Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MASIH ingat Donald Ahern Andrew alias Donald Tait? Penyelundup ganja yang berhasil kabur dari LP Denpasar, Bali, ketika menjalani hukuman 17 tahun penjara itu pekan lalu dibebaskan Mahkamah Agung Muangthai. Ia oleh petinggi hukum di sana dinyatakan tak terbukti memiliki 20 kilogram heroin murni. Sebab itu, peradilan tertinggi tersebut membatalkan vonis mati yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama. Donald, 54 tahun, menerima putusan anugerah itu di penjara yang dijuluki "penjara barisan maut", di Bangkwang, Bangkok, dengan senyum kemenangan. Rantai di kaki dan tangannya yang sudah melekat 15 bulan, sejak ia dijatuhi hukuman mati, kini dilepaskan. "Saya memang dijebloskan ke penjara tanpa bukti-bukti nyata," kata Donald, yang gemar memakai safari ini, kepada wartawan TEMPO di Bangkok dan Melbourne. Putusan mahkamah tertinggi di Muangthai itu tak urung dinilai kontroversial oleh petugas keamanan di sana. Sebab, di persidangan sebelumnya, di Provinsi Phuket, Donald dijatuhi hukuman mati pada Oktober 1985. Oleh hakim pengadilan tingkat pertama ini, Donald dianggap terbukti memiliki 20 kg heroin nomor 4. Jenis heroin yang berbahaya, yang kalau kedapatan memiliki 20 gram saja, di negara itu, sudah bisa dihukum mati. Mendengar putusan hakim tingkat pertama itu, Donald mengaku frustrasi. "Proses pengadilannya dilaksanakan dalam bahasa Muangthai. Saya diberi terjemahannya 10 hari kemudian," kata Donald. Padahal, ia merasa tidak bersalah. Heroin itu, katanya ditemukan polisi di lantai 7 Hotei Pearl, Phuket, sementara ketika itu ia menginap di lantai 10. "Bagaimana mungkin heroin itu milik saya?" katanya. Di persidangan seorang saksi pelayan hotel mengaku melihat ada orang asing pakai safari, yang tingginya mirip Donald, memasuki kamar berheroin itu. Tapi si pelayan tadi, katanya, ternyata menderita penyakit myopia (tak bisa melihat jauh). Donald kemudian banding ke pengadilan tinggi. Oleh peradilan banding ia dinyatakan bebas, Januari 1987. Giliran jaksa Provinsi Phuket tak puas, dan mengajukan kasasi ke Dika (Mahkamah Agung). Hasilnya, 18 Februari lalu, Donald yang kabarnya menderita angina itu - penyempitan pembuluh darah di jantung - dibebaskan oleh Dika. Menurut Mahkamah Agung, Donald Tait memang tak terbukti memiliki heroin. "Terus terang, heroin bukan mainan saya. Lain jika barang yang di Phuket itu ganja, mungkin saya bersalah," katanya sambil tertawa keras. Memang. Kalau kita simak kisah sebelumnya, Donald termasuk spesialis ganja. Terutama buat penegak hukum di Indonesia. Di Bali, misalnya, ia bersama kawannya, David Allan Riffle, kepergok membawa 664 kllogram ganja di pesawat Cessna yang dikemudikan sendiri. Ketika tertangkap, ia mencoba menyogok petugas Bea Cukai sebanyak US$ 1.000 ditambah selembar cek bernilai USS 100.000 . Tapi sogokannya ditolak, dan 9 Agustus 1976 itu ia ditangkap. Pengadilan Negeri Denpasar, 1977, memvonisnya 17 tahun penjara beserta denda Rp 20 juta. Sementara itu, David divonis 7 tahun plus denda Rp 20 Juta. Entah kenapa di LP Denpasar ia mendapat pelayanan istimewa. Selnya berdampingan dengan rumah dinas kepala LP, yang pintu keluar-masuknya bisa melalui pintu rumah pejabat LP tanpa terjangkau pengawasan penjaga. Karena itu, Donald bisa kabur setelah menjalani hukuman - bulan. Anehnya, begitu Donald kabur, David, yang dipenjarakan di LP Karangasem, juga berhasil kabur. Setahun setelah buron dari Bali, Donald tertangkap di Darwin, Australia, ketika membawa masuk ganja ke negara itu dengan sebuah pesawat Cessna juga. Polisi berhasil membekuknya ketika ia hendak membakar pesawat dan isinya. Karena kejahatan ini Donald dihukum 8 tahun di Australia. Hanya karena latar belakang hitam itulah, menurut Donald, hakim di pengadilan tingkat pertama Muangthai menyimpulkan bahwa dia bersalah. Sebab lain ia ditangkap, katanya, adalah janji hadiah dari pemerintah Muangthai sebanyak 20% dari harga heroin yang disita bagi siapa saja yang bisa memberi info soal heroin. Janji muluk itu, menurut dia, bisa saja menjebloskan seseorang yang sesungguhnya tak bersalah. Atas putusan mahkamah tertinggi Muangthai itu, memang ada polisi di sana yang kecewa. Terutama soal cepatnya putusan itu turun. Padahal biasanya bertahun-tahun. Ada apa sesungguhnya? Pihak kepolisian dan pejabat pengadilan di Muangthai tak mau bicara. Malah Donald yang bersuara. "Komentar itu sangat menghina Dika. Mereka telah menemukan saya tak bersalah, tapi masih ada yang bilang saya orang jahat," katanya. Donald memang pantas bersyukur. Sebab, di penjara "barisan maut" itu, ada 299 napi yang menunggu vonis mati. Donald, napi asing pertama yang dlvonis mati, ternyata kemudian dibebaskan. Kendati begitu, katanya, ia akan menggugat balik pejabat Muangthai, karena menahannya selama 18 bulan di Phuket dan 15 bulan di "barisan maut". Di peradilan Muangthai, jika seseorang terbukti tak bersalah, ia memang bisa menggugat balik dan berhak mendapat ganti rugi 10 bath (Rp 1.320,00) setiap hari di tahanan. Kecuali itu, Donald merencanakan bikin buku tentang hidupnya, sambil menunggui istrinya yang baru saja menjalani operasi kanker. "Saya sudah tak muda lagi. Jadi, waktu saya untuk menikmati hidup 'kan tidak banyak lagi," katanya simpatik. Ia merasa bahwa usianya selama ini terbuang percuma. Empat hari setelah dibebaskan, Donald dengan pesawat Qantas balik ke tanah kelahirannya, Casino, New South Wales Australia. Tapi begitu mendarat di Bandara Sydney ia ditangkap polisi. Kesalahannya: melanggar parkir mobil yang selama ini ditinggalkannya di bandara itu. Dendanya sudah menumpuk sebesar 70 dolar Australia. "Cuma itu," katanya tersenyum. Ya, cuma itu saja? Widi Yarmanto (Jakarta), Yuli Ismartono (Bangkok), dan Dewi Anggraeni (Melbourne)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo