SIDI-SIDI di Pariaman dan para Datuk di lain daerah di
Minangkabau sana, menurut Pejabat KUA Sunatera Barat, penganut
poligami yang getol. Orang sana menyebut itu sebagai kebiasaan
turunn-temurun. Juga dibenarkan oleh hukum agama. Jadi bukan
keserakahan semata. Seorang bergelar Sidi di Pariaman bila
menerima pinangan fihak wanita, bisa berharga dua atau tiga
ringgit mas. Pasaran dapat lebih tinggi dan itu, bila laki-laki
tersebut tampak cerdas dan jago ngomong.
Tapi hari-hari ini, sejak UUP berlaku, kabarnya pasaran Para
Datuk dan Sidi jatuh. Tiga kwartal belum UUP (efektif 1
Oktober), angka pria yang kawin majemuk menakjubkan: 1082 orang
yang tercatat. Dan pada enam bulan terakhir ini cuma terdaftar 8
orang yang menambah isterinya. Itu angka resmi yang masuk.
Sebab, seperti kata Baharudin Buyung, Kepala KUA Payakumbuh,
sebenarnya ada angka lain yang tak tercatat. Itu mestinya dari
para pengantin yang menikah secara diam-diam. Baharudin, sebagai
pejabat negara, tentu bleh, menyebut yang menikah diam-diam itu
sebagai "kawin liar". Hal itu sedang dalam fikiran dan
penelitiannya. Juga sedang dipelajarinya, bagaimana dapat
menyelesaikan perkara yang begitu. "Sebab belum ada petunjuk
dari atasan, bagaimana kita harus menuntut poligami liar",
katanya.
Nah, apa sebetulnva kata UUP' mengenai poligami? Bolehkah? "Pada
azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh
mempunyai seorang isteri .... ", begitu bunyi pasal 3 (1) dengan
tambahan ayat bahwa poligami dibolehkan sejauh agama yang
bersangkutan membenarkan. Bagi yang ingin menduakan isteri atau
lebih mesti mendapat izin dari pengadilan. Caranya: ajukan dulu
permohonan dengan disertai alasan-alasan yang dapat meyakinkan
hakim bahwa yang bersangkutan memang perlu teman hidup selain
bini pertama. Hakim akan mempertimbangkan apakah isteri pertama
tidak berfungsi sebagai layaknya, adakah cacat badan atau
penyakit yang tak mungkin disembuhkan, atau isteri pertama itu
tak memberikan keturunan. Jika salah satu dari alasan itu masuk
dalam pertimbangan hakim, ada harapan permohonannya akan
dikabulkan. Harapan itu bakal menjadi kenyataan bila dalam
pemeriksaan hakim si pemohon dapat menjamin nafkah semua anak
isterinya dan berlaku adil kepada mereka. Serta satu hal yang
penting, si pemohon harus dapat kerelaan dan izin dari fihak
yang akan dimadu.
Cerai
Angka perceraian ternyata juga menurun. Di Aceh, umumnya,
gugatan perceraian (fasah) datang dari para isteri yang
menyatakan sudah terlalu lama ditinggalkan suami merantau tanpa
nafkah lahir dan batin. Agar isteri-isteri cepat memperoleh
status jandanya dan sempat membentuk rumahtangga baru, apalagi
sikap pengadilan jika tidak cepat meluluskan permohonan mereka?
Pengadilan Agama di Purwakarta, kabarnya, bersikap agak kaku
menjalankan UUP. Banyak calon-calon janda terlantar, tidak mudah
memperoleh status formil kejandaannya, karena sulitnya memenuhi
prosedur perceraian. Di samping biaya di luar kemampuan, juga
proses perceraian paling sedikit akan makan waktu 4 sampai 5
bulan.
Sebenarnya itu masih lumayan. Coba tengok perkara perceraian
bagi mereka yang tunduk hukum sipil. Perkara masih bisa beres di
bawah waktu setahun saja, itu sudah baik. Yang parah jika
permohonan isteri atau suami itu tidak selesai dalam peradilan
tingkat pertama.
Nyonya E, dari Bandung, sudah empat tahun ini menunggu
penyelesaian perkara perceraiannya yang tercantol di meja
banding Pengadilan Tinggi Bandung. Ia cemas dan gelisah. karena
niatnya untuk berumahtangga lagi dengan pria idaman
tertunda-tunda.
Pengadilan Agama di Bandung mengumumkan, sebelum UUP, setiap
bulan kantornya mengurus 200 perkara cerai. Sekarang paling
tinggi 60 buah, seperti yang dikatakan Moh. Sahib, Wakil Ketua
Pengadilan Agama Bandung. Namun di Sumatera Barat, walaupun
angkanya cenderung menurun terus, angka perceraian masih tetap
menyolok. Sebelum UUP bisa mencapai 1000 sampai 3000 per
kwartal. Kwartal terakhir, sejak UUP, angka memang turun menjadi
386 buah. Jumlah itu dari perkara perceraian yang sudah beres,
yakni yang sudah tercatat di Pengadilan Agama. Jadi bukan tak
mungkin masih ribuan lagi yang menjatuhkan talaq diam-diam, yang
lagi-lagi karena tradisi, jatuh begitu saja asal di muka dua
saksi.
Namun pada umumnya, begitu kata Direktur Urusan Agama Islam,
Djazuli, "UUP sebagai ikhtiar membatasi poligami dan perceraian,
sudah dapat dilihat hasilnya". Atau, seperti yang sering
diucapkan Menteri Agama, "sebagai pintu darurat", poligami &
perceraian "sudah digunakan orang secara semestinya", kata
Djazuli. Talaq tidak lagi berjatuhan di mana para suami mau.
Tidak juga dalat dikirim melalui bis-malam, sementara isteri
harus menerima dengan tabah di rumah. Karena menurut UUP, di
samping perceraian itu harus memenuhi syarat, juga "hanya dapat
dilakukan di depan sidan pengadilan".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini