Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Universitas Gajah Mada, Najib Azca, menilai terbitnya Peraturan Presiden tentang tugas TNI dalam penanganan terorisme berpotensi menjadi kebijakan berlebihan yang sulit diubah kembali di masa depan. Hal itu ia sampaikan dalam diskusi daring Problematika Perpres Pelibatan TNI dalam Mengatasi Terorisme.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau ini sampai jadi Perpres, jelas ini produk hukum yang mengikat. Bisa menjadi dasar TNI terlibat dalam tindakan-tindakan kontra terorisme dan antiterorisme yang bermasalah dan tidak mudah untuk ditarik kembali atau irreversible,” kata Najib, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menilai dari sisi keamanan negara, kebijakan ini bisa dilihat sebagai jebakan non-demokratis baru yang dapat membuat komplikasi dalam upaya reformasi sektor tersebut. Najib juga mengiyakan pertanyaan peserta diskusi tentang Perpres TNI dalam menangani terorisme yang dirasa sebagai reaksi berlebihan terhadap ancaman terorisme dalam negeri.
Ia mencontohkan bagaimana di Aceh dan Poso, konflik yang seharusnya bisa ditangani dalam hitungan bulan berlanjut hingga bertahun-tahun. Najib mengatakan di akhir periode operasi keamanan cenderung ada peningkatan konflik karena reaksi yang berlebihan.
Ujungnya menjadi legitimasi untuk masa operasi militer diperpanjang. “Ada kemungkinan untuk menjadi kesempatan otonomi politik seperti yang terjadi di daerah-daerah konflik dulu, karena setiap operasi militer itu ada pihak yang diuntungkan,” kata Najib.
WINTANG WARASTRI