Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar Polri mengabulkan permohonan diversi terhadap 10 anak diduga pelaku kerusuhan 22 Mei. Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara dari peradilan ke proses di luar peradilan pidana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Yang 10 anak berhadapan dengan hukum, saya sudah konfirmasi dengan penyidik. Awalnya ditolak. Tapi setelah disidang, diversinya dipenuhi," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra pada Jumat, 2 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, ke-10 anak tersebut masih berada di Balai Rehabilitas Sosial Anak Handayani, Bambu Apus, Jakarta Timur. Usai dikabulkannya permohonan diversi, mereka akan diserahkan kepada keluarga setelah masa rehabilitasi selesai.
Sementara untuk dugaan pemukulan yang dilakukan anggota kepolisian terhadap anak-anak tersebut, Asep berdalih Mabes Polri masih mengonfirmasi. Apakah kejadian kekerasan itu benar terjadi atau tidak. "Itu masih kami dalami," kata Asep.
Polisi dilaporkan menangkap puluhan anak ketika mengatasi Mei di Jakarta. Anak-anak ini kemudian dititipkan di balai rehabilitasi. Keluarga para anak sudah bolak-balik meminta polisi membebaskan mereka.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menduga adanya pelanggaran yang dilakukan oleh polisi dalam menangani anak berhadapan dengan hukum atau ABH terkait peristiwa tersebut 2019.
Staf pembela Hak Asasi Manusia (HAM) KontraS Andi Muhammad Rezaldy menyebut anak-anak yang ditangkap sepanjang kerusuhan 22 Mei itu diduga mengalami penyiksaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang. “Serta terhalangnya keluarga mendampingi ABH saat dilakukan pemeriksaan,” kata dia saat konferensi pers di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Jumat, 26 Juli 2019.