Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Perkenalkan: Sam Dan Bisnisnya

Suatu cara penyelundupan barang-barang impor melalui fasilitas diplomatik di jakarta yang dilakukan sam terbongkar tim 902. barang impor apa saja masuk tanpa bea masuk. misalnya, alat-alat olah raga golf.

24 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAM bukan importir. Setidaknya ia bukan anggota organisasi importir resmi. Berumur sekitar 35 tahun, tampangnya cukup meyakinkan sebagai pengusaha. Gagah lagi dendi. Pergaulannya luas. Yang penting, seperti juga SAM-SAM lain yang entah berapa jumlahnya, ia mudah mendapat kepercayaan dari beberapa diplomat perwakilan negara asing di Jakarta untuk melakukan suatu pekerjaan. Tak kurang dari 15 perwakilan negara asing, termasuk 40-an diplomat (di antaranya malah dutabesarnya sendiri), pernah 'memakai' SAM. Yaitu: menugasi SAM untuk mencari pembeli barang yang akan diimpor melalui fasilitas diplomatik. Ternyata peminat banyak. Betapa tidak. Dengan fasilitas diplomatik orang dapat mengimpor barang tanpa dikenai bea masuk. Malah, dengan berlindung di balik topeng diplomatik, barang apapun dapat masuk ke Indonesia tanpa dipelototi mata petugas bea & cukai. Ditoleh pun mungkin tidak. Dengan begitu, tak aneh bila sering terjadi penyelewengan yang lebih hebat: isi kiriman tak sesuai dengan surat pemberitahuan barang. Bagi sebagian anggota CD (corps diplomatik) di sini pun perihal jual-beli fasilitas tak asing lagi. Sekedar menambah penghasilan di negeri orang. Lewat orang semacam SAM, sebuah surat fasilitas dapat laku dijual mulai dari ratusan ribu rupiah sampai Rp 6 juta Kontan. Harga tergantung dari 'keberanian' sang diplomat menyebutkan berapa peti atau koli barang kiriman yang dicantumkan dalam surat fasilitas. Dengan fasilitas yang dibeli dari anggota CD, baik eks negara Asia maupun Eropa, importir dapat bekerja tenang. Semuanya berjalan mulus. Sebab tak ada sepotong surat pun yang palsu. Termasuk dokumen dari Departemen Luar Negeri. Resmi. Paling-paling, pelanggarannya yang langsung, importir mengisi peti atau koli kiriman dengan barang lain ùlari yang disebutkan dalam surat pemberitahuan. Jika surat dari kedutaan menyebut kiriman itu berisi 'barang keperluan pribadi', maka importir nyatanya mengisi dengan barang yang laris di sini: tekstil, alat-alat elektronika sampai obat cina. Apapun isinya, toh petugas B & C tak perrlah mengutik-utik sesuatu kiriman yang dialamatkan ke suatu kedutaan besar atau Sekretariat Jenderal ASEAN. Kartu SAM Di samping fasilitas untuk memasukkan barang kelas personal effects, kesempatan untuk mendatangkan mobil pun dapat diperjualbelikan. Malah yang terakhir inilah yang selama ini laris (TEMPO, 19 Nopember). Itu juga kerja orang semacam SAM yaitu memperantai para diplomat dengan importir sini. Diplomat siapa dan dari perwakilan asing mana yang menjual fasilitas diplomatiknya? Mungkin tak akan pernah disiarkan. Sehab itu menyangkut pergaulan pemerintah Indonesia di mata internasional. Dan lagi jualbeli fasilitas begitu -- asal tak menyangkut barang yang dilaknat secara universil: narkotika, misalnya -- kabarnya memang biasa di negara mana saja. Untuk menambah uang saku sang diplomat. Mungkin juga dilakukan diplomat-diplomat Indonesia yang bertugas di luar negeri. Bagi pemerintah hal itu agaknya cukup dimengerti. 'Rahasia' beberapa perwakilan negara asing baru akan terbongkar jika orang semacam SAM bicara-di pengadilan sekalipun. Sebab, tampaknya, kartu SAM cukup bermutu: Jika ia Jlarus berhadapan dengan hakim, dapat saja ia menyeret-nyeret nama puluhan diplomat asing dari berbagai negara. Termasuk pejabat-pejabat penting Deplu. Semuanya akan diajak memikul tanggungjawab. SAM ditangkap oleh tim 902, bulan lalu, karena menyalahi kebiasaannya saja. Kerja terakhirnya ia tidak hanya menjual lepas fasilitas dari sesuatu perwakilan asing begitu saja. Kepada importir, yang mempergunakan fasilitas itu kemudian, SAM ada menitip sejumlah tongkat golf. Dari kasus tongkat golf itulah, setelah soal impor mobil, permainan CD dengan importir di sini mulai makin diketahui umum. Alat-Alat Golf Awal tahun 1977, oleh seorang bernama Subiyakto, SAM dikenalkan dengan tokoh AS. Kenalan barunya itu adalah Komisaris pada sebuah perusahaan yang memproduksi segala macam susu bayi. Ia juga Presiden Direktur PT PWN. Lewat PWN itulah AS, yang gemar main golf, berdagang juga alat-alat olahraga golf. Dua buah tokonya ada di pusat pertokoan di bilangan Kota (Jakarta). Juga bekerjasama dengan beberapa toko di Jakarta, dan Bogor. Saham Presdir ini dalam PWN, katanya, cuma 20% saja. Kepada AS, SAM menawarkan kebolehannya: Ia sanggup mendatangkan tongkat golf dari Singapura dengan harga murah dan .... legal! Tentu saja itu tawaran bisnis yang menarik. Tanpa minta keterangan lebih lengkap mengenai apa yang dimaksud dengan 'murah & legal', begitu ceritanya, AS langsung menerima tawaran AS. Bisnis antara SAM dan AS lancar. Berapa banyak tongkat golf yang sudah diimpor tak begitu jelas. Kabarnya baru mencapai nilai Rp 80 jutaan saja. AS tampaknya tak mengetahui bagaimana cara SAM mendatangkan tongkat golf untuknya. Setidaknya begitu yang diakuinya. Dengan bukti: PWN mempropagandakan barang dagangannya secara besar-besaran. Iklannya ada di pelbagai koran, majalah dan bioskop. "Kalau ia tahu barang yang dijualnya itu illegal, tentu tak akan dijualnya dengan bebas dan terbuka," kata Asad Umar Baridwan, pengacara AS dan SAM, dari kantor Adnan Buyung Nasution. Cara SAM mengimpor tongkat golf memang sederhana lika-likunya. Begini. Kepada importir yang membeli fasilitas diplomatik, yang diperantarainya sendiri, SAM menitip sejumlah tongkat golf. Katakanlah, dari 4 peti besar yang dikirim ¬ peti diisi tongkat golf titipan SAM. Tanpa kesulitan, biasanya, barangbarang itu lolos dari mata petugas. Yang diterima AS lazimnya sejumlah tongkat mewah, merek Honma, yang di pasaran sini laku di atas Rp 1 juta tiap set. Entah apa yang terjadi sebelumnya. Tiba-tiba saja, bulan September lalu, 13 buah peti besar beralamat dua kantor kedutaan asing di Jakarta dipelototi petugas B & C. Ini tak seperti biasanya. Keluar dari pabean terus diikuti. Seperti sudah diduga ke 13 peti itu tidak menuju alamat yang tercantum. Tapi berjalan jauh ke sebuah pondok kecil di tengah kebun luas di Pondok Labu. Kebun dan pondok itu ternyata milik AS. Selain tongkat golf, di sana, diturunkan juga barangbarang lain: tekstil, alat elektronika dan obat-obatan cina. Saat itulah tim 902 menggebrak penyelundupan. AS mengakui tongkat golf itu miliknya. Tapi barang-barang lain, katanya milik seorang bernama Eddy. AS dan SAM dikabarkan sempat kabur ke luar negeri. SAM baru menyerahkan diri, dijemput oleh Buyung Nasution SH dari Singapura, setelah mendapat jaminan akan diperlakukan dengan adil. Juga AS dijemput isterinya dari Singapura untuk menyerah. Keduanya kini ditahan, di sebuah kamar ber-AC di Wisma B & C, Jakarta Bypass. SAM pasrah sambil memegang kartunya. AS tampak menderita: ia merasa namanya jadi cemar. Apalagi tiba-tiba, secara sepihak, ia diberhentikan sebagai komisaris perusahaan susu tadi. Itu akan dituntutnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus