Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI Jakarta mayat Ir. Nurdin Koto, 35 tahun, ditemukan terpotong-potong di Kali Krasak. Bekas karyawan pabrik terigu PT Bogasari di Tanjungpriok ini didapati telah terpotong tujuh pertengahan bulan lalu. Dan tersangka pembunuhnya, Tgs, tertangkap hampir 3 minggu kemudian. Ketika pihak kepolisian sedang sibuk-sibuknya mencari si tersangka pembunuh Nurdin Koto, di Medan Low Ek Mong alias Lukman, 39 tahun, mati terbunuh 4 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tubuh Lukman hanya ditemukan dalam bentuk daging yang telah dicincang dan direbus, siap untuk disuguhkan sebagai makanan ternak babi. Koresponden TEMPO di Medan menuturkan kisah pembunuhan itu sebagai berikut:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lukman meninggalkan rumahnya di tempat isteri pertamanya Chan Mei Ing, 3 Juni sekitar jam 14.00. Biasanya jika ia hendak pergi ke suatu tempat ia selalu mengatakannya kepada Mei Ing. Lebih-lebih jika ia hendak menginap di rumah isteri mudanya (Chan Hun Ing -- 26 tahun) yang adalah adik kandung isteri pertamanya. Tapi sampai Minggu sore lelaki itu belum juga pulang ke rumah Mei Ing di Lorong XIV Tanjung Mulia, Pulau Berayan Medan.
Isteri tuanya ini curiga. Karena itu ia segera menyusul sang suami ke peternakan mereka yang tak begitu jauh letaknya dari rumahnya. Di dekat tempat peternakan ini juga terdapat rumah isteri muda Lukman. Di tempat peternakan itu Mei Ing menjumpai Satimin, 19 tahun, buruh yang bekerja di peternakan babi usaha Lukman. "Ia keluar setelah memberi makan babi pada jam 6 tadi," jawab Satimin ketika Mei Ing menanyakan suaminya.
Satimin tenang saja. Mei Ing sempat melihat dapur tempat memasak makanan babi, apinya tak begitu menyala. "Saya suruh Satimin menambah kayu, tapi katanya tak perlu sebab babi-babi baru saja diberi makan," tutur Mei Ing kemudian. Darah di Dedak Pergi dari peternakan itu Mei Ing menghubungi kawan-kawan suaminya, kalau-kalau ada yang tahu. Tapi tak seorangpun. Dan ketika gelisah memikirkan sang suami, fikirannya malam itu kembali ke tempat peternakan yang dikunjunginya tadi.
Ada sesuatu yang mencurigakan dan tiba-tiba saja amat terkesan di hatinya. Tak ada jalan lain, ia harus mengungkapkan kecurigaan itu kepada polisi. Dan benar. Dari hasil penyelidikan polisi 6 Juni lalu, terungkaplah di mana Lukman sekarang. Ia telah dibunuh pada Minggu malam 4 Juni, sekitar jam 23.00 di tempat peternakan babinya sendiri.
Petunjuk pertama yang ditemukan polisi adalah ceceran darah di antara dedak yang disediakan untuk makanan babi di peternakan itu. Dari Satimin, setelah ditangkap diketahui, pembunuh Lukman adalah A Kiong, adik ipar Lukman, yaitu adik kandung kedua isterinya. "Inilah pembunuhan paling biadab yang pernah terjadi di Medan," kata Kolonel Polisi Darwo Soegondo, Dantabes Medan.
Mula-mula kepala Lukman dipukul dengan kampak sampai ia pingsan. Lalu tubuhnya dicincang, juga dengan kampak. Kemudian direbus bercampur makanan babi. Ketika polisi mendatangi peternakan itu pertama kali, daging Lukman yang sudah direbus tapi belum sempat diberikan kepada binatang ternak di sana tinggal 4 kg lagi. Tulang punggung dan kepala almarhum kedapatan sedang dibakar di tungku. Sedang tulang paha, jari, tulang lengan masih berserakan. "Kalau 5 menit lagi kami terlambat datang, alamat jejak pembunuhan ini lenyap," kata Darwo Soegondo.
Sebab, babi-babi yang jumlahnya 115 ekor itu akan diberi makan antara jam 17.00 hingga 18.00. Sedangkan anak buah Darwo Soegondo datang beberapa menit sebelum jam makan itu. Sisa-sisa tubuh Lukman tadi kemudian diserahkan kepada keluarganya Jumat lalu untuk dikebumikan setelah diperiksa RSUP Medan. Kalau Tutup Mulut Selain A Kiong (27 tahun), juga Satimin dan isteri kedua Lukman ditahan polisi.
Menyusul kemudian Eng Bo, tetangga di dekat peternakan, Chan Chin Hwa, Chan Chin Kok alias A Kok dan Chan Chin Whan saudara-saudara A Kiong. Menurut pihak kepolisian mereka itu turut merencanakan membunuh Lukman. Sementara itu menurut pengakuan Satimin, setelah A Kiong mengampak kepala Lukman, ia diancam akan dibunuh jika melaporkan kejadian itu. "Tetapi kalau tutup mulut kau akan kuberi uang Rp 50.000 dari hasil penjualan Honda," kata A Kong kepada Satimin.
Sepeda motor Honda milik Lukman itu siap dijualkan A Kong ketika ia keburu dibekuk polisi sehari setelah ia menghabisi nyawa abang iparnya. Sepeda motor ini, berikut kampak dan pisau disita pihak kepolisian sebagai barang bukti. Menurut hasil pemeriksaan sementara, A Kiong dan saudara-saudaranya berbuat senekad itu karena menaruh dendam terhadap abang iparnya itu.
Suatu hari antara Lukman dengan A Kiong pernah terjadi pertengkaran. Almarhum mengatakan A Kiong dan saudara-saudaranya malas bekerja di peternakan. "Kita seperti memelihara 3 akong (kakek) saja, adik-adikmu cuma mau makan tapi tak mau kerja," kata Lukman kepada isteri pertamanya Mei Ing suatu hari.
Pertengkaran itu sudah lama terjadi dan sudah didamaikan mertua Lukman, Chan Chin Liong, 65 tahun. Menurut Mei Ing, ketiga adiknya yang tak disenangi Lukman itu adalah A liong, A Hua dan A Kok. "Tapi kalau mereka masih juga dendam dan sampai hati berbuat begitu, saya tidak mengerti. Betul. Saya tidak mengerti," kata Mei Ing.
Dari perkawinannya dengan wanita ini Lukman memperoleh 6 orang anak yang masih kecil-kecil pula. Chan Hun Ing menjadi isteri kedua Lukman sejak 8 tahun lalu setelah diketahui hamil karena perbuatan abang iparnya itu. Lukman ketika itu sempat ditahan polisi. Tapi karena Mei Ing begitu cinta pada Lukman, akhirnya ia mengizinkan suaminya itu kawin dengan adik kandungnya sendiri.
Menurut Mei Ing tak mungkin adik-adiknya itu membunuh karena ingin mendapatkan harta Lukman. "Almarhum juga punya anak-anak, apakah dengan membunuh Lukman mereka bisa merebut hartanya?" tanya Mei Ing. Tapi menurut mertua perempuan Lukman, Liau Kui Lan, 50 tahun, anaknya yang bernama A Kiong pernah menganggur, lalu menjadi penarik beca.
Japikir & Senti Almarhum Lukman alias Ek Mong selain memiliki peternakan babi di Kampung Tanjung Mulia juga membuka sebuah pabrik pengolahan tahu dan tauki, kulit tahu yang dikeringkan. Karena mertuanya tak punya rumah, untuk isteri keduanya, mertua dan adik-adik iparnya ia menyewa sebuah rumah di dekat usahanya itu.
Kemudian baru ia berhasil membangun rumah sendiri untuk mereka, juga di dekat usaha peternakan itu. Sejak itu hubungan almarhum dengan adik-adik isterinya mulai renggang dan kerap terjadi percekcokan. Sampai terjadi penjagalan itu. Kejadian yang menimpa keluarga Mei Ing adalah tragedi kedua yang cukup mengerikan di Sumatera Utara.
Sebelumnya adalah apa yang dilakukan Japikir Sinaga di Kampung Jawa Pematang Siantar. Japikir membunuh kekasihnya, Senti br Butar-butar di sebuah kebun kelapa sawit. Setelah itu daging Senti dibawanya pulang, digulai dan dimakannya. Gara-gara pembunuhan di peternakan babi Tanjung Mulia itu, sampai Senen lalu suasana pasaran daging babi di beberapa tempat pemotongan hewan Medan menjadi sepi.
Beberapa pedagang daging babi di Proyek C Pusat Pasar dan di Pasar Sambu Medan mengeluh. "Pembeli sangsi," kata seorang pedagang "mereka bertanya dulu, babi dari mana, sebelum membeli." Tapi para penjual daging tak kehabisan akal "Babinya dari Deli Tua." Para pembeli daging babi memang ragu, jangan-jangan babi itu berasal dari peternakan Lukman yang selama ini memang dikenal sebagai peternak babi. Tapi menurut sumber TEMPO, sejak kejadian itu, tak ada babi Lukman yang terjual.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Lukman, Disela-sela Makanan Babi"