Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Yusril Nilai Efek Jera untuk Koruptor Konsep Kuno

Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa efek jera bagi koruptor bukan lagi menjadi target utama dalam pidana baru.

21 Desember 2024 | 11.23 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyampaikan orasi ilmiah dalam Wisuda Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) dan Politeknik Imigrasi (Poltekim) secara daring dari Jakarta, 11 Desember 2024. ANTARA/Fath Putra Mulya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa efek jera bagi koruptor bukan lagi menjadi target utama dalam pidana baru. Menurut dia, persoalan efek jera ini merupakan konsep yang sudah kuno. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal ini dia sampaikan merespons pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang berniat mengampuni koruptor yang mengembalikan hasil korupsinya kepada negara. “Pidana baru kita ini kan enggak lagi banyak bicara efek jera,” ucap Yusril kepada wartawan di kantornya, kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat, 20 Desember 2024. “Ini otak kita ini kan Belanda. Anda ini sebenarnya Belanda ini otaknya.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat ini, kata Yusril, target utama proses penegakan hukum untuk para koruptor adalah agar mereka menyadari perbuatannya. Mantan Menteri Sekretaris Negara era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menilai ada opsi rehabilitasi dalam proses hukum tindak pidana korupsi. “Orang dihukum supaya dia sadar, jadi ada rehabilitasi supaya dia menyadari perbuatannya,” ujar dia. “Taubat nasuha lah, kira-kira begitu.”

Yusril juga menyatakan rencana Prabowo memberikan amnesti atau pengampunan terhadap koruptor yang mengembalikan uang hasil korupsi itu tidak melanggar undang-undang. “Ada yang mengatakan itu bertentangan dengan undang-undang. Tapi saya mengatakan begini, harus baca undang-undang lain,” tutur Yusril. 

Dia menjelaskan, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) memang menegaskan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan sifat pidana dari perbuatan korupsi itu sendiri. Namun, ada peraturan yang bersumber dari undang-undang yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang Dasar 1945. “Yaitu presiden memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi,” kata dia.

Ia menerangkan, presiden memiliki hak untuk memberikan grasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung. Kepala negara juga dapat memberikan amnesti dan abolisi dengan meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Amnesti dan abolisi itu bisa diberikan terhadap tindak pidana apapun,” ujar Yusril.

Jika Presiden Prabowo memberikan pengampunan kepada para koruptor, baik yang masih dalam proses peradilan maupun yang sudah divonis, maka perkaranya dianggap selesai.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memberikan kesempatan kepada koruptor untuk bertobat. Prabowo mengatakan bakal memaafkan para koruptor bila mengembalikan hasil curian uang rakyat. Ia menyampaikan hal itu dalam pidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, Rabu 18 Desember 2024 waktu setempat.

"Para koruptor atau yang pernah mencuri, kalau kembalikan yang kau curi, akan saya maafkan," kata Prabowo dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden pada Kamis 19 Desember 2024.

Pilihan Editor: Kronologi Kasus Mary Jane: Kedapatan Bawa Heroin 2,6 Kg sampai Dipulangkan ke Filipina

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus