Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LEWAT pintu belakang, Eduard- Cornelis William Neloe menyeli-nap masuk ke gedung Badan Re-serse dan Kriminal, Kepolisian RI, Selasa pekan lalu. Bekas Direktur Utama Bank Mandiri itu memakai kemeja cokelat lengan panjang dan celana gelap. Rupanya dia memenuhi panggil-an tim penyidik yang dipimpin Komisaris Besar Benny Mamoto.
Selasa itu mungkin hari tak menye-nangkan buat bankir yang sudah 30 tahun lebih malang-melintang di d-unia per-bankan itu. Baru saja bebas dari dak-wa-an korupsi, Neloe mendapat tuduh-an baru. Dia menjadi tersangka kasus pen-cucian uang alias money laundering.
Selama sekitar lima jam, pria yang la-hir di Makassar 52 tahun silam itu di-pe-riksa. Tak kurang dari 18 pertanya-an yang berkaitan dengan perannya se-bagai Direktur Bank Mandiri dilontar-kan penyidik. Dia juga dicecar dengan pertanyaan seputar rekening berisi US$ 5,2 juta (sekitar Rp 46 miliar) di sebuah bank di Swiss yang diduga sebagai miliknya. Pemeriksaan baru rampung men-jelang pukul 16.00. ”Ia tidak ditahan, ka-rena untuk menahan seseorang harus mempunyai bukti cukup,” kata Brigadir Jenderal Anton Bachrul Alam, Wakil Ke-pala Divisi Humas Mabes Polri.
Sebelumnya, Neloe telah diadili de-ngan dakwaan melakukan korupsi da-lam kasus pengucuran kredit Bank Man-diri senilai Rp 160 miliar kepada PT Cip-ta Graha Nusantara. Selain kasus kre-dit Cipta Graha Nusantara, ia juga ma-sih tersangkut kasus korupsi dalam pengucuran kredit kepada Artha Group, Lativi Media Karya, dan Siak Zamrud Pusaka yang sampai kini masih disidik kejaksaan.
Terdakwa sempat ditahan di Kejaksa-an bersama I Wayan Pugeg (Wakil Direk-tur Bank Mandiri) dan M. Sholeh Tasripan (Direktur Corporate Banking). Me-reka akhirnya dibebaskan setelah pa-da pertengahan Februari lalu Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Ne-loe dan kedua anak buahnya tidak ber-salah. Menurut Gatot Suharnoto, hakim yang memimpin sidang kasus Neloe, tak ada bukti negara dirugikan dalam kasus ini.
Bebasnya Neloe menimbulkan kontro-versi. Jaksa Agung Abdul Rahman Sa-leh, misalnya, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya mendengar bukti-bukti korupsi yang disodorkan anak buahnya dipatahkan hakim. ”Saya sangat kece-wa,- kecewa berat,” kata Abdul Rahman kepada Tempo ketika itu.
Karena itulah, ketika Selasa pekan la-lu Neloe ditetapkan sebagai tersangka,- ada yang menganggapnya sebagai langkah ”balas dendam” aparat hukum. Ta-pi, juru bicara Kejaksaan Agung Masyhu-di Ridwan membantah anggapan semacam ini. ”Tuduhan seperti itu tidak benar. Ini semua proses hukum dan berkaitan dengan kasus Bank Mandiri,” ujarnya.
Sumber Tempo yang dekat dengan Kejaksaan Agung menyebutkan, kejaksa-an sudah mengetahui praktek pencuci-an uang yang dilakukan Neloe sejak ham-pir setahun silam. Informasi ini diperoleh dari Pusat Pelaporan dan Anali-sis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengendusnya dari pemerintah Swiss.
Begitu memastikan uang dalam reke-ning itu bisa dikategorikan sebagai pen-cucian uang, Kepala PPATK Yunus Husein mengirim surat ke Jaksa Agung dan Kepala Polri. Dia meminta kejaksa-an menyelidiki dugaan pencucian uang yang dilakukan Neloe dan meminta pe-merintah Swiss memblokir rekening yang diduga milik Neloe. Rekening itu ak-hirnya diblokir pemerintah Swiss.
Dihubungi Tempo, Rabu pekan lalu, Yu-nus tak mau membuka mulut perihal rekening Neloe di Negeri Jam itu. Ketika ditanya apakah uang di rekening yang diduga milik Neloe berkaitan dengan ka-sus korupsi di Bank Mandiri, Yunus tetap mengunci mulutnya rapat-rapat. ”Sa-ya tak berwenang menjawab,” kata-nya pendek.
Tim Pemburu Aset Koruptor yang di-pim-pin Wakil Jaksa Agung Basrief Arief- juga telah terbang ke Swiss, September- lalu. Pelacakan tim ini tidak sia-sia. Me-reka menemukan dua nama tersangka- ko-ruptor yang memiliki rekening di Swiss dengan jumlah uang mereka tim-bun- sekitar Rp 550 miliar. Basrief menye-but pemilik rekening itu EN dan IS. IS be-lakangan diketahui Irawan Salim, man-tan Direktur Bank Global. Apakah EN- itu Neloe? Basrief kala itu tutup mulut.
Kini semuanya terbuka. Sebagian duit itu diduga milik Neloe. Jika uang itu terbukti berasal dari hasil korupsi, mantan orang nomor satu di Bank Mandiri ini bi-sa terancam hukuman hingga 15 tahun- pen-jara. Karena termasuk pidana umum, masalah ini akhirnya ditangani polisi. ”Se-karang tinggal polisi membuk-ti-kan uang itu memang hasil kejahatan,” ujar Agus Purnomo, anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejah-tera. Dia meminta polisi meminta- ban-tu-an pakar keuangan atau akuntan un-tuk mem-bongkar kasus pencucian uang ini.
Pakar pencucian uang dari Universitas Trisakti, Yenti Ganarsih, juga memberi saran agar polisi melibatkan PPATK dan Interpol untuk menguak kejahatan pencucian uang itu. Menurut dia, penyi-dik mesti bekerja keras mengusut kait-an uang yang disimpan Neloe dengan kasus-kasus korupsi yang dituduhkan ke-padanya. Yenti juga mengatakan, jika seseorang memiliki uang dalam jumlah besar, sementara dari gajinya tidak mungkin bisa mengumpulkan uang sebanyak itu, maka ia patut dicurigai.
Neloe sendiri kini cenderung menghindari wartawan seperti yang ia lakukan saat diperiksa di Markas Besar Polri. Sejumlah pengacaranya yang dulu mem-belanya dari tuduhan korupsi juga menolak berkomentar. ”Kontrak saya ha-nya untuk kasus PT Cipta Graha Nusantara, tidak untuk kasus money laundering ini,” ujar O.C. Kaligis.
Jawaban yang sama disampaikan Ro-c-ky Awondatu, juga pengacara Neloe da-lam kasus PT Cipta Graha. ”Saya belum di-hubungi beliau dan saya tidak tahu ka-lau dia sekarang menjadi tersangka kasus pencucian uang,” kata Rocky.
L.R. Baskoro, Maria Hasugian, Erwin Daryanto
Jejak Pengusutan Neloe
2005
8 Februari Pemerintah membentuk Tim Pemburu Koruptor yang beranggotakan pejabat dari Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan Departemen Hukum. Tim ini dipimpin Wakil Jaksa Agung Basrief Arief.
11 April Kejaksaan Agung mulai menyidik kasus kredit macet di Bank Mandiri, termasuk kucuran kredit yang diberikan kepada PT Cipta Graha Nusantara sebesar Rp 160 miliar.
17 April Kejaksaan menangkap petinggi PT Cipta Graha di Medan, yakni Saipul (komisaris), Edyson (direktur utama), dan Diman Ponijan (direktur).
27 April E.C.W. Neloe diperiksa 11 jam sebagai saksi.
11 Mei Kejaksaan Agung menetapkan Neloe, I Wayan Pugeg (Wakil Direktur Bank Mandiri), M. Sholeh Tasripan (Direktur Corporate Banking) sebagai tersangka. Mereka juga dicekal.
16 Mei Neloe diperiksa di Kejaksaan Agung sebelum menghadiri rapat umum pemegang saham Bank Mandiri. Hari itu juga Bank Mandiri memberhentikan Neloe sebagai direktur utama dan mengangkat Agus Martowardojo sebagai penggantinya.
17 Mei Neloe dkk. ditahan di tahanan Kejaksaan Agung.
Juli Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendapat informasi dari pemerintah Swiss bahwa ada rekening milik warga Indonesia yang patut dicurigai, salah satunya milik Neloe.
Agustus PPATK mengirim surat kepada Kejaksaan Agung dan Kepolisian untuk menyelidiki pemilik rekening tersebut.
14 September Tim Pemburu Koruptor terbang ke Hong Kong dan Swiss.
22 September Basrief Arif menyatakan timnya mendapatkan dua nama tersangka koruptor yang asetnya disimpan di Swiss. Basrief menyebut inisial ko-ruptor itu IS dan EN.
27 September Berkas perkara Neloe dilimpahkan ke PN Jakarta Selatan.
2006
20 Februari Hakim mem-vonis bebas Neloe, Pugeg, dan Tasripan.
18 April Neloe diperiksa di Markas Besar Polisi dan dinyatakan sebagai tersangka kasus pencucian uang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo