IMPIAN Iman Sitepu, 28, untuk menjadi orang kaya baru sebenarnya tinggal selangkah. Ladang ganjanya yang terletak di daerah tersembunyi di Desa Garunggang, Langkat, 65 km dari Medan, sehari dua lagi sudah bisa dipanen. Ladang itu rimbun oleh lebih dari 400 batang pohon ganja berumur lima bulan, yang tingginya mencapai dua meteran. Apa mau dikata. Secara tak sengaja tetangganya, Tare Sembiring, yang sedang mencari kayu bakar memergoki "kebun emas" itu. Lurah yang dilapori segera mengontak polisi. Esok harinya, Iman pun ditangkap. Dan 30 Januari lalu, petani beranak satu itu pun divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 1 juta, subsider 6 bulan kurungan, di Pengadilan Negeri Binjai. Langkat mungkin telah menjadi daerah penyebaran penanaman ganja. Dua pekan lalu, polisi menangkap Atem, 23, karena di halaman rumahnya terdapat pohon ganja setinggi dua meter. Tanaman yang tinggal sebatang itu diduga merupakan sisa yang belum dipanen. Sebab, kata Kapolres Langkat Letnan Kolone Sudarsono, wanita muda itu diketahui sebagai pengedat ganja kecil-kecilan. Mengadili Iman, Hakim R.P.S. Sitompul tak mengalami kesulitan karena bukti-bukti yang disodorkan Jaksa Sugeng cukup kuat. "Aku memang menanam ganja itu supaya bisa cepat kaya," katanya di Lembaga Pemasyarakatan Binjai. Dari mana dia tahu? Sumbernya adalah Mustika, pria bertubuh tinggi besar yang mengaku purnawirawan ABRI dan belakangan sibuk sebagai pemborong. Lelaki yang selalu berpakaian perlente itu tahu bahwa Iman memiliki sawah dan ladang seluas satu hektar di daerah terpencil yang jarang dikunjungi penduduk. Iman mengaku, mula-mula ia diberi 15 biji ganja. "Kalau tumbuh nanti, sekilo bisa laku Rp 40.000," begitu kata Mustika. Iman pun, yang biasa bertanam padl atau cabai, segera tergiur. Maklum, pehghasilannya sebagai petani boleh dibilang cuma pas-pasan. Dalam setahun, katanya, ia cuma bisa memanen 300 kaleng gabah. Sedang dari kebun cabai, hasilnya 50 kilo seminggu. Setelah lima bulanj pohon ganja itu menghasilkan 8 ons. Mustika bisa menjual Rp 30.000, dan Iman mendapat bagian setengahnya. Petani yang mengaku sekolah hanya sampai kelas dua SD itu tambah bersemangat. Ia menanam lebih banyak. Tanamannya yang siap panen di atas tanah seluas 400 m2 itulah yang dipergoki Tare Sembiring, Oktober 1983 lalu. Dari situ, sedikitnya bisa dihasilkan uang Rp 1,5 juta. Bukan uang yang diperoleh, tapi penjara. Bahkan ia puyeng karena selain hukuman 4 tahun, ia juga didenda Rp 1 juta. Apa boleh buat, ia terpaksa memperpanjang "kontrak"-nya dengan 6 bulan penjara. Iman Sitepu bukan satu-satunya petani yang mencoba menggaet untung dengan cara begitu. November tahun lalu, 25 petani Desa Cikarang, Kecamatan Cisewu, Jawa Barat, divonis masing-masing 18 bulan penjara karena menyimpan biji ganja dan mencoba menanamnya. Sementara itu, Wagimin dan Soepomo dari Desa Kesamben, Malang, masing-masing dihukum setahun penjara dan denda Rp 500.000, karena perkara yang sama. Tetapi di Aceh - yang dikenal sebagai lumbung marijuana - sejauh ini belurn terdengar ada petani ganja yang tertangkap. Padahal, sudah puluhan hektar ladang ganja ditemukan di pedalaman daerah itu. Akhir Januari lalu, misalnya, Kepolisian Sektor Seulimeun menemukan lagi 10 hektar ladang ganja di Desa Aluele, Kabupaten Aceh Besar. Ladang itu sangat terpencil, terletak di kaki Gunung Seulawah, terlindung pepohonan rindang hingga sulit diketahui. Kapolres Aceh Besar, Letnan Kolonel Badrun Budiman, menyatakan bahwa ladang ganja itu diduga memang sengaja ditanam petani. Selain yang 10 hektar itu, katanya, "ada iga lokasi lain di sekitar itu yang dijadikan tempat pembibitan." Ladang pembibitan itu tampak digarap sungguh-sungguh, bibitnya tersusun rapi dalam kemasan plastik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini