Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian bakal meminta izin kepada keluarga aktivis HAM, Golfrid Siregar, untuk melakukan autopsi jenazah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Permintaan otopsi itu dilakukan untuk menindaklanjuti dugaan kejanggalan atas kematian Golfrid. "Pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP) dan korban sendiri, pihak kepolisian berupaya minta izin ke keluarga untuk autopsi," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra di kantornya, Jakarta Selatan, pada Selasa, 8 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, dari pemeriksaan lokasi kejadian, kata Asep, diketahui bahwa laptop dan ponsel milik Golfrid hilang. Karena itu, polisi akan melakukan pengembangan terkait peristiwa tersebut.
"Barang bawaan yang bersangkutan hilang diantaranya laptop dan HP dan sebagainya. Jadi itu menjadi sebuah bukti atau fakta di TKP yang terus kami kembangkan apa yang jadi penyebab utama yang bersangkutan meninggal," kata Asep.
Manajer Advokasi dan Kampanye WALHI Sumut Roy Lumbangaol menceritakan, Golfrid tak bisa dikontak sejak Rabu, 2 Oktober 2019. Kepada istrinya, Golfrid pamit pergi mengirimkan barang ke agen ekspedisi dan bertemu orang di kawasan Marendal, Medan. Namun, setelah itu ponsel Golfrid tak bisa lagi dihubungi.
Lalu, pada Kamis dini hari, 3 Oktober 2019, Golfrid ditemukan telah terkapar di jembatan layang Simpang Pos, Medan pada Kamis dini hari, 3 Oktober 2019. Tukang becak yang menemukannya membawa Golfrid ke RS Adam Malik.
Menurut Roy tempurung kepala kawannya itu hancur. Meski telah menjalani operasi di RSUP Adam Malik pada Jumat, 4 Oktober 2019, Golfrid akhirnya meninggal pada Ahad, 6 Oktober 2019 sore karena mengalami pendarahan hebat di bagian kepala.