Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Perpres TNI Tangani Terorisme, Pengamat: Bisa Jadi Jebakan

Pengamat dari UGM menilai Perpres TNI yang bisa tangani terorisme berpotensi menjadi kebijakan berlebihan yang sulit diubah di masa depan.

16 Juli 2020 | 07.14 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah prajurit Taruna Akademi Militer melakukan selebrasi saat upacara Prasetya Perwira (Praspa) TNI-Polri 2020 secara virtual di lapangan Sapta Marga kompleks Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, Selasa 14 Juli 2020. Upacara Prasetya Perwira secara virtual dilaksanakan di lima tempat berbeda yaitu Akademi Militer di Magelang, Akademi Angkatan Laut di Surabaya, Akademi Angkatan Udara di Yogyakarta, Akademi Kepolisian di Semarang dan di Istana Negara Jakarta dengan inspektur upacara presiden RI Joko Widodo. ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Universitas Gajah Mada, Najib Azca, menilai terbitnya Peraturan Presiden tentang tugas TNI dalam penanganan terorisme berpotensi menjadi kebijakan berlebihan yang sulit diubah kembali di masa depanHal itu ia sampaikan dalam diskusi daring Problematika Perpres Pelibatan TNI dalam Mengatasi Terorisme.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau ini sampai jadi Perpres, jelas ini produk hukum yang mengikat. Bisa menjadi dasar TNI terlibat dalam tindakan-tindakan kontra terorisme dan antiterorisme yang bermasalah dan tidak mudah untuk ditarik kembali atau irreversible,” kata Najib, kemarin. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menilai dari sisi keamanan negara, kebijakan ini bisa dilihat sebagai jebakan non-demokratis baru yang dapat membuat komplikasi dalam upaya reformasi sektor tersebut. Najib juga mengiyakan pertanyaan peserta diskusi tentang Perpres TNI dalam menangani terorisme yang dirasa sebagai reaksi berlebihan terhadap ancaman terorisme dalam negeri.

Ia mencontohkan bagaimana di Aceh dan Poso, konflik yang seharusnya bisa ditangani dalam hitungan bulan berlanjut hingga bertahun-tahun. Najib mengatakan di akhir periode operasi keamanan cenderung ada peningkatan konflik karena reaksi yang berlebihan.

Ujungnya menjadi legitimasi untuk masa operasi militer diperpanjang. “Ada kemungkinan untuk menjadi kesempatan otonomi politik seperti yang terjadi di daerah-daerah konflik dulu, karena setiap operasi militer itu ada pihak yang diuntungkan,” kata Najib.

WINTANG WARASTRI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus