Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar pendidikan, Bukik Setiawan, menilai dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok program magang ferienjob di Jerman terjadi karena kampus-kampus di Indonesia tidak berhati-hati. Hal ini membuat ribuan peserta magang diduga menjadi korban
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ketua Yayasan Guru Belajar ini, ferienjob merupakan kasus yang memprihatinkan. "Kampus sebagai lembaga tidak hati-hati melakukan kerja sama sehingga membuat mahasiswanya menjadi korban," kata Bukik kepada Tempo, melalui aplikasi perpesanan, Selasa, 26 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap setidaknya ada 33 kampus yang terseret dugaan perdagangan orang. Sementara mahasiswa yang berangkat ke Jerman untuk mengikut program ini mencapai 1.047 orang.
Tempo mewawancarai beberapa mahasiswa yang menjadi korban. Pengakuan mereka hampir seragam, pekerjaan tak sesuai jurusan di kampus, pemutusan kerja sepihak, dan pemotongan gaji.
Ferienjob merupakan kerja paruh waktu selama tiga bulan yang biasa diikuti mahasiswa di Jerman saat musim libur. Jenis pekerjaan yang dilakukan umumnya yang mengandalkan tenaga fisik atau kerja kasar yang tidak linier dengan program studi mahasiswa pesertanya.
Polisi telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yaitu Sihol Situngkir, guru besar Universitas Jambi; AJ (52 tahun) dan MZ (60 tahun)—keduanya dosen Universitas Negeri Jakarta; dan dua WNI yang berada di Jerman, yaitu Direktur PT SHB, Enik Waldkonig (39 tahun); serta pemilik PT CVGEN, A alias AE (37 tahun).
Kisruh program magang ini berawal saat puluhan kampus menjalin kerja sama dengan perusahaan agensi, PT SHB dan PT CVGEN. Dalam sosialisasi ke sejumlah kampus dua perusahaan ini menggandeng Sihol untuk bicara soal program magang Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM).
Kampus yang mengirim mahasiswanya ke Jerman, misalnya UNJ, tertarik dengan program ini karena disebut masuk dalam bagian MBKM dan bisa dikonversi menjadi 21 SKS. Pihak UNJ diduga percaya karena disampaikan oleh Sihol.
Kepada Tempo, Sihol mengatakan kedatangannya ke kampus-kampus hanya sebagai narasumber untuk menjelaskan program MBKM yang sejalan dengan kebijakan pemerintah.
Ia membantah jika selama sosialisasi mengenai program magang ferienjob pernah mengatakan bisa dikonversikan menjadi 21 SKS. Ia mengklaim putusan itu hanya dilakukan oleh pihak dari Universitas itu sendiri. “Saya tidak punya hak memberikan jaminan, saya tidak mencampuri seperti apa bobot SKS yang mereka buat,” jelas dosen Universitas Jambi itu.
Menurut Bukik, kasus Ferienjob menunjukkan banyak kampus memiliki kelemahan dalam proses pengambilan keputusan. Pertama, halo effect, kecenderungan mengambil keputusan berdasarkan pesona seorang tokoh yang sebenarnya tidak menguasai urusan yang diputuskan.
Kedua, overconfidence bias, kecenderungan memiliki keyakinan terhadap kemampuan diri yang terlalu berlebihan, sehingga mengurangi upaya melakukan verifikasi. Ketiga, groupthink, kecenderungan berpikir seragam dalam mengambil keputusan. "Bila keputusan sudah diputuskan oleh seseorang terutama pemimpin pasti akan diikuti oleh anggota lain," ucap Bukik.