"BAGAIMANA pun anak bapak sudah rusak. Buat apa ribut-ribut
mengadu ke sana ke mari?" Lalu segumpal uang, Rp 30 ribu.
disodorkan: "Untuk biaya pengobatan".
Hajari, bapak anak yang sudah dianggap 'rusak' tadi, sebenarnya
hendak menolak uang "biaya pengobatan" itu. Tapi kepala kampung
Sentang di wilayah kabupaten Asahan bernana Blinding. memaksa
untuk menerimanya juga. Akhirnya, dengan berat hati, uang
diterima berikut harus menandatangani sebuah surat pernyataan.
Isinya antara lain tidak akan membuat pengaduan apapun kepada
yang berwajib, sehubungan dengan tuduhan perkosaan terhadap anak
gadisnya, Yatinem, oleh tiga orang pemuda cilik sekampungnya
pada tanggal 20 Maret malam lalu.
Perkara, mula-mula tampaknya akan habis begitu saja. Tapi
seorang pemuda lain, Kartimin tunangannya Yatinem ternyata
menyatakan keberatannya atas jalan perdamaiannya yang ditempuh
calon mertuanya dengan pihak tertuduh yang diperantarai kepala
kampung."Muka kita sudah dicoreng", desak Katimin. Maka perkara
tidak habis begitu saja. Hajari mengerti perasaan si calon
menantu. Maka, pertengahan April lalu, mereka berangkat ke
kantor Kejaksaan Negeri di Kisaran untuk menyampaikan pengaduan.
Jaksa bertindak. Dengan mudah tertuduh Ng (17 tahun) dan M (18
tahun) dapat diciduk. Tertuduh lainnya, T (18 tahun), sempat
melarikan diri. Sebentar, tapi kemudian dapat terpegang tangan
petugas.
Yatinem (15 tahun) malam itu nonton pertunjukan band, pada
sebuah perhelatan perkawinan di kampung Sungai Dadap, tak jauh
dari kampungnya sendiri di Sentang. Ia hanya ditemani oleh dua
anak tetangganya. Sugita dan Sumiem yang dua-duanya masih
berumur 10 tahun. Calon suaminya, yang akan menikahinya bulan
Juli mendatang, berhalangan untuk mengantar gadis ini.
Ketika dalam perjalanan pulang, sekitar jam 11 malam Yatinem
tahu kalau ia sedang diikuti tiga orang pemuda bersepeda.
Sebenarnya itu tak jadi soal, karena mereka tinggal sekampung
sudah saling mengenal. Tapi, ketika sampai di antara kebun
kelapa sawit yang gelap sedang sunyi, ketiga pemuda ini mulai
berbuat yang tidak-tidak. Mula-mula mereka mengusil dan
mengancam Sugita dan Sumiem yang mengawal Yatinem. Kedua bocah
ini tentu saja ketakutan dan lari. Tingal si Yatinem sendiri: ia
diseret ke rerimbunan kebun, dan dipaksa melayani keinginan
ketiga pemuda itu. Menurut Yatinem, mula-mula ia mencoba melawan
kehendak lawannya. Tapi menghadapi pemuda pemuda yang baru naik
badan ini tentu saja ia tak banyak daya. Lalu terjadilah seperti
apa yang kemudian dilaporkan kepada kepala kampung.
Dengan separoh merangkak setelah katanya melayani Ng, M dan T
secara berturut turut gadis Sentang ini berusaha mencapai rumah
orang tuanya. Di tengah jalan ia bertemu dengan dua orang
anggota hansip. Kepada kedua petugas ini Yatinem menceriterakan
keadaannya. Lalu oleh hansip tadi malam itu juga ia dibawa
melapor ke sekretaris kepala kampung. Karena tahu persoalan
anaknya sudah berada dalam penanganan kepala kampung, orang tua
Yatinem, yang kemudian dilapori keadaan anaknya, tak banyak
cingcong. Pertama-tama yang dikerjakan orang tua ini, Hajari,
membawa anaknya berobat ke rumah sakit.
Persulit Urusan
Baru tanggal 4 April berikutnya Hajari dipanggil menghadap
kepala kampung Sentang yang bernama Blinding itu. Di sana juga
hadir ketiga pemuda yang ditunjuk Yatinem sebagai pemerkosanya.
Menurut Hajari, pada kesempatan dengar pendapat antara dia
dengan ketiga pemuda Ng, M dan T, Blinding lebih banyak
memojokkannya. la, katanya, dipersalahkan: telah membiarkan anak
gadisnya kelayaban malam hari, sehingga peristiwa mesum di kebun
kelapa sawit itu terjadi. Setelah 'menasehati', agar perkara
dibekukan saja, Blinding memperantarai peryerahan uang
perdamaian. Juga ia mendesak agar surat pernyataan, tidak
memhuat pengaduan, ditandatangani. Dengan begitu persoalan jadi
beres: karena perkara ini memang baru akan menjadi perkara bila
ada pengaduan.
Tapi soal ini, akhirnya, sampai juga ke tangan jaksa. Dalam
pemeriksaan jaksa, ketiga tertuduh memang mengakui perbuatannya.
Tapi, menurut M dan T, itu dilakukannya karena mereka telah
memhayar masing-masing Rp 1000 kepada Ng, yang bersedia
'mengatur' keinginan mereka atas Yatinem. Lain lagi pengakuan
Ng, yang tampaknya lebih 'cerdas' dari pada kedua temannya.
Katanya. sebelum berbuat sesuatu kepada Yatinem, ia sudah
memberikan sejumlah uang kepada gadis ini. "Ini bukan pemaksaan
tapi mau sama mau saja", ujar Ng. yang kerjanya sehari-hari
sebagai montir sepeda motor. Tapi keterangan ini dibantah keras
oleh Yatinem sendiri. Malah menurut gadis ini, ia kehilangan
uang sebanyak Rp 2.800 pada saat kejadian malaml itu.
Merasa tersudut oleh bantahan Yatinem di hadapan jaksa. Ng
mencoba membuat dalih lain. "Perdamaian sudah dicapai", katanya
sambil menunjukkan surat pernyataan perdamaian yang
ditandatangani oleh Hajari. Juga, tak lupa dikatakannya orang
tua Yatinem suah menerima uang perdamaian sebesar Rp 30.000.
"Ini Pak suratnya, semuanya sudah beres".
Hingga kini, jaksa belum membereskan urusan ini. Bagaimana jika
perkara -- yang merupakan delik pengaduan akan diteruskan ke
pengadilan, sementara pernah dicapai perdamaian sebelumnya?
"Kepala kampung ini tidak membantu menegakkan hukum, malah
mempersulit urusan saja", ujar Oon Subandria Atmajaya SH, Kepala
Kejaksaan setempat. Untuk menegc)r dan melindak kepala kampung
juga susah: "Ini 'kan sudah dekat pemilu", kata Oon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini