu beranak empat itu diadili dengan tuduhan menjadi bandar judi buntut Toto Singapura. Tetapi majelis hakim pimpinan Soedjono tentu tak akan mempersoalkan apakah dia rugi atau untung dalam usaha gelapnya itu. Judi buntut model itu belakangan ini berjangkit di beberapa kota di Jawa Barat, Bandung khususnya. Nyonya Rose, pemilik toko kelontong, yang mempunyai omset sekitar Rp 300.000 sekali tarik, hanyalah salah satu dari puluhan bandar. Menurut catatan polisi, kini sudah 46 yang ditangkap, dan 32 di antaranya masih ditahan. Mereka umumnya para bandar, yang masing-masing mempunyai pengecer sampai beberapa orang. "Omset mereka bisa sampai ratusan juta rupiah sekali putar," kata sumber TEMPO di Kepolisian Daerah Jawa Barat. Dinamai Toto Sinapura karena perjudian itu mendasarkan pada toto pacuan kuda seperti dimuat dalam surat kabar The Straits Times terbitan Singapura. Yang diperjudikan terdiri dari empat angka, yang diperoleh dari penjumlahan angka-angka dalam toto tadi. Pemasang (penjudi) yang tebakannya cocok dengan dua angka di belakang mendapat 60 kali lipat. Yang menang tiga angka dibayar 500 kali dan bila tebakan keempat angka cocok semua, mendapat 2.000 kali ari jumlah uang pasangan. Maksimum, untuk setiap lembar tebakan, orang boleh memasang Rp 1.000. Tidak jarang para bandar memanipulasikan angka-angka yang keluar. Pada penarikan tanggal 30 Januari lalu, misalnya, angka yang dimuat TST - setelah dikutak-katik adalah 9250. Ternyata, ada sementara bandar yang tahu banyak orang memasang angka itu. Maka, sindikat bandar "Kelompok 10" buru-buru memborong TST yang beredar di Bandung. Mereka lantas mengedarkan copy hasil pacuan yang sudah mereka palsukan, yaitu angka 9261. "Kelompok 10", menurut sumber TEMPO, merupakan kelompok bandar besar yang terdiri dari 10 orang. Mereka "terpaksa" melakukan manipulasi angka karena ketika itu jumlah uang dan para pamasang yang mengadu mtung "hanya" Rp 200 juta. Sedangkan, yang mesti dibayarkan, paling tidak Rp 2 milyar. Celakanya, ulah para bandar itu ketahuan setelah seorang bandar di Cimahi, yang mempunyai omset Rp 1 juta sekali putar, tertangkap belum lama ini. Tetapi, sudah tentu, ia tidak mengaku bahwa manipulasi itu dilakukan olek sindikat bandar. Seperti kata Wakil Kapolres Cibabat Mayor Adi Salio, "mereka hanya mengaku sebagai bandar yang berdiri sendiri". Peminat judi buntut ini tampaknya cukup banyak. terbukti dengan omset yang sampai ratusan juta rupiah sekali tarik. Padahal, satu minggu hanya dua kali putar: Senin dan Jumat. Para pengecer pun cukup bersemangat menjajakan "dagangan" meski harus beroperasi secara diam-diam. Komisi yang mereka terima memang lumayan. Untuk pemasangan empat dan tiga angka, pengecer mendapat komisi sampai 35% dari jumlah uang yang terkumpul. Dan untuk pemasangan dua angka, bagiannya 25%. Pengecer tadi terpaksa ditahan karena ternyata ia tidak jera-jera melakukan perbuatannya, padahal sudah pernah tertangkap dan diperingatkan. Pengecer kecil-kecilan yang diketahui hanya sekadar mencari sesuap nasi, bila tertangkap, hanya diperingatkan polisi, lalu mereka dilepas kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini