Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Praperadilan Eks Dirut Perum Jasa Tirta II Terhadap KPK Ditolak

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan penetapan Eks Dirut Perum Jasa Tirta II sebagai tersangka oleh KPK sudah sesuai prosedur.

22 Oktober 2019 | 18.06 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro keluar dari gedung KPK dengan memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan, di Jakarta, Senin, 30 September 2019. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Hakim tunggal Akhmad Jaini menolak gugatan praperadilan mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu disampaikan Akhmad dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 22 Oktober 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dalam perkara, menolak permohonan praperadilan pemohon seluruhnya," kata Akhmad.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Djoko sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi pengadaan jasa konsultasi di perusahaan penyedia air bersih milik negara tersebut. KPK menduga Djoko telah merugikan negara sebesar Rp 3,6 miliar.

Akhmad menjelaskan penetapan Djoko sebagai tersangka sudah tepat lantaran telah ada dua alat bukti yang cukup. Surat perintah penyidikan pun telah dikeluarkan dalam rangka proses peyidikan oleh KPK terkait kasus Djoko.

"Berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan ditetapkan pemohon (Djoko) sebagai tersangka melalui surat perintah penyidikan yang sah menurut hukum," ujar Akhmad.

Ditemui usai sidang, pengacara Djoko, Hasbullah, mengatakan pihaknya menghormati putusan hakim. Meski begitu, mereka tetap merasa kecewa dan menganggap putusan itu tidak logis lantaran belum ada perhitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Selain itu, ia juga mempersoalkan putusan hakim yang menyebut alat bukti sudah cukup.
"Dianggap berita acara keterangan sebagai alat bukti, padahal, waktu persidangan ahli dari kami maupun KPK menyatakan berita acara keterangan itu bukan sebagai alat bukti," tutur dia.

Dalam perkara ini, KPK menduga awalnya Djoko memerintahkan relokasi anggaran perusahaan saat diangkat menjadi direktur pada 2016. Djoko mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Strategi Korporat yang pada awalnya senilai Rp 2,8 miliar menjadi Rp 9,55 miliar.

"Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan baik dari unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku," kata juru bicara KPK Febri Diansyah7 Desember 2018.

Setelah revisi anggaran rampung, Djoko kemudian memerintahkan pelaksanaan pengadaan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andririni Yaktiningsasi sebagai penggarap proyek. Andririni turut ditetapkan sebagai tersangka kasus ini bersama Djoko.

Menurut KPK, dalam pelaksanaan dua kegiatan di perusahaan air yang bermarkas di Purwakarta itu Andririni menggunakan bendera perusahaan PT. Bandung Management Economic Center dan PT 2001 Pangripta. Namun, KPK menduga penunjukan perusahaan tersebut dilakukan lewat sejumlah manipulasi.

KPK menyangka nama-nama ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta. Peminjaman nama ahli tersebut dilakukan hanya untuk memenuhi administrasi lelang. Selain itu, KPK menduga pelaksanaan lelang dilakukan menggunakan rekayasa dan hanya formalitas dengan membuat penanggalan dokumen administrasi lelang secara mundur.

KPK menyatakan dari anggaran dalam kedua kegiatan itu realisasi penerimaan pembayaran hingga Desember 2017 hanya sebesar Rp 5,56 miliar. Dari jumlah itu, KPK menduga Andririni memperoleh keuntungan paling sedikit Rp 3,6 miliar.

ADAM PRIREZA | ROSSENO AJI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus