Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pembunuhan Vina: Ada Dugaan Salah Tangkap, Bagaimana Risikonya bagi Kepolisian?

Salah satu terpidana kasus pembunuhan Vina yang sudah bebas, Saka Tatal mengaku mendapatkan perlakuan yang sewenang-wenang dari pihak kepolisian.

24 Mei 2024 | 10.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu terduga pelaku pembunuhan Vina yang sudah bebas, Saka Tatal mengaku mendapatkan perlakuan yang sewenang-wenang dari pihak kepolisian berupa penyiksaaan untuk mengakui perbuatan tindak pidana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LPSK sendiri mengatakan siap memberikan dukungan, apabila Saka Talal mengajukan permintaan perlindungan kepada lembaga tersebut. Berdasarkan keterangan di berbagai media ia mengaku menjadi korban salah tangkap dari pihak kepolisian atas kasus pembunuhan Vina.

Korban Salah Tangkap Itu Apa?

Korban salah tangkap berdasarkan definisi dari Hukum Online adalah korban yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan, dimana korban salah tangkap dapat melakukan penuntutan terhadao negara berupa ganti rugi dan rehabilitasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Korban salah tangkap tentunya merupakan pelanggaran hak asasi manuisia dan masuk ke dalam kejahatan yang serius dikarenakan si korban kehilangan hak hidup, hak pemilikan, hak memelihara kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan, dan hak ilmu pengetahuan.

Negara wajib memberikan ganti rugi dan rehabilitasi yang sesuai dengan sistem civil law. Negara berhak memberi tanggung yang dituangkan dalam bentuk ganti rugi dan rehabilitasi yang dalam praktiknya merugikan korban. Pasal 1 ayat 22 dan 23 menjelaskan makna ganti kerugian dan rehabilitasi.

  • Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang
    berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa
    alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
    hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
  • Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan,
    kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan
    atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
    berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
    diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini

Pasal 95 dan pasal 97 KUHAP, korban berhak menuntut ganti rugi maupun rehabilitasi karena salah tangkap dengan catatan makna berhak yang dimaksud apabila korban tidak menuntut ganti rugi.

Bentuk ganti rugi bagi korban peradilan sesat dapat berupa imbalan sejumlah uang. Ketentuan mengenai ganti rugi bagi korban salah tangkap tertuang dalam PP No.27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP yang telah diubah menjadi PP No.58 Tahun 2010 dimana tertuang dalam pasal 9 mengenai rincian biaya yang harus diganti negara kepada korban peradilan sesat.

  1. Besaran ganti rugi korban salah tangkap/korban peradilan sesat paling sedikit Rp 500.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.
  2. Besaran ganti rugi korban salah tangkap/korban peradilan sesat yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan paling sedikit Rp 25.000.000 dan paling banyak RP 300.000.000.
  3. Besaran ganti rugi korban salah tangkap/korban peradilan sesat yang mengakibatkan mati, paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 600.000.000.

Jangka waktu penggantian rugi kepada korban juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No.92 Tahun 2015, dikutip dari pasal 11, Menteri Keuangan berhak melakukan pembayaran ganti rugi dalam jangka waktu 14 hari kerja sejak tanggal permohonan diajukan.

Sementara pada UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia di pasal 13, disebutkan bahwa kepolisian bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana peraturan perundang-undangan lainnya. 

Sementara Perkapolri No.14 Tahun 2011 yang mengatur kode etik profesi kepolisian dimana melarang polisi dengan poin-poin tertuang akan dikenakan sanksi pelanggaran kode etik dan dapat juga dikenakan sanksi pidana pasal 422 KUHP yang berbunyi:

Seorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan, maupun untuk mendapatkan keterangan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.Sehingga dapat disimpulkan bagi pihak kepolisian yang didapati melalukan pelanggaran akan berpotensial berisiko mendapatkan sanksi yang akan diputuskan melalui Sidang KKEP (Komisi Kode Etik Polri) dan kurungan paling lama selama empat tahun.

ANTARANEWS | KATA DATA | HUKUM ONLINE
Pilihan editor Pegi, Buronan Pembunuh Vina dan Eky Mengganti Namanya Jadi Robi

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus