Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sayang ayah, serbasalah

Roosseno, yang punya simpanan di bank, dinyatakan pikun dan diampu anaknya karena sayang. pengadilan mengesahkannya. tapi dibantah.

24 Juli 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROFESOR Roosseno menolak diampu oleh anak kandungnya. Pengampuan itu sendiri ditetapkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 29 April lalu. Adanya pengampuan berarti Roosseno tak bisa bebas melakukan kegiatan perdata, termasuk mengurus hartanya. ''Kami harus melindungi Ayah dari pihak yang ingin memanfaatkan keuzurannya,'' kata Amalia Roosseno. ''Ayah pernah mengeluh tentang banyaknya cek yang hilang.'' Ia menyimpulkan, itu terjadi karena ayahnya sudah pikun. Ahli hukum yang membuka kantor pengacara paten itu lalu mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, berbekal surat keterangan Dokter Teguh dan Dokter Myrni Wibowo tentang kondisi kesehatan Prof. Ir. Roosseno. Hakim Suhadi Hardjadinata menerima permohonan Amalia. Apalagi, dalam pertimbangan hakim itu disebutkan bahwa Roosseno mengaku tak keberatan jika Amalia menjadi kuratornya. Namun, Roosseno sendiri mengaku tak pernah diberi tahu adanya penetapan pengadilan. Bahkan ia tak pernah mengenal Dokter Teguh dan Myrni atau diperiksa di pengadilan. Lalu pada bulan Mei lalu, ia tak bisa mengambil uangnya di bank. ''Apa-apaan ini kok saya tidak bisa mengambil uang sendiri?'' kata Roosseno. Bank menunjuk ketetapan pengadilan. Melalui penasihat hukumnya, Roosseno kemudian mengajukan bantahan ke pengadilan perkara ini belum diputus. Ia menolak dikatakan sudah uzur dan pikun. ''Tak pernah ada cek yang hilang. Yang benar, anak-anak ingin harta saya dibagi sebelum saya mati,'' kata Roosseno. Henny, 57 tahun, istri kedua Roosseno, mengaku, ''Selama ini saya yang mengurus keuangan rumah tangga Bapak. Dan saya tahu persis, Bapak tidak melupakan hak anak-anaknya. Karena ia sudah bikin surat wasiat di hadapan notaris.'' Istri pertama Roosseno, Nyonya Oetari, sudah meninggal. Menurut Amalia, motivasi pengampuan itu karena ia begitu sayangnya kepada ayahnya. Deposito ayahnya, kata Amalia, tidak diblokir, melainkan hanya diawasi setiap pencairan uangnya. Ia juga mengawasi agar deposito tak pindah nama. Memang, ini masalah keluarga. Yang menjadi persoalan, seberapa jauh seseorang dapat dikatakan pikun sehingga bisa jadi dasar pengampuan. Menurut Kartono Mohamad, Ketua IDI, keuzuran adalah keadaan fisik yangmundur sedemikian rupa sehingga menghalangi kegiatan sosial dan ekonomi seseorang. Namun, itu tak hanya dipengaruhi faktor usia. Bisa saja orang muda yangterkena stroke hingga lumpuh disebut uzur. Sementara itu, kepikunan, yang bahasa dokternya dimentia sinilis, adalah jika seseorang sulit mengingat hal-hal yang baru. Roosseno sendiri membantah, ''Masa ada profesor pikun masih menguji mahasiswa. Kan gawat kalau begitu,'' kata Rektor Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta ini. Yang jelas, Roosseno mengidap penyakit gula, sehingga dipapah kalau berjalan. Kaca matanya sudah plus sepuluh. Pendengarannya berkuran. Maklum, Roosseno, yang pernah menjadi Menteri PU & T (1953), Menteri perhubungan (1954), dan Menteri Ekonomi (1955), sebentar lagi akan memasuki usia 85 tahun. Nunik Iswardhani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus