Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK tengah menelaah laporan soal Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean atas dugaan tak menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dengan benar. Sang pelapor, Andreas, pengacara dari kantor hukum Eternity Lawfirm, mengatakan telah mendapat kabar langsung dari KPK soal tindak lanjut laporannya itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“KPK sudah telepon, kami diminta melengkapi data,” kata Andreas saat ditemui di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, pada Selasa, 14 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usai menerima informasi dari KPK, Andreas dan timnya langsung melengkapi data dan bersiap menunggu panggilan berikutnya. Dia menyebut sangat antusias menunggu pemanggilan itu. “Kami sudah siapkan data, kalau ada undangan kami pasti datang,” kata dia.
Sebelumnya, juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan adanya laporan soal Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean atas dugaan tak menyampaikan LHKPN dengan benar. “Masih ditelaah tim pengaduan masyarakat KPK,” kata Juru bicara KPK Ali Fikri, Senin, 13 Mei 2024.
Ali Fikri mengatakan KPK terlebih dahulu menelaah dan memverifikasi laporan itu. Andreas menuding Rahmady memiliki aset hingga Rp 60 miliar hasil dari kerja sama bisnis dengan kliennya bernama Wijanto Tirtasana yang terjalin dalam rentang waktu 2017 hingga 2023, namun tidak dilaporkan di LHKPN, untuk kemudian dianalisis lebih lanjut oleh KPK. “Kami pastikan KPK menindaklanjuti setiap laporan masyarakat,” katanya.
Menanggapi laporan di KPK, Rahmady Effendy mengatakan langkah itu merupakan upaya pemutarbalikan fakta. Dia menyebut Wijanto justru yang menggelapkan duit perusahaan Rp 60 miliar. Adapun, uang itu merupakan hasil usaha PT Mitra Cipta Agro, perusahaan yang dikelola istri Rahmady dan Wijanto. “Itu pemutarbalikan fakta. Seolah uang tersebut milik kita, padahal uang perusahaan yang digelapkan,” kata Rahmady saat dihubungi pada Jumat, 10 Mei 2024.
Rahmady sebelumnya mengklaim tak memiliki harga kekayaan hingga Rp 60 miliar seperti tuduhan Andreas. “Saya sudah pensiun kalau punya harga segitu,” katanya.
Rahmady mencurigai laporan itu didasarkan atas tidak dicabutnya laporan polisi terhadap Wijanto yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan cara menggelapkan harga perusahaan PT Mitra Cipta Agro. Perusahaan ini dikelola oleh Wijanto dan istri Rahmady sejak 2017 hingga 2023.
Kepala Bea Cukai Purwakarta itu bercerita istrinya melaporkan Wijanto berdasarkan hasil audit internal perusahaan pada Desember 2023. Dalam laporan itu, Wijanto diduga menyalahgunakan uang perusahaan sebesar Rp 60 miliar untuk membeli villa di Bali, ruko di Serpong, rumah di Puri Kembangan, mobil senilai miliaran rupiah, senjata api, dan sebagainya.
Rahmady menyebut dirinya pernah disomasi oleh Wijanto melalui pengacara pada Maret 2024 untuk melobi istrinya agar mencabut laporan polisi itu. Rahmady pun sempat menemui pengacara itu secara langsung untuk meminta alasan pencabutan laporan TPPU ini.