SEANTERO penduduk Kota Ternate ingat benar pesan orang tua-tua
dulu: bila terjadi apa-apa hanya ada dua tempat berlindung.
Yaitu di Keraton Sultan Ternate dan satu lagi di masjid yang
terdapat di kompleks keraton itu.
Itu cerita dulu, meski ketika Gunung Gamalama meletus awal
September lalu penduduk memang ada juga yang berpaling ke alamat
keraton. Sedang masjid yang ada di situ hanya dilewati, sebab
bangunannya sudah sejak lama cuma tinggal kerangka, tidak
terurus lagi. Selebihnya mereka mengungsi ke Pulau Tidore, Oba,
Makian, Jailolo dan Sahu. Pada minggu pertama sejak Gamalama
meletus, tercatat tak kurang dari 50 ribu jiwa yang mengungsi
dari Pulau Ternate, tempat gunung itu.
Pulau ini terdiri dari 31 desa dalam dua kecamatan, yaitu
Kecamatan Kota Ternate dengan penghuni 45 ribu jiwa dan
Kecamatan Pulau Ternate dengan penduduk 22 ribu jiwa. Kota
Ternate yang terletak di pantai timur -- 7 km dari kawah
Gamalama yang sedang menggelegak itu -- sebenarnya terbilang
daerah aman (lihat peta). Namun dari daerah inilah jumlah
pengungsi paling banyak.
Juru selamat kota ini agaknya adalah sepotong bukit kecil di
tepi kepundan. Sehingga arus lahar terhalang ke jurusan kota.
Namun kota ini toh tak bebas dari serangan abu.
Gunung Gamalama pertama kali meletus pada 1882. Dibanding dengan
letusan pada 1962 yang abunya mengandung 56% pasir silikat, maka
pada letusan kali ini abu Gamalama mengandung hampir 80% pasir
silikat. Abu ini berbahaya bagi mata dan saluran pernapasan
terutama amat gawat bila menyerang anak-anak.
Bisa dibayangkan betapa paniknya penduduk waktu dilanda awan abu
itu. Tapi ketika suasana masih remang-remang diliputi abu kelabu
itu, ada seorang pejabat pemerintah setempat memberitahukan
penduduk bahwa persoalan Gunung Gamalama sedang diurus polisi.
Maksudnya? Ia bercerita bahwa di dekat kawah gunung itu dulu ada
tempat yang biasa diziarahi, dan kalangan anak muda rupanya ada
yang berbuat kurang senonoh di sono. Nah, siapa itu anak muda
yang bikin amarah si gunung, menurut pejabat itu, kini sedang
dicari polisi.
Mungkin itu hanya cerita untuk menghibur orang-orang yang panik.
Yang pasti daerah berbahaya di lereng Gamalama yang dikenal
sebagai kawasan pertanian, jelas mengidap akibat yang parah,
baik karena dilanda satwa hutan yang menyelamatkan diri, apalagi
karena diterjang lahar yang masih mendidih.
Petani di lereng gunung itu adalah petani penggarap dengan
tingkat hidup cukup tinggi. Pulau Ternate dikenal dengan hasil
bumi kopra, cengkih dan pala. Menurut rencana Gubernur Hasan
Slamet para petani yang terkena musibah gunung itu akan
dipindahkan ke Pulau Oba di Halmahera Tengah.
Setelah dua minggu mengguncang kehidupan masyarakat Ternate,
pekan lampau Gunung Gamalama kelihatan agak tenang. Mungkin ini
berkat doa penduduk, seperti ditunjukkan warga kampung
Dufa-Dufa. Lingkaran pulau yang panjangnya 42 km mereka
kelilingi sambil membaca doa agar gunung kembali tenang.
Alhamdulillah, Gamalama sempat beristirahat beberapa hari. Tapi
Kamis lalu gunung itu kembali murka.
Di Maluku masih ada 6 gunung api lagi yang masih bekerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini