Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat vonis pengusaha money changer PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim dalam perkara korupsi timah. Hakim menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara setelah menyatakan Helena bersalah dalam kasus korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 300 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helena Lim selama 10 tahun penjara," kata Ketua Majelis Hakim Budi Susilo saat membacakan putusan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain pidana bui, Helena wajib membayar denda Rp 1 miliar. Jika denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Vonis ini lebih berat dibandingkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang menjatuhi Helena hukuman lima tahun penjara. Pada saat itu, jaksa menuntut Helena dihukum delapan tahun penjara.
Selain denda, hakim juga menghukum Helena wajib membayar uang pengganti Rp 900 juta. Jika tidak dibayar, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi kerugian negara. “Apabila tidak memiliki harta benda maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara 5 tahun,” kata hakim di ruang sidang Prof. Dr. H. M. Syarifuddin.
Jaksa penuntut umum mengajukan banding setelah putusan di pengadilan tingkat pertama. Mereka menilai vonis lima tahun terlalu ringan dibandingkan peran Helena dalam korupsi PT Timah ini.
Sebagai pemilik perusahaan penukaran uang PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim juga terlibat dalam korupsi tata niaga timah. Ia berperan menampung dana pengamanan yang dihimpun oleh Harvey Moeis, perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), dari sejumlah perusahaan smelter yang menambang secara ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Perusahaan smelter yang diduga terlibat dalam praktik ini meliputi CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT RBT dan PT Tinindo Internusa. Dana pengamanan yang dikumpulkan Harvey dikemas dalam bentuk sumbangan corporate social responsibility (CSR), dengan nilai 500-750 dolar AS per metrik ton.
Helena Lim disebut berperan dalam menukarkan dana tersebut dari Rupiah ke Dolar Amerika Serikat, dengan total mencapai 30 juta dolar AS. Uang itu kemudian diserahkan secara bertahap kepada Harvey Moeis dalam bentuk tunai, melalui kurir PT QSE. Dari transaksi ini, Helena diduga memperoleh keuntungan hingga Rp 900 juta. Uang hasil keuntungan itu disebut digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk membeli rumah, mobil, dan 29 tas mewah.
Pilihan Editor: Ratusan SHM di Bangka Selatan Tertahan Bertahun-Tahun, Ombudsman: Warga Mau Ambil Dimintai Uang