Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Penjelasan Akademisi soal Tidak Boleh Ada Penguasaan di Area Pagar Laut Tangerang

Penerbitan sertifikat hak guna di area pagar laut dinilai pelanggaran hukum yang luar biasa.

29 Januari 2025 | 16.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas kepolisian dari Dirpolairud Polda Metro Jaya tengah mengikatkan tali ke batangan bambu yang digunakan untuk mengkaveling laut di lepas pantai Desa Kramat, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten. TEMPO/Nandito Putra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pagar laut Tangerang menjadi sorotan sejumlah akademisi. Mereka menyebut bahwa area tersebut tidak dapat disertifikasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Yonvitner mengatakan, sebagaimana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, tidak diperkenankan adanya penerbitan sertifikat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menegaskan, dalam aturan tersebut secara eksplisit telah diatur bahwa di wilayah pesisir atau di wilayah yang masih merupakan ruang perairan tidak diperbolehkan untuk dilakukan sertifikasi. "Kalau ada sertifikasi, ini adalah proses yang tidak normal," kata Yonvitner saat dihubungi, Rabu, 29 Januari 2025.

Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mahfud Md juga mengatakan hal serupa. Ia menjelaskan, penerbitan sertifikat hak guna di area pagar laut merupakan pelanggaran hukum yang luar biasa.

Menurut Mahfud, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VII/2010 dan Undang-Undang tentang Wilayah Pesisir telah mengatur ihwal pelarangan sertifikasi di wilayah ruang laut. "Ini perampokan terhadap kekayaan negara dan sumber daya alam yang dilindungi," kata dia.

Mahfud meminta agar lembaga penegak hukum segera bertindak untuk menelusuri unsur tindak pidana dalam penerbitan sertifikat ini. Alasannya, ia hakul yakin penerbitan sertifikat yang dilakukan bukan merupakan kekeliruan.

Sebab, menurut dia, jumlah sertifikat yang diterbitkan cenderung banyak, sehingga mustahil terdapat kekeliruan dalam proses pengajuan atau penerbitannya. "Apalagi sudah dikavling. Ini artinya sudah ada niat jahat," katanya.

Pada 20, Januari lalu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid, membenarkan bahwa ada HGB di laut. 

Dari 263 sertifikat yang terbit, 234 bidang tanah dalam bentuk sertifikat HGB dikuasai oleh PT Intan Agung Makmur, 20 bidang tanah sertifikat HGB dikuasai PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 lainnya dikuasai atas nama perseorangan.

Menurut dia, area yang diterbitkan sertifikat HGB dan SHM tidak diperkenankan menjadi kepemilikan, sehingga sertifikat HGB dan SHM yang telah diterbitkan dianggap cacat prosedur dan cacat material.

Nusron memastikan lembaganya akan melakukan pencabutan terhadap sertifikasi tersebut sebagaimana aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021. 

“Selama belum berusia lima tahun, Kementerian memiliki kewenangan untuk mencabut atau membatalkan tanpa proses dan perintah pengadilan,” ujar politikus Partai Golkar itu.

Andi Adam Faturahman

Andi Adam Faturahman

Berkarier di Tempo sejak 2022. Alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mpu Tantular, Jakarta, ini menulis laporan-laporan isu hukum, politik dan kesejahteraan rakyat. Aktif menjadi anggota Aliansi Jurnalis Independen

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus