Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Pegawai Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan bakal ada 60 tenaga kerja honorer di lembaga itu yang terancam dipecat. Ancaman pemutusan hubungan kerja itu merupakan imbas pemotongan anggaran LPSK dari Rp 229,9 miliar menjadi Rp 122,2 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Ikatan Pegawai LPSK Tommy Permana menjelaskan, anggara tersisa itu sebenarnya juga berdampak terhadap layanan perlindungan saksi dan korban. Dari Rp 107 miliar, kata Tommy, 40 persen sudah terpakai untuk belanja pegawai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Angka Rp 107 miliar itu bukan sepenuhnya untuk program perlindungan, melainkan termasuk di dalamnya belanja pegawai, operasional perkantoran dan lain sebagainya,” kata Tommy melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 17 Februari 2025.
Berdasarkan pengurangan anggaran tersebut, Tommy khawatir pegawai honorer yang berjumlah 60 orang terancam dipecat. Dia mengatakan ancaman pemecatan itu kini menjadi pembicaraan di lingkup internal para pegawai.
Tommy mengatakan, berdasarkan pagu anggaran yang telah disusun, tenaga honorer masuk dalam kategori belanja barang dan jasa. Dalam hal ini, dia melanjutkan, akun barang dan jasa merupakan salah satu nomenklatur anggaran yang menjadi sasaran pemangkasan.
“Jadi PHK terhadap teman-teman honorer itu di depan mata dan menimbulkan keresahan. Apalagi, jika hal itu menjadi jalan pintas di lingkungan internal guna mendukung efisiensi anggaran,” kata Tommy.
Ancaman pemecatan tenaga honorer ini sempat diutarakan pegawai LPSK saat berdemonstrasi di depan kantor mereka pada Senin, 10 Februari 2025 lalu. Menanggapi kekhawatiran itu, Ketua LPSK Brigadir Jenderal Purnawirawan Achmadi mengatakan masih mengkaji dampak pemotongan anggaran itu terhadap kinerja lembaganya.
Achmadi tidak menjawab secara tegas apakah akan memberlakukan pemecatan terhadap tenaga honorer di LPSK, “Ini masih kami pelajari. Semua aspirasi pegawai dan kekhawatiran mereka nanti akan saya bahas bersama pimpinan lainnya," ujar Achmadi.
Menurut dia, dengan anggaran yang berkurang lebih dari setengahnya, perlindungan terhadap saksi dan korban tidak boleh terganggu. Dia mengatakan harus ada yang dikorbankan imbas kebijakan pemotongan anggaran tersebut.
"Efisiensi itu perintah presiden dan tidak bisa kami tolak, tetapi saya tegaskan bahwa perlindungan saksi dan korban harus tetap jalan," katanya.
Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XIII pada Kamis pekan lalu, LPSK, mengajukan rekonstruksi anggaran sebesar Rp 122.220.952.000 kepada DPR. Angka itu diperoleh berdasarkan pertemuan antara LPSK dan Direktorat Bidang Kesejahteraan Sosial Ditjen Anggaran Kemenkeu pada 11 Februari lalu.
Adapun rekonstruksi pagu terdiri dari anggaran belanja barang sebesar Rp 107.265.986.000 dan belanja modal sebesar Rp 14.954.966.000. Sehingga disimpulkan bahwa anggaran efektif yang dapat digunakan LPSK pada tahun ini sebesar Rp 107.698.403.000.
Anggaran itu dialokasikan untuk sejumlah kepentingan, yakni program penegakan dan pelayanan hukum yang terdiri dari kegiatan penerimaan, penelaahan, dan investasi permohonan serta kegiatan perlindungan dan pemenuhan hak saksi dan korban dengan total sebesar Rp 32.785.717.000.
Anggaran setelah pemotongan juga digunakan untuk program dukungan manajemen yang terdiri dari kegiatan penyelenggaraan layanan hukum, kehumasan, protokol, dan penyusunan peraturan serta kegiatan penyelenggaraan pengelolaan anggaran, sumber daya manusia, organisasi dan tata laksana, sarana dan prasarana, tata usaha, serta pengawasan intern dengan total sebesar Rp 74.912.686.000.
Achmadi mengatakan LPSK juga melakukan sejumlah upaya untuk mengakali efisiensi. Misalnya melalui pembatasan perjalanan dinas dan menerapkan sistem kerja dari mana saja atau work from anywhere (WFA) pada hari tertentu,
“Intinya kami tetap fokus terhadap pemberian perlindungan saksi dan korban dengan sepenuh hati,” ujar Achmadi.
Pemangkasan anggaran tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 yang dikeluarkan pada 24 Januari 2025 tentang Efisiensi Belanja K/L dalam Pelaksanaan APBN TA 2025.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah memerintahkan kementerian/lembaga dan kepala daerah untuk berhemat. Perintah berhemat itu dituangkan lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Inpres tersebut diteken oleh Prabowo pada 22 Januari 2025.
Dalam instruksi tersebut, Prabowo memangkas anggaran belanja negara tahun anggaran 2025 sebesar Rp 306,6 triliun yang terdiri atas anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 256,1 triliun, dan anggaran transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun.
Pilihan Editor: Pegawai LPSK Gelar Unjuk Rasa Protes Pemangkasan Anggaran