Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERNYATAAN Ansufri Idrus Sambo di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengundang wasangka di antara pentolan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI). Jumat dua pekan lalu, atas nama Presidium Aksi Bela Islam 212, Sambo mendatangi kantor Komisi di Jalan Latuharhari, Jakarta Pusat, bersama dua puluh pendukungnya.
Siang itu, Presidium mendapat mandat dari GNPF MUI untuk mengadukan tiga hal. Pertama, soal penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan. Kedua, soal penyerangan terhadap ahli telematika Hermansyah. Terakhir, soal kriminalisasi ulama. "Tapi mereka memasukkan poin keempat yang di luar jalur gerakan," kata anggota tim advokasi GNPF MUI, Kapitra Ampera, Jumat pekan lalu.
Pengaduan yang "diselundupkan" Sambo dan kawan-kawan adalah penolakan atas penetapan Hary Tanoesoedibjo sebagai tersangka. Menurut Sambo waktu itu, penetapan tersangka Hary bermuatan dendam politik. "Kami membela karena dia dikriminalisasi penguasa," ujar Sambo di Komnas HAM. "Selain itu, Pak Hary Tanoe banyak membantu pemberitaan."
Pada medio Juni lalu, Direktorat Pidana Siber Kepolisian RI menetapkan Hary Tanoesoedibjo, Ketua Umum Partai Perindo, sebagai tersangka. Bos MNC Group ini dituduh mengirimkan pesan bernada ancaman kepada Yulianto, Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus.
Dukungan Presidium 212 terhadap Hary Tanoe segera menjadi perbincangan di media sosial. Pelbagai meme berseliweran di lini masa. Di antaranya ada meme yang membandingkan sikap Presidium 212 yang anti terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tapi pro terhadap Hary Tanoe.
Olok-olok di media sosial rupanya mengusik para pentolan Gerakan Aksi Bela Islam, termasuk pendiri Front Pembela Islam, Rizieq Syihab. Dari tempat pelariannya di luar negeri, Rizieq-yang menjadi tersangka kasus dugaan pornografi-meminta anggota GNPF MUI di Jakarta "menyidang" Sambo. "Kami telah mencopot dia sebagai ketua presidium," kata Kapitra. Pengganti Sambo adalah juru bicara FPI, Slamet Maarif.
Sambo menolak berkomentar. Namun, dalam keterangan tertulis yang dikirim ke media pada Sabtu dua pekan lalu, Sambo meminta maaf karena memasukkan Hary Tanoe dalam tuntutan ke Komnas HAM. Hasri Harahap, yang ikut ke Komnas HAM dan menyerukan dukungan kepada Hary Tanoe, juga irit bicara. "Sudah saya serahkan semuanya kepada GNPF MUI," ucapnya. Hasri juga dicopot dari jabatannya sebagai sekretaris Presidium 212.
Sugito Atmo Prawiro, pengacara Rizieq, menuding ada main mata antara Hary Tanoe dan Sambo serta beberapa orang di Presidium 212. "Tidak mungkin ujug-ujug mendukung, apalagi sampai menikung gerakan, kalau tak ada apa-apanya," tuturnya.
Menurut Sugito, hingga satu hari menjelang pengaduan ke Komnas HAM, GNPF MUI hanya menyepakati tiga poin tuntutan. Perkara yang membelit Hary Tanoe tak pernah dibicarakan dalam forum. "Hary Tanoe tidak pernah menjadi bagian perjuangan kami," kata Sugito menirukan pesan Rizieq. "Jangan tunggangi gerakan alumni untuk kepentingan lain."
YULIANTO melaporkan pesan bernada ancaman itu ke polisi pada 28 Januari 2016. Cerita berawal dari dua pesan WhatsApp yang datang berselisih sehari pada bulan itu. Pesan pertama masuk ke akun WhatsApp Yulianto pada 5 Januari. Kala itu, tak ada nama pengirim pesan. Hanya ada logo Partai Perindo sebagai gambar profil. Yulianto pun menebak-nebak pengirimnya.
Tebakan Yulianto mengarah ke satu orang setelah ia menerima pesan ketiga pada 9 Januari. Berbeda dengan dua pesan sebelumnya, kali ini si pengirim menyinggung kasus dugaan korupsi pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) PT Mobile-8 Telecom Tbk yang ditangani kejaksaan.
Dari tujuh alinea pesan, petunjuk siapa pengirim WhatsApp ada di baris pertama. Bunyinya: "Saya sebenarnya tidak ada urusan dengan M8 karena ini urusan operasional yang merupakan tanggung jawab direksi." Terusan pesan itu, "Tapi karena penyidikannya dicoba diutak-atik diarahkan ke saya, maka saya coba mendalaminya."
Sejak awal 2015, Kejaksaan Agung memang sedang menyelidiki dugaan korupsi restitusi yang terjadi pada 2007-2008. Nama Hary Tanoesoedibjo sebagai komisaris sekaligus pemegang saham PT Mobile-8 terseret dalam perkara ini. Ia pernah diperiksa Kejaksaan Agung.
Yulianto semakin yakin bahwa pengirim pesan ini adalah Hary Tanoe setelah mengecek nomor tersebut ke beberapa rekannya. Mendapat sinyal dari Jaksa Agung M. Prasetyo, Yulianto-atas nama pribadi-melaporkan pesan bernada ancaman itu ke Markas Besar Polri.
Sepekan setelah laporan Yulianto masuk, tim Direktorat Tindak Pidana Siber Polri menggelar perkara. Hasilnya, mereka sepakat menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan. Polisi menerbitkan surat perintah penyidikan I pada 10 Februari 2016. Pada hari yang sama, polisi juga memeriksa Yulianto sebagai pelapor.
Setelah memeriksa ahli bahasa, telematika, dan pidana, polisi menetapkan Hary Tanoe sebagai tersangka. Namun pengumuman Hary sebagai tersangka justru meluncur pertama kali dari Jaksa Agung M. Prasetyo seusai salat Jumat, medio Juni lalu.
Prasetyo mengatakan Kejaksaan telah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) atas nama Hary Tanoesoedibjo tertanggal 15 Juni 2017. Adapun polisi baru mengumumkan status tersangka Hary sepekan setelah Prasetyo berbicara.
Polisi membidik Hary Tanoe dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menurut pasal ini, orang yang mengancam melalui saluran elektronik bisa dipidana maksimal 12 tahun penjara. Awal Juli lalu, polisi memeriksa Hary Tanoe sebagai tersangka dalam perkara pesan bernada ancaman ini.
Komisaris Besar Fadil Imran mengatakan indikasi ancaman dari pesan tersebut kuat. "Ahli bahasa yang kami datangkan sepakat bahwa pesan tersebut mengandung unsur ancaman," kata Direktur Tindak Pidana Siber Polri ini. Namun ia tidak mau menjelaskan detailnya.
Seorang polisi yang turut menangani kasus ini menuturkan, ada dua kalimat dari pesan Hary Tanoe kepada Yulianto yang bisa diartikan sebagai ancaman. Pertama: "Saya masuk ke politik antara lain mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang transaksional dan suka abuse of power." Kedua: "Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia akan dibersihkan dari hal-hal yang tidak sebagaimana mestinya." Hary Tanoe dua kali mengirim pesan senada ke Yulianto. "Karena berulang, kami yakin ada ancaman," ujarnya.
Hary Tanoe melawan balik. Akhir Juni lalu, dia mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Abdul Chair, saksi ahli pidana yang didatangkan Hary Tanoe, mengatakan "ancaman" seperti dimaksud Pasal 29 Undang-Undang ITE harus disertai perbuatan lain yang bersifat nyata. "Misalnya menakut-nakuti secara fisik atau ancaman kekerasan," kata pengajar Universitas Krisnadwipayana itu ketika bersaksi, Rabu dua pekan lalu.
Menurut Abdul Chair, "ancaman" dalam pasal tersebut tidak berdiri sendiri. Itu merupakan delik pidana yang berpasangan dengan kekerasan atau perbuatan melawan hukum seperti termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Senin pekan lalu, hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar menolak gugatan Hary Tanoe. "Penyidikan sudah sesuai dengan prosedur," ucap Cepi ketika membacakan putusan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia juga menyimpulkan polisi telah memiliki argumen kuat dengan melampirkan 59 alat bukti.
Bukti yang disodorkan polisi antara lain berupa kliping pemberitaan di Grup MNC, termasuk tautan di situs YouTube, mulai Desember 2015 sampai Februari 2016. Polisi menilai pemberitaan di MNC Group itu cenderung menyudutkan Yulianto dan Kejaksaan Agung.
Salah satunya berita di situs berita www.okezone.com, jaringan Grup MNC. Pada 1 Februari 2017, misalnya, okezone.com menulis berita berjudul "Kinerja Tak Becus, Yulianto Dilaporkan ke Jamwas Kejagung". Nah, polisi menganggap berita semacam ini mengintimidasi dan menggiring opini. "Motif mengancamnya kuat," kata seorang penyidik. Pemberitaan senada terus berulang ketika Hary Tanoe menjadi tersangka perkara pesan ancaman.
Berita seperti itu bukan muncul secara kebetulan. Tiga hari setelah Jaksa Agung M. Prasetyo "keceplosan" soal penetapan tersangka Hary Tanoe, seorang petinggi MNC Group mengumpulkan awak redaksi yang berkantor di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. "Petinggi ini minta agar redaksi menulis berita yang membela Hary Tanoe," ujar sumber di dalam Grup MNC.
Berita yang membela Hary Tanoe sumbernya tidak selalu tokoh penting. Beberapa pekan terakhir, kerap muncul berita dengan sumber orang biasa seperti tukang ojek atau penjual martabak. Mereka menyatakan kecewa terhadap penetapan Hary Tanoe sebagai tersangka.
Pemberitaan soal dukungan Ansufri Idrus Sambo dan Presidium 212 terhadap Hary Tanoe juga terus digeber. Berita semacam itu baru reda setelah GNPF MUI mengeluarkan pernyataan resmi. "Kami tidak tahu-menahu soal Hary Tanoe," kata Slamet Maarif, juru bicara FPI yang menggantikan Sambo.
Dukungan untuk Hary Tanoe juga sempat dilontarkan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Mulyadi P. Tamsir. Dalam satu kesempatan, kepada www.sindonews.com, Mulyadi menyebutkan penetapan tersangka Hary Tanoe merupakan bentuk kriminalisasi.
Belakangan, kader HMI di pelbagai daerah memprotes pernyataan Mulyadi. Ketika dimintai konfirmasi, Mulyadi menolak berkomentar. "Kalau soal Hary Tanoe, saya no comment," ujarnya Kamis pekan lalu. Dalam kesempatan berbeda, Mulyadi pernah mengatakan bahwa ucapannya dipelintir media massa.
Tempo berusaha meminta tanggapan Hary Tanoe melalui surat dan pesan pendek. Hary pun sempat menjanjikan akan menerima wawancara pada Selasa pekan lalu, setelah putusan praperadilan dibacakan. Namun, ketika Tempo menagih janji itu, Hary Tanoe tidak merespons lagi.
Adidharma Wicaksono, salah satu pengacara Hary Tanoe, mengatakan kliennya sedang tidak bisa diganggu. Meski begitu, kata dia, Hary menghormati putusan praperadilan. Adidharma pun membantah ada kesengajaan untuk mengarahkan opini publik lewat media Grup MNC. "Hal semacam itu tidak pernah ada," tuturnya. "Semuanya mengalir alami begitu saja."
Bagi polisi, putusan praperadilan menjadi suntikan bekal untuk segera merampungkan penyidikan. "Kami akan ngebut agar berkas bisa dikirim ke kejaksaan," kata Komisaris Besar Fadil Imran.
Syailendra Persada, Abdul Manan
Harry Tanoesoedibjo, Presiden Komisaris MNC Group: Saya Hanya Masyarakat Biasa
MARKAS Besar Kepolisian RI menetapkan bos MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, sebagai tersangka dugaan ancaman atas pesan yang dikirimkan kepada Yulianto, Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. Hary mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka ini, tapi ditolak.
Jumat dua pekan lalu, Hary Tanoe menjanjikan Tempo bisa mewawancarai dia. "Tunggu hari Selasa," kata Hary saat itu. "Percuma dipaksakan tidak banyak substansinya." Nyatanya, setelah kalah di praperadilan pada Senin pekan lalu, Hary Tanoe tidak membalas lagi pesan Tempo. Berikut ini penjelasan Hary Tanoe kepada wartawan setelah dia diperiksa di Markas Besar Polri pada 12 Juni dan 7 Juli lalu.
Apa sebenarnya maksud pesan yang Anda kirim ke Yulianto?
Saya hanya mengajak yang bersangkutan untuk membuktikan siapa yang profesional, siapa yang preman. Tidak lebih dari itu.
Dalam pesan itu juga disebut bahwa Anda ingin memberantas oknum-oknum. Apa maksudnya?
Kalimat itu juga bukan ancaman, bahwa disebutkan mau memberantas oknum-oknum. Ini sifatnya jamak, bukan tunggal ditujukan ke seseorang. Ungkapan seperti itu sudah sering saya sampaikan saat ke daerah-daerah ataupun penyampaian visi-misi partai. Karena ini memang tujuan saya berpolitik.
Polisi menetapkan Anda sebagai tersangka karena pesan itu bernada mengancam.…
Jika pesan singkat seperti itu membuat seseorang merasa terganggu mentalnya, maka harus dibuktikan secara medis, bukan hanya pengakuan.
Ada tudingan Anda ingin mengintervensi perkara Mobile-8 yang sedang ditangani Kejaksaan Agung.
Saya tidak punya kewenangan untuk intervensi. Saya hanya masyarakat biasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo