Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tak Hebat, Tapi Ada

Hakim pengadilan negeri di Jakarta, mengemukakan prestasi-prestasi Mahkamah Agung, sehubungan dengan adanya kritik-kritik dan kecaman yang ditujukan pada mahkamah agung.

27 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESTASI Mahkamah Agung memang tak ada yang spektakuler. Ini diakui Ketua Mahkamah Agung Rl, Prof. Oemar Seno Adji. Dan yang keras menusuk telinga justru kritik dan kecaman terhadap berbagai sikap lembaga pengadilan tertinggi negara tersebut dalam "mengelola hukum". Banyak keputusan, instruksi kepada hakim bawahan, surat-surat edaran MA, dinilai tak begitu pas. Misalnya ada keputusan kasasi yang oleh sementara ahli dianggap mendahului putusan banding (pada kasus Damaitex). Pelaksanaan sebuah keputusan Pengadilan Tinggi menjadi tertunda tanpa batas waktu yang pasti karena perintah MA (kasus sengketa P.T. Asa dengan perusahaan minyak asing, Hufco). Bahkan sebuah perkara yang sudah final, sudah memperolch keputusan kasasi, pun ditangguhkan eksekush-ya oleh MA sendiri (kasus P.T. Lima Tujuh vs Citibank). Haatzaai Artikelen Rumusan kata-kata kritik paling tajam dapat dipinjam dari V.B. da Costa. Misalnya: "Banyak yang dilakukan MA bersifat 'bukan hukum' -- hanya pendapat hakim agung atau ketuanya sendiri." Banyak instruksi, petunjuk atau surat edaran MA, menurut anggota DPR dan Komisi III tersebut, "sudah bertentang an dengan undang-undang yang berlaku dan merusak kebebasan hakim." Dan seterusnya. Seno Adji tentu saja mempertahankan diri. Katanya: "Saya tidak mau melayani pertanyaan tentang perkara demi perkara di parlemen. Karena hal itu sudah menyangkut salah satu kebebasan hakim -- bebas dari pengaruh parlemen." Memberi petunjuk kepada hakim bawahan mengenai cara menyelesaikan sesuatu perkara, katanya, adalah wewenang MA yang diberikan undang-undang. Tugas MA, katanya pula, "memang menjaga agar hukum tetap up to date." Misalnya: menurut KUHP seseorang dapat dipidana bila mengeluarkan pernyataan yang bersifat permusuhan, kebencian... Pasal tersebut, yang lazim disebut haatzaai artikelen, menurut Seno Adji belum dicabut --walaupun berbagai pihak tidak menyenanginya. Agar hakim tidak semena-mena mempergunakan pasal tersebut, seperti kata Seno Adji, MA lalu memberi petunjuk bagaimana menafsirkannya: pernyataan permusuhan, kebencian atau merendahkan itu jelasnya adalah "penghinaan". Dalam KUHP tak dapat ditemukan pasal-pasal yang mengancam perbuatan melanggar hukum oleh penguasa. Tapi menurut Seno Adji, dengan petunjuk MA, para hakim sekarang dapat melayani tuntutan terhadap penguasa. "Dengan juri-sprudensi dapat dibuktikan bahwa pemerintah bisa digugat di pengadilan," kata Seno Adji. Prestasi MA juga dapat dikemukakan oleh hakim bawahan. Misalnya ditunjukkan oleh Hakim Suwandono dari Pengadilan Negeri di Jakarta: "Surat edaran MA yang meminta agar hakim-hakim memperberat hukuman bagi pelaku kejahatan narkotik. penyelundupan dan senjata api, jelas sesuai dengan aspirasi nasyarakat." Juga, kata Suwandono, ada petunjuk dari MA agar pengadilan memprioritaskan penyelesaian perkara-perkara G.30.S/PKI. Alasannya, kurang lebih segi kemanusiaan harus mendapat perhatian khusus. Masih dengan pertimbangan yang sama beberapa tertuduh perkara 15 Januari, seperti Aini Chalid, Hariman Siregar dan Syahrir, dibebaskan dari tahanan berdasarkan petunjuk MA -- sebelum perkara mereka selesai. Memang ada yang dapat dikemukakan dari MA. Tapi mendekati usia 65 tahun, Prof. Oemar Seno Adji, yang duduk di MA sejak 1974, tak hanya dikecam karena sikapnya yang berkenaan dengan jabatannya. Umurnya juga mulai dipersoalkan orang: apa tak sebaiknya pensiun saja? Atau seperti kata Mr. Yap Thiam Hien: apa tak sebaiknya hakim agung diangkat seumur hidup. Seno Adji, "priyayi" Solo ini, kalem saja menanggapinya: "Sebagai pejabat tinggi negara 'kan tidak ada batas umur?" Dan, tambahnya, kebebasan seorang hakim agung juga tak tergantung pada diangkat seumur hidup atau tidak."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus