Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Buruh Migran Indonesia atau SBMI mendesak pemerintah mengambil tindakan konkret menyelamatkan WNI yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar. Para WNI korban TPPO itu diduga menjadi korban dengan modus penipuan daring (online scamming).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mendesak pemerintah Myanmar dan pemerintah Indonesia untuk segera mengevakuasi serta memulangkan pekerja migran Indonesia yang menjadi korban TPPO,” kata Koordinator Media Kampanye SBMI, Kirana, dalam keterangan resmi, pada Senin, 3 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kirana menyatakan, hingga saat ini SBMI telah mendampingi 79 orang yang diduga disekap oleh berbagai perusahaan di Myawady, Myanmar. Kirana mengatakan korban mengalami penyiksaan, kekerasan, intimidasi, dan isolasi dari dunia luar.
Sepanjang 2020 hingga 2024, SBMI telah menangani 344 kasus online scam atau forced scam yang 95 persen di antaranya memenuhi unsur TPPO. Kirana menyatakan terjadi peningkatan laporan WNI korban TPPO yang terperangkap modus penipuan daring di Myanmar. Para korban, kata Kirana, dijanjikan akan dipekerjakan di perusahaan digital dan perusahaan pasar saham. “Tetapi kemudian dipaksa bekerja dalam kondisi kerja paksa yang menunjukkan indikasi kuat TPPO.”
Ia menuturkan SBMI dan keluarga korban sempat melaporkan kasus ini kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia, Lapor Mas Wapres, Kantor Staf Presiden, Kementerian P2MI/BP2MI, dan Komnas HAM sejak Agustus 2024. Akan tetapi, tidak ada kejelasan dari pemerintah ihwal perkembangan informasi soal evakuasi para WNI itu.
Selain mendesak pemerintah Indonesia, SBMI juga meminta otoritas Myanmar memulangkan juga memberikan perlindungan terhadap WNI yang disekap di Myawaddy, kota perbatasan antara Myanmar dan Thailand. Mereka juga menuntut proses hukum terhadap perusahaan yang terlibat dalam industri penipuan daring.
Sekretaris Jenderal SBMI Juwarih mengatakan kejahatan perdagangan orang dan kerja paksa dengan modus penipuan daring semakin meluas dan menjerat banyak pekerja migran, termasuk WNI.
“Situasi ini membutuhkan respons cepat dan tindakan nyata dari berbagai pihak, terutama pemerintah tak terkecuali masyarakat secara luas,” kata Juwarih.
SBMI menyatakan modus kejahatan ini seringkali menjanjikan gaji besar kepada korban. Kendati demikian, realitanya tak sesuai. Para korban dipaksa melakukan penipuan seperti investasi bodong di bawah ancaman kekerasan dan kerja paksa. Pelaku kejahatan ini memanfaatkan media sosial untuk merekrut korban dengan menggunakan informasi pribadi yang diunggah oleh calon korban.