Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung enggan mengomentasi putusan banding vonis Harvey Moeis yang diperberat menjadi 20 tahun penjara. Juru bicara MA Yanto mengatakan hakim dilarang berkomentar terhadap perkara yang sedang berjalan maupun tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yanto pun mempersilakan masyarakat untuk menilai sendiri apakah putusan banding itu adil atau tidak. “Masalah adil atau tidak biar masyarakat yang menilai,” ucap Yanto kepada wartawan di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vonis 20 tahun penjara terhadap Harvey Moeis diputuskan oleh Majalis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta pada sidang yang berlangsung Kamis, 13 Februari 2025. "Menjatuhkan terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 20 tahun," kata Ketua Majelis Hakim Teguh Harianto saat membacakan putusan di Pengadilan Tinggi Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Februari 2025.
Selain hukuman penjara, Harvey Moeis wajib membayar denda Rp 1 miliar. Jika tidak dibayar, denda tersebut akan diganti dengan pidana kurungan selama delapan bulan. Suami aktris Dewi Sandra itu juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 420 miliar. Jika tidak dibayar, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi kerugian negara. Apabila jumlahnya tidak mencukupi, ia akan menjalani hukuman tambahan subsider 10 tahun.
Putusan ini lebih berat dari putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat yang memvonis Harvey pidana penjara 6 tahun 6 bulan, uang pengganti Rp 210 miliar subsider 2 tahun penjara, dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Hukuman penjara itu hampir separuh dari tuntutan JPU. Jaksa menuntut Harvey dihukum pidana penjara 12 tahun, uang pengganti Rp 210 miliar subsider 6, tahun penjara, dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. JPU pun akhirnya mengajukan banding karena vonis tersebut dianggap terlalu ringan.
Harvey dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi timah di wilayah izin usaha pertambangan pada PT Timah Tbk periode 2015-2022. Korupsi ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp 300 triliun.
Intan Setiawanty berkontribusi dalam penulisan artikel ini.