Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan telah memberikan pendampingan kepada Polda NTB dalam penanganan perkara tindak pidana pelecehan seksual fisik yang diduga dilakukan oleh seorang pria difabel di Mataram, NTB, pada Oktober 2024 lalu. Ketua KDD NTB, Joko Jumadi, memastikan proses hukum terhadap tersangka IWAS alias Agus terus berjalan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karena memang kedudukan disabilitas pun sama di mata hukum,” tutur Joko dalam konferensi pers yang dilihat dari akun Instagram resmi Polda NTB, pada Selasa, 3 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menegaskan kemungkinan seorang penyandang disabilitas menjadi pelaku tindak pidana tetap ada. “Dalam kasus ini, apakah tersangka itu memang memiliki kemampuan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 6 (huruf) c Undang-Undang TPKS, memang mampu,” ucap Joko.
Joko menjelaskan hal tersebut dapat dibuktikan karena meski tak memiliki kedua lengan, tersangka Agus tetap bisa melakukan berbagai aktivitas fisik. “Dia bisa naik motor sendiri, makan sendiri, bisa main band, main musik, bahkan termasuk menyelam,” tutur Joko.
Adapun Ketua KDD Provinsi NTB itu menekankan hak-hak tersangka tetap harus terpenuhi, bahkan hingga tahap persidangan nanti. “Selanjutnya proses yang kita lakukan adalah bagaimana hak-hak si tersangka ini tetap terpenuhi, selama proses ini sampai di pengadilan. Nanti pengadilan yang akan memutus,” kata Joko.
“Yang penting hak prosedural yang diatur di dalam undang-undang maupun di dalam PP (Peraturan Pemerintah) bagi tersangka itu dipenuhi,” ujar dia.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) mengatakan penetapan tersangka terhadap seorang pria difabel dalam perkara tindak pidana pelecehan seksual dilakukan setelah kepolisian melakukan berbagai tahapan proses penyelidikan sesuai ketentuan yang berlaku.
Polisi menyebut dalam keterangannya, korban mengaku diancam dan dimanipulasi sehingga dia terpaksa melakukan hubungan seksual dengan tersangka. Pelaku, kata kepolisian, melakukan tipu muslihat dan mengancam akan membongkar aib korban kepada orang tuanya. Keterangan korban itu tercantum dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/166/X/2024/SPKT/POLDA NTB.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, mengatakan bahwa perbuatan Agus telah memenuhi unsur Pasal 6 huruf c Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Dia juga menyatakan kasus ini tidak dikategorikan pemerkosaan yang dilakukan dengan kekerasan fisik. "Perkara ini bukan perkara pemerkosaan yang kita anggap bahwa, pemerkosaan itu ada dengan melakukan kekerasan fisik, melakukan dengan anggota lengkap tubuh, dengan segala macamnya," ujarnya.
Saat ini, tersangka Agus menjalani proses hukum sebagai tahanan rumah. Kebijakan ini diambil oleh penyidik Polda NTB dengan mempertimbangkan kondisi tersangka yang merupakan penyandang disabilitas fisik yang tidak memiliki kedua lengan.