WANITA muda itu terkubur dalam lumpur. Hanya wajahnya, yang membayangkan ketakutan, menyembul ke atas. Kepada warga Desa Rowosari, Semarang, Jawa Tengah, yang senja itu datang menolong, ia mengaku hampir saja mati dibunuh. Pengakuan serupa diberikan kepada Mayor J. Suwarto, Kasatserse Poltabes Semarang. "Ayah saya Mayor Nugroho, polisi, tugas di Jakarta," wanita hitam manis bertubuh sintal itu nyerocos. Dia mengaku bernama Nuraningsih, tinggal di Sukabumi Jawa Barat, bersama ibu tiri. Ibu tiri itu sekali waktu mengajak bepergian naik mobil. Sampailah mereka ke Semarang, dan Nur dipaksa menelan pil yang menyebabkannya teler. Dalam keadaan lemas tak berdaya, ia dibenamkan ke dalam lumpur. Untung, ia tidak mati, karena keburu ditolong. Ternyata, terbenamnya Nur di Rowosari belum lama ini hanya sandiwara belaka. Tak lama setelah ia memberi pengakuan, yang ternyata palsu, datang polisi dari Polres Purworejo, Jawa Tengah -- yang memang sengaja datang, setelah mendengar berita tentang Nur itu. Orang dari Polres Purworejo memastikan bahwa wanita yang mengaku nyaris dibunuh ibu tiri itu, tak lain, wanita yang sejak April lalu mereka cari-cari. Di daerah Purworejo, wanita yang nama aslinya bernama Nurani, 18, setidaknya sudah dua kali bersandiwara dengan modus yang kurang lebih sama: terbenam di lumpur dan mengaku hampir diperkosa dan dibunuh. Malah, di rumah Serma Daryono yang menolong dan menampungnya untuk sementara, Nur sempat mencuri sejumlah pakaian dan uang, Rp 26 ribu. Hanya untuk pencurian senilai beberapa puluh ribu itukah Nur dicari polisi ? Ternyata, ada sasaran dan latar belakang yang gawat. "Ia bersandiwara, agar bisa mencuri senjata api dari tangan polisi," ujar Letda Yakub dari Polres Purworejo. Tersangka, katanya, memang tak bekerja sendirian. Ia hanya orang yang diperalat. Suyitno dan Slamet, dua orang pemuda rekan Nur yang sama-sama berasal dari Prembun, Kebumen, merekalah pengurus skenario sandiwara ini. Kedua pria itu, menurut pengakuan Nur yang pernah duduk di sekolah menengah, mengingini pistol untuk membalas dendam. "Mereka dulu pernah dianiaya polisi sampai babak belur," kata Nur. Ia mau diperalat, karena kedua temannya yang biasa menjadi kernet itu menjanjikan hendak mencarikan pacar Nur yang menghilang. Dulu, Nur bertemu pacarnya itu, seorang anggota ABRI, di Cianjur, saat ia berada di rumah pamannya. Hubungan terpaksa diputus karena Parinem, ibu Nur, konon, tak setuju. Alasannya, karena si ibu ingin bermenantukan orang sekampung. Pengakuan "aktris" ini memang masih pantas diragukan. Skenario karya Suyitno dan Slamet tampaknya memang logis. Mereka berasumsi, setelah Nur berpura-pura nyaris menjadi korban pembunuhan dan perkosaan, tentunya ia akan ditolong orang. Tentunya, ia juga akan dibawa ke kantor polisi. Dan itu memang terjadi, sewaktu Nur "mentas" untuk pertama kali di daerah Bayan, Purworejo, dekat kuburan. Nur, waktu itu memerankan Dewi Susanti, lalu dibawa ke Polres Purworejo. Tiga hari ia berada di kantor polisi, menanti perkaranya diusut. Dewi atau Nur itu sudah mengincar pistol polisi. Tapi Suyitno dan Slamet, kabarnya tak setuju -- entah bagaimana mereka berkomunikasi. Berbahaya mencuri pistol dari kantor polisi, kata mereka menurut Nur. Langkah berikut, April lalu, Nur berperan sebagai Siti dan membenamkan diri di sawah di daerah Bagelen. Serma Darsono, seorang anggota polisi setempat, merasa kasihan dan untuk sementara menampung di rumahnya. Di rumah itu, menurut Nur, ia sering melihat pistol tuan rumah tergantung di dinding. Namun, sewaktu ia hendak mencuri, tangannya mendadak gemetaran. Untunglah, perintah rahasia dari kedua temannya, karena melihat kondisi Nur, tak mendesak agar pistol secepatnya dicuri. Sebagai gantinya, cewek itu hanya disuruh mencuri pakaian dan uang. "Perolehan itu kami bagi tiga," katanya. Nurani, tampaknya, punya pribadi yang goyah. Ia datang dari keluarga, istilah sekarang, broken home. Ia merasa tak diperhatikan ibunya, Parinem, yang sehari-hari sibuk di pasar berjualan hasil bumi. Ayahnya sendiri tak begitu ia kenal, sebab kedua orangtuanya bercerai saat si Nur masih kecil. Sedang terhadap Karyawitanom, yang menjadi ayah tirinya sejak tiga tahun lampau, ia menaruh dendam. Sebab, katanya, sebelum mengawini ibunya, lelaki itu pernah memperkosa Nur. Sayang, ayah tiri itu tak bisa ditemui untuk dimintai konfirmasi. Akan halnya Suyitno dan Slamet, yang diduga mendalangi ulah Nurani, memang pernah hendak ditangkap. Tapi, kata sumber di Polres Purworejo, petugas menjadi ragu. Lurah Prembun, kepala desa tempat mereka tinggal, menyatakan bahwa keduanya orang baik-baik. "Nurani itu yang otaknya tidak beres," ujar si lurah seperti ditirukan petugas. Tapi Nurani berkeras. "Terang, Pak Lurah membela, karena ia masih ada hubungan famili dengan Suyitno," katanya kepada TEMPO. Kini polisi terus mengusut, siapa yang pantas diajukan ke sidang pengadilan, sebagai tokoh utamanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini