Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala SMAN 26 Jakarta, Dudung Abdul Kodir, memastikan adanya sanksi pencabutan hak Kartu Jakarta Pintar atau KJP Plus dari antara siswa pelaku bullying di sekolah itu. Praktik perundungan oleh 15 siswa Kelas XII terhadap 12 siswa Kelas X di sekolah di Tebet, Jakarta Selatan, itu terungkap usai pelaporan yang dilakukan salah satu orang tua korban ke Polres Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelaporan dilakukan pada Sabtu lepas tengah malam, 2 Desember 2023, untuk peristiwa bullying yang terjadi pada hari sebelumnya, Jumat. Dudung mengatakan, pencabutan hak KJP dilakukan terhadap delapan dari 15 siswa pelaku. Mereka didata sekolah telah sebelumnya mendapat peringatan karena didapati nongkrong di luar sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada saat itu, kata Dudung, bukan hanya sekadar pemanggilan siswa namun juga sudah dilakukan pembinaan, pemanggilan orang tua, serta menulis surat pernyataan ber-materai. “Waduh saya bukan main marahnya karena dari 15 orang itu ada orang-orang yang nongkrong satu minggu sebelumnya itu dan sudah buat surat pernyataan,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya di SMAN 26 Jakarta, Selasa 12 Desember 2023.
Dudung mengungkap sudah menegaskan kepada para siswanya tersebut jika masih ada yang ketahuan nongkrong, sanksinya ialah KJP langsung dicabut. “Jadi dengan terpaksa dari 15 orang itu, 8 yang kami cabut KJP-nya,” kata dia menambahkan.
Bagaimana Bullying Dilakukan?
Bullying melibatkan pemukulan yang dilakukan oleh 15 siswa Kelas XII kepada 12 adik kelasnya. Lokasinya di luar sekolah, tepatnya di rumah salah satu siswa pelaku.
Dudung, mengaku mendapat keterangan dari para orang tua dan siswa pelaku maupun korban, menyebut pemukulan hanya dilakukan sebanyak satu kali. Ini berbeda dari keterangan satu korban--lewat kuasa hukumnya--bahwa pemukulan sampai belasan kali.
Termasuk adanya siswa korban yang kena pukul di kemaluan dan tulang rusuk. “Kami sudah tanya apa yang dipukul dan tahunya yang dipukul adalah bagian perut, tidak ada dipukul di area kemaluan,” kata Dudung.
Perihal pemalakan yang juga dilaporkan, Dudung menepisnya. Menurutnya, uang yang dimintakan oleh para pelaku kepada para adik kelasnya itu bagian dari, "Patungan kalau terjadi apa-apa."
Selebihnya, pihak sekolah menyebut para pelaku adalah anggota geng yang sudah terbentuk di sekolah itu sejak 2013. Dudung tidak menjelaskan apakah kasus bullying serupa juga pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Dia hanya menjawab, “Kami terus usahakan agar tidak ada lagi geng itu ya di sekolah, tapi ternyata tetap ada.”
Terhadap para korbannya yang terungkap saat ini, SMAN 26 memberikan pendampingan melalui Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk Provinsi DKI Jakarta atau Dinas PPAP. Selanjutnya, sekolah juga memberi kebebasan untuk para korban agar bisa memilih belajar dari rumah sementara waktu ataupun langsung kembali di sekolah.
“Tapi tetap kami pantau juga, dan alhamdulillah kemarin ada beberapa korban yang sudah mengikuti kegiatan LDKS,” katanya.
Sedangkan untuk seluruh 15 siswa pelaku perundungan, disebutkannya diberi tindakan tegas dirumahkan hingga kasus ini selesai.