Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Soal Rencana Aksi Fatwa Mahkamah Agung, Djoko Tjandra: Tidak Ada Logika

Djoko Tjandra mengatakan tidak ada uang yang diperuntukkan untuk pejabat tinggi di Kejaksaan Agung maupun Mahkamah Agung.

26 Februari 2021 | 09.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Terdakwa kasus dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat Djoko Tjandra berjalan keluar ruang sidang usai mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 18 Februari 2021. Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan saksi ahli. ANTARA/Galih Pradipta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra membenarkan meminta untuk dibuatkan rencana aksi (action plan) ihwal permasalahan hukumnya dan bersedia membayar 1 juta dolar AS atas proposal tersebut. Menurut dia, pembayaran itu sebagai biaya konsultasi (consultant fee) di kasus fatwa Mahkamah Agung.

"Sebelumnya saya meminta bahwa kalau saya sudah setuju biaya consultant fee 1 juta dolar AS. Saya ingin kerangka komplit," kata Djoko Tjandra dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, kemarin.

Djoko atau Joko Tjandra menyampaikan permintaan tersebut ke jaksa Pinangki Sirna Malasari, advokat Anita Kolopaking dan rekan Pinangki bernama Andi Irfan Jaya. Ia menyatakan secara lisan Andi dan Anita mengatakan minta 1 juta dolar AS. "Kemudian pada 25 November 2019 saat malam-malam ada permintaan 'Pak Djoko kita bersedia beri 'action plan' dengan rencana kerja konkrit itu yang mengatakan Pinangki," ungkap Djoko.

Djoko Tjandra lalu menyepakati akan membayar 50 persen biaya konsultansi, yaitu 500 ribu dolar AS. "Saya perintahkan adik ipar saya, Heriyadi untuk berikan 500 ribu dolar AS ke Andi Irfan tapi setelah itu saya tidak tahu lagi apakah Heriyadi memberikan atau tidak dan Andi Irfan juga tidak pernah kontak saya," tambah Djoko.

Namun pada 29 November 2019 saat Djoko Tjandra membaca rencana aksi tersebut ditambah untuk menandatangani akta security deposit yaitu surat surat kuasa menjual aset dari Djoko Tjandra kepada Andi Irfan Jaya bila Djoko Tjandra tidak memenuhi janji tidak masuk akal.

"Itu saya anggap sebagai suatu perjanjian selama hidup saya selalu pengusaha 55 tahun tidak pernah ada. Kedua, saya sudah mengajukan upaya hukum ke MK, MA tidak pernah terjadi dalam 24 jam atau tidak pernah MA membalas surat Kejaksaan untuk fatwa MA. Saya merasa itu tidak lazim." ungkap Djoko.

Persoalan ketiga menurut Djoko Tjandra adalah ia ditagih biaya konsultasi saat belum menerima jasa konsultasi. Ia menilai hal itu tidak masuk akal. Djoko menuturkan membaca rencana aksi tersebut sebanyak dua kali dan meminta Anita untuk menghentikan pembicaraan soal itu. 

"Saya katakan ke Anita 'Saya kira diskusi action plan itu buang waktu saya, action plan tidak bisa dikunyah, tidak ada logika'. Saya katakan saya tidak ingin berhubungan Andi Irfan, Pinangki, maupun Anda, urusan ini setop," jelas Djoko.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Djoko Tjandra pun mengaku tidak ada uang yang diperuntukkan untuk pejabat tinggi baik di Kejaksaan Agung maupun Mahkamah Agung. Menurut dia, upaya menyebut nama pejabat sebagai modus yang tidak bisa membuat nyaman. "Kan bahaya ada menyebut-nyebut nama pejabat, saya anggap ini suatu modus yang tidak comfortable sehingga saya putuskan tidak dilanjutkan," ujarnya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya dalam sidang Pinangki, rencana aksi sempat dibeberkan. Rencana tersebut berisi 10 tahap pelaksanaan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra dengan mencantumkan inisial BR sebagai pejabat di Kejaksaan Agung dan dan HA selaku pejabat di MA.

Biaya pelaksanaan rencana aksi itu tertulis 100 juta dolar AS. Djoko Tjandra pun mengaku Pinangki sempat meminta biaya 100 juta dolar AS.

Djoko menjelaskan ihwal munculnya biaya 100 juta dolar AS. Saat berbincang di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 25 November ada tercetus dari Pinangki yang menanyakan biaya pembangunan hotel Ritz Carlton Kuala Lumpur. Djoko menyebut biaya pembangunan menghabiskan dana 5,5 miliar dolar AS. 

"Dia (Pinangki) katakan 'wah ini gedung kebanggaan Indonesia kalau dibangun di Indonesia. Untuk Pak Djoko kalau pulang buang 100 juta dolar AS tidak apa-apa kan," sebut Djoko. Namun ia tak menanggapi omongan Pinangki tersebut. 

"Jadi tidak spesifik mereka minta 100 juta dolar AS. Hanya mengatakan kalau saya pulang (ke Indonesia) buang 100 juta dolar AS tidak ada masalah," ujar Djoko Tjandra.




Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus