Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pimpinan Tri Cahya Indra Permana menilai tidak ada cacat yuridis baik dari segi wewenang Kementeian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan prosedur penerbitan surat keputusan (SK) pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Namun kementerian yang dipimpin Yasonna Laoly itu dianggap perlu memperbaiki SK pembubaran HTI lantaran terdapat kekurangan konsideran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Akan lebih baik jika SK itu diperbaiki, khususnya memuat pertimbangan sosiologis, yuridis, dan filosofis," kata Roni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertimbangan itu menjadi salah satu dasar putusan bagi majelis hakim pimpinan Tri Cahya Indra Permana bagi gugatan HTI terhadap SK Kemenkumham tentang Pencabutan SK Menkumham mengenai Pengesahan Pendirian Badan Hukum HTI. Majelis hakim menolak gugatan Hizbut Tahrir Indonesia yang meminta Kemenkumham mencabut surat keputusan membubarkan organisasi yang memperjuangkan khilafah itu. "Dalam pokok perkara, menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya," ujar hakim Tri Cahya Indra Permana.
Badan hukum HTI dicabut pada 10 Juli 2017, dilanjutkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Organisasi Massa pada 19 Juli 2017. Tidak berterima atas keputusan itu, HTI melayangkan gugatan ke PTUN. Sidang perdana kasus itu digelar pada 23 November 2017.
Aksi HTI yang memperjuang khilafah islamiyah, dinilai hakim bertentangan dengan Pancasila. Gagasan khilafah itu sudah dituangkan dalam bentuk aksi dan bukan hanya konsep pemikiran.