Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Ratusan WNI Terancam Pidana Mati, KontraS Desak Kemlu Dukung Moratorium Hukuman Mati di Sidang PBB

KontraS, tutur Dimas, mendorong agar Indonesia menerapkan moratorium hukuman mati sebagai langkah awal penghapusan hukuman mati.

12 November 2024 | 15.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak pemerintah mendukung resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang moratorium atau penghentian sementara hukuman mati. Koordinator Badan Pekerja KontraS, Dimas Bagus Arya, mengatakan bahwa mereka percaya bahwa dukungan terhadap resolusi PBB tersebut bisa memperlihatkan komitmen Indonesia dalam melindungi warga negara Indonesia (WNI) yang terancam hukuman mati di luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan laporan Kementerian Luar Negeri, ada ratusan WNI yang terancam pidana mati. “Per Juni 2024, terdapat 165 WNI yang menghadapi ancaman hukuman mati di luar negeri, dengan mayoritas berada di Malaysia (155 orang), sementara sisanya di Arab Saudi (3 orang), Laos (3 orang), dan Vietnam (1 orang),” ujar Dimas dalam keterangan resmi, dikutip Selasa, 12 November 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KontraS, tutur Dimas, mendorong agar Indonesia menerapkan moratorium hukuman mati sebagai langkah awal penghapusan hukuman mati. Dalam laporan tahunan tentang hukuman mati tahun 2024, KontraS mencatat bahwa pengadilan dan kejaksaan masih sering menuntut dan menjatuhkan hukuman mati. 

“(Ini) mencerminkan kebijakan hukum yang mengkhawatirkan, meskipun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang telah disahkan dan akan mulai berlaku pada tahun 2026, di mana hukuman mati hanya akan menjadi pilihan terakhir atau alternatif,” kata Dimas. Menurutnya, kondisi lembaga pemasyarakatan di Indonesia yang bermasalah, minimnya pengawasan, serta akses kesehatan yang terbatas bagi narapidana menekankan urgensi penerapan moratorium hukuman mati tersebut.

KontraS pun mendorong pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri untuk menyatakan mendukung (in favour) dalam Sidang Umum PBB dengan pembahasan 10th Resolution for a Moratorium on the Death Penalty yang akan digelar pada Desember 2024 mendatang. Menurut Dimas, dukungan tersebut mencerminkan penyesuaian politik hukum Indonesia menuju pembaruan hukum pidana yang sejalan dengan semangat KUHP baru, yang akan berlaku pada tahun 2026.

Selain itu, KontraS meminta Kementerian Luar Negeri untuk berkoordinasi dengan kementerian lainnya soal perbaikan situasi hak asasi manusia. “Khususnya terkait vonis hukuman mati di dalam negeri, guna mencegah adanya kontradiksi antara retorika internasional dan kebijakan nasional,” ujar Dimas. 

Sebelumnya, KontraS mencatat terdapat setidaknya 32 vonis hukuman mati yang dijatuhkan sepanjang Oktober 2023 hingga September 2024. Sebanyak 20 vonis tersebut berkaitan dengan tindak pidana narkotika dan 12 lainnya terkait dengan tindak pidana pembunuhan. Lebih lanjut dalam catatan KontraS, Pengadilan Negeri merupakan lembaga peradilan yang paling banyak menjatuhkan vonis hukuman mati, yakni sebanyak 28 vonis. Sementara Pengadilan Tinggi, menjatuhkan 4 vonis mati. 

KontraS juga mendokumentasikan 35 tuntutan pidana mati yang diajukan oleh lembaga kejaksaan di Indonesia. Mereka merinci, Kejaksaan Negeri merupakan tingkat kejaksaan yang paling banyak menuntut hukuman mati, yakni sebanyak 32 tuntutan dengan 61 terdakwa. Pada periode itu juga, Kejaksaan Tinggi mengajukan pidana mati sebanyak 3 tuntutan terhadap 8 terdakwa. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus