Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Syahrul Yasin Limpo Disebut Minta Honor Narasumber Rp10 Juta padahal Maksimal Rp4 Juta

Bendahara Dirjen PSP Kementerian Pertanian mengaku diminta menyiapkan Rp10 juta untuk honor Syahrul Yasin Limpo sebagai narasumber

8 Mei 2024 | 15.58 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bendahara Pengeluaran Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Puguh Hari Prabowo menyebut dirinya pernah diminta untuk membayar honorarium seminar bekas Menteri Syahrul Yasin Limpo sebesar Rp10 juta per kegiatan. Puguh menyebut permintaan itu berasal dari Bagian Umum Kementerian Pertanian. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai bendahara, Puguh menyebut anggaran honorarium selalu disiapkan maksimal Rp4 juta sesuai aturan institusi itu. Jumlah itu disebut dari anggaran Rp2 juta per jam bagi pembicara setingkat menteri. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Anggaran ada, tapi tidak sebesar itu. Yang diminta Rp10 juta per kegiatan. Tidak sesuai aturan yang berlaku,” kata Puguh saat memberi kesaksian dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 8 Mei 2024. 

Sementar itu, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyebut honorarium untuk Syahrul diberikan saat mendampingi Presiden Joko Widodo atau Jokowi sekaligus mengisi sosialisasi pertanian di Wonosobo. Selain itu, Syahrul disebut juga meminta honor Rp10 juta saat sosialisasi pertanian di Makasar pada 2022 silam. 

Menanggapi itu, Puguh menyebut dirinya tak bisa mengelak ketika diminta atasannya untuk menyiapkan honor yang kelewat batas itu. “Hanya diperintah menyiapkan, saya siapkan,” kata dia. 

Sementara itu, dalam aturan baru yang dikeluarkan Kementerian PMK Nomor 49 Tahun 2023 juga mengatur batasan pemberian bagi menteri atau pejabat negara lain yang menjadi narasumber, moderator, pembawa acara, dan panitia. Pada level menteri, disebut hanya bisa menerima honor maksimal Rp 1,7 juta. 

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menghadirkan empat saksi dalam sidang lanjutan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 8 Mei hari ini. Keempat saksi itu adalah Direktur Perbenihan Perkebunan Kementan Gunawan, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Hermanto, Kasubag Tata Usaha dan Rumah Kementan Lukman Irwanto, dan Bendahara Pengeluaran Direktorat Jenderal Prasaranan Sarana Pertanian Kementan Puguh Hari Prabowo. 

 

Saksi Sebut Pernah Diminta Anggaran 12 Ekor Sapi Kurban hingga Sewa Pesawat


Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian atau PSP Kementerian Pertanian Hermanto menyebut dirinya pernah diminta oleh Biro Umum untuk menyiapkan uang sebesar Rp360 juta untuk membeli sapi kurban. Jumlah itu merupakan akumulasi dari 12 ekor sapi yang dianggarkan.  

“Tadi saya sampaikan total di PSP itu dibebankan 12 ekor sehingga nilainya kurang lebih Rp360 juta sekian," kata Hermanto saat memberi kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 8 Mei 2024. 

Permintaan anggaran untuk sapi kurban itu tercatut dalam laporan yang disampaikan Jaksa KPK dalam persidangan. Jaksa menyebut Hermanto diminta untuk menyediakan uang di luar anggaran Kementerian Pertanian untuk membeli sapi kurban. 

Menanggapi itu, Hermanto menyebut awalnya dirinya hanya diminta untuk menyiapkan anggaran tiga ekor sapi kurban. Namun, jumlah itu bertambah menjadi 12 ekor senilai Rp360 juta.  

Meski demikian, Hermanto mengklaim tak mengetahui apakah hewan kurban itu dibeli atau tidak.  "Tidak  tahu, dibeli atau tidak atau mau dikasih kurban ke mana kami enggak tahu," kata Hermanto.

Sementara itu, Kasubag Tata Usaha dan Rumah Tangga Kementerian Pertanian Lukman Irwanto mengaku mendengar permintaan tersebut.  Dia menyebut Biro Umum pernah meminta untuk anggaran sembako, sapi kurban, dan sewa pesawat. “Ada permintaan dari Biro Umum untuk kunjungan kerja menteri ke Maluku, Ternate, dan lainnya,” kata Lukman. 

Soal menyewa pesawat, Lukman menyebut dirinya juga diminta membayar ke pihak travel sebesar Rp1,4 miliar. Sewa privat jet ini disebut terjadi pada 2020 silam. “Sewa pesawat untuk menteri dan eselon 1 sebesar 1,4 miliar,” kata dia. 

Meski telah disewa untuk kegiatan kementerian, Lukman mengatakan para pucuk pimpinan tidak mengikuti kegiatan itu. “Pimpinan kami tidak ikut. Pimpinan itu Ditjen, eselon 2 di PSP,” kata dia. 

Sementara itu, Lukman mengaku anggaran sewa pesawat ini terendus oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK. Dia mengatakan dalam laporan keuangan, BPK meminta pihak travel mengembalikan keuntungan sebesar Rp140 juta yang dinilai terlalu tinggi. 

“Direkomendasikan BPK untuk memulangkan kelebihan pajak dan peruntungan ke kas negara,” kata dia. 

Saat pembayaran, Lukman mengaku kesulitan untuk melunasi tagihan itu. Akhirnya, atas permintaan pimpinan, dia mengaku merevisi anggaran. “Barulah kami revisi anggaran. Pimpinan Pak Gunawan memerintahkan,” kata dia. 

Jaksa KPK mendakwa SYL dan komplotannya melakukan pemerasan di lingkungan Kementan bersama dengan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta. "Secara bersama-sama telah melakukan pemerasan, serta gratifikasi senilai Rp 44,5 miliar," katanya, dalam sidang perdana, Rabu, 28 Februari 2024.

Syahrul Yasin Limpo dan kedua terdakwa lain dalam perkara korupsi di Kementan itu diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Juncto (jo.) Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus