Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat keamanan siber dari Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menilai Kementerian Dalam Negeri buang badan atas maraknya jual beli NIK dan KK di media sosial. "Jangan menganggap pihak lain yang mungkin bocor, tapi menolak dirinya mungkin juga bocor," kata Heru kepada Tempo, Rabu, 31 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh, sebelumnya meyakini bahwa tak terjadi kebocoran data dari internal kementerian, menyusul viralnya jual beli data Nomor Induk Kependudukan dan kartu Keluarga di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Heru mengatakan Kementerian Dalam Negeri pun berpotensi mengalami kebocoran data. Misalnya, hingga kini data center data kependudukan nasional tidak diketahui secara pasti. Selain itu, Heru juga mengingatkan kembali kasus e-KTP tercecer.
Kemudian kasus Biomorf (sistem perekaman data biometrik penduduk) yang tak jelas akhirnya seperti apa lantaran tak diketahui siapa yang memegang data sidik jari penduduk. Heru juga menyinggung kebijakan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang membuka akses data penduduk ke swasta.
"Apa pentingnya coba? Kan KTP kita dengan reader (perangkat pembaca E-KTP) bisa dibaca tanpa perlu membuka akses ke Dukcapil. Ini seperti membuka bukan cuma back door tapi front door," ujarnya.
Meksi begitu, Heru tak menampik bahwa pemulung data pribadi juga bisa muncul dari mana saja. Misalnya, platform pinjaman online yang bisa mengambil data kontak, GPS, kamera, dan lainnya. Padahal, sudah ada aturan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik.