Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tersuruk di Kandang Bebek

Seorang bocah di Sidoarjo diusir tetangga setelah hamil karena diperkosa. Pelaku dekat dengan aparat desa.

30 Mei 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH tiga bulan lebih Nuri-bukan nama sebenarnya-tinggal di pojokan kandang bebek itu. Bersama ibunya, bocah ini terusir dari rumah kontrakan mereka. Sebagian warga Desa Trompo Asri, Sidoarjo, Jawa Timur, rupanya menganggap kehamilan Nuri sebagai aib. "Padahal anak saya korban," kata ibunda Nuri-panggil saja namanya Sari-Rabu pekan lalu.

Nuri, 14 tahun, hamil 8 bulan setelah berkali-kali diperkosa lima warga desa sepanjang Juni-September 2015. Tiga pelaku di antaranya masih anak-anak. Tak tega melihat keluarga Nuri terlunta-lunta, seorang tetangga, Endang Sri Wahyuni, mengizinkan mereka tinggal di gubuk bekas kandang bebek di samping rumahnya.

Kasus ini mendapat sorotan luas setelah Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menemui Nuri, Ahad dua pekan lalu. Khofifah geleng-geleng ketika tahu belum ada satu pun pelaku yang ditangkap. "Tak boleh ada pembiaran," ujar Khofifah.

Sari mengetahui anaknya diperkosa dari seorang tetangga pada pertengahan November tahun lalu. Nuri rupanya pernah bercerita kepada sang tetangga. Setelah dibujuk ibunya, Nuri baru mau bercerita.

Siang itu, pertengahan Juni 2015, Nuri bermain ke rumah Sokeh, yang hanya berjarak 50 meter dari rumah kontrakannya. Terbangun dari tidur siang, Sokeh menyergap Nuri dan memerkosanya. Di lain hari, Sokeh mencegat Nuri ketika anak itu berangkat mengaji. Lelaki 45 tahun ini dua kali mengulangi perbuatan bejatnya. Sokeh mengancam akan membunuh Nuri jika bercerita kepada ibunya. Sokeh pun tiga kali "menutup" mulut Nuri-yang dua kali tak naik kelas di sekolah dasar-dengan uang Rp 100 ribu.

Kepada sang ibu, Nuri juga mengaku sekali diperkosa Udin, 21 tahun, pada Agustus tahun lalu. Seperti halnya Sokeh, Udin mengancam akan membunuh Nuri. Pada kesempatan berbeda, menurut Sari, tiga bocah lelaki lain ramai-ramai memerkosa anaknya.

Ketika Nuri ketahuan hamil, menurut Endang, Sokeh dan Udin malah menghasut tetangga agar mengucilkan keluarga korban. Alasan mereka, kehamilan Nuri merupakan aib bagi seluruh desa. Kontrak rumah yang ditinggali Sari dan anaknya pun tak bisa diperpanjang lagi. "Aparat desa yang masih kerabat pelaku turut memojokkan korban," kata Endang.

Fadholy, tetangga yang sejak awal membela keluarga Sari, membenarkan cerita Endang. Menurut dia, Sokeh masih kerabat seorang perangkat desa. Rumah Sokeh dan Udin berdekatan dengan rumah si pamong desa.

Kepala Desa Trompo Asri, Samsul, membantah ada pamong desa yang melindungi pelaku dan menyokong pengusiran keluarga korban. "Siapa bilang diusir? Mereka kan masih tinggal di Desa Trompo Asri," ujar Samsul. Menurut dia, Sokeh dan Udin telah mengakui perbuatannya. Mereka meminta perkara ini diselesaikan secara kekeluargaan. "Mereka pun menyanggupi uang kompensasi."

Untuk membiayai persalinan anaknya, Sari yang tak bersuami lagi menyambut tawaran mediasi. Dalam musyawarah di kantor desa, Sari menuntut kompensasi Rp 75 juta. Namun pelaku hanya menyanggupi Rp 30 juta. Sokeh dan Udin ternyata ingkar janji. Keduanya meninggalkan desa dengan alasan bekerja untuk membayar kompensasi.

Didampingi beberapa tetangga, Sari melapor ke Kepolisian Resor Sidoarjo pada Desember tahun lalu. Namun pengaduan Sari seperti masuk laci: tak jelas kelanjutannya.

Kepala Polres Sidoarjo Ajun Komisaris Besar Muhammad Anwar Nasir menyangkal disebut membiarkan kasus ini. Setelah memeriksa korban pada Maret lalu, polisi mengeluarkan surat perintah penangkapan Sokeh dan Udin. "Namun mereka kabur," kata Anwar.

Faktanya, polisi baru memburu pelaku setelah Menteri Khofifah menengok Nuri.

Sokeh diciduk di Malang pada Selasa pekan lalu. Dua hari kemudian, polisi mencokok Udin di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur. Polisi belum menahan tiga pelaku yang masih anak-anak karena keterlibatan mereka tengah diselidiki.

Nuri dan ibunya masih tersuruk di pojok kandang bebek itu. Mereka menunggu kepindahan ke pondok pesantren binaan Kementerian Sosial. "Kami minta pelaku dihukum setimpal," ujar Sari, yang kebingungan bagaimana mengurus anak dan cucunya kelak.

Nur Hadi (Sidoarjo), Syailendra Persada (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus