Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pagar laut Tangerang menjadi sorotan sejumlah akademisi. Mereka menyebut bahwa area tersebut tidak dapat disertifikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Yonvitner mengatakan, sebagaimana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, tidak diperkenankan adanya penerbitan sertifikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menegaskan, dalam aturan tersebut secara eksplisit telah diatur bahwa di wilayah pesisir atau di wilayah yang masih merupakan ruang perairan tidak diperbolehkan untuk dilakukan sertifikasi. "Kalau ada sertifikasi, ini adalah proses yang tidak normal," kata Yonvitner saat dihubungi, Rabu, 29 Januari 2025.
Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mahfud Md juga mengatakan hal serupa. Ia menjelaskan, penerbitan sertifikat hak guna di area pagar laut merupakan pelanggaran hukum yang luar biasa.
Menurut Mahfud, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VII/2010 dan Undang-Undang tentang Wilayah Pesisir telah mengatur ihwal pelarangan sertifikasi di wilayah ruang laut. "Ini perampokan terhadap kekayaan negara dan sumber daya alam yang dilindungi," kata dia.
Mahfud meminta agar lembaga penegak hukum segera bertindak untuk menelusuri unsur tindak pidana dalam penerbitan sertifikat ini. Alasannya, ia hakul yakin penerbitan sertifikat yang dilakukan bukan merupakan kekeliruan.
Sebab, menurut dia, jumlah sertifikat yang diterbitkan cenderung banyak, sehingga mustahil terdapat kekeliruan dalam proses pengajuan atau penerbitannya. "Apalagi sudah dikavling. Ini artinya sudah ada niat jahat," katanya.
Pada 20, Januari lalu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid, membenarkan bahwa ada HGB di laut.
Dari 263 sertifikat yang terbit, 234 bidang tanah dalam bentuk sertifikat HGB dikuasai oleh PT Intan Agung Makmur, 20 bidang tanah sertifikat HGB dikuasai PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 lainnya dikuasai atas nama perseorangan.
Menurut dia, area yang diterbitkan sertifikat HGB dan SHM tidak diperkenankan menjadi kepemilikan, sehingga sertifikat HGB dan SHM yang telah diterbitkan dianggap cacat prosedur dan cacat material.
Nusron memastikan lembaganya akan melakukan pencabutan terhadap sertifikasi tersebut sebagaimana aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021.
“Selama belum berusia lima tahun, Kementerian memiliki kewenangan untuk mencabut atau membatalkan tanpa proses dan perintah pengadilan,” ujar politikus Partai Golkar itu.
Pilihan Editor: Bantuan Sosial Penopang Kepuasan Publik 100 Hari Kabinet Prabowo