Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

'Monolog' Tiga Calon Presiden

Acara debat calon presiden lebih mirip forum silaturahmi. Publik tak disuguhi kedalaman argumen.

22 Juni 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ACARA Debat Calon Presiden seharusnya diberi judul "Monolog Tiga Calon Presiden". Berlangsung pada Kamis malam pekan lalu di studio Trans TV, acara yang dipandu Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan ini tak lebih maju daripada acara yang sama pada 2004. Meskipun judulnya "Debat", tak pernah ada yang namanya adu pendapat. Baik Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, maupun Jusuf Kalla tak pernah benar-benar terlibat adu kata-kata. Paling banter hanya sedikit perbedaan pandangan, misalnya tentang kasus lumpur Lapindo, itu pun ketiganya tak beradu argumentasi. Mereka sekadar bergantian bicara tentang cara menangani sebuah persoalan menurut versi masing-masing.

Walhasil, acara itu jelas mengecewakan pemirsa yang kadung meluangkan waktu khusus untuk menonton. Publik tentu tak berharap debat itu sekelas debat antara Barack Obama dan John McCain di Amerika Serikat, tapi adu argumen yang sedikit dalam pun ternyata tak terjadi malam itu. Pemirsa tak melihat perdebatan substansial mengenai isu hukum yang jadi topik debat malam itu, juga kelincahan mereka berpikir. Kalla, yang biasanya tangkas, malam itu kehilangan kecergasannya. Megawati juga gagal memanfaatkan isu lumpur Lapindo, yang sudah tiga tahun tak kunjung selesai, sebagai momentum menyerang Yudhoyono yang terkesan lamban mengurus kasus itu. Sedangkan Yudhoyono, seperti biasanya, masih bergaya retorika-normatif dan selalu memilih komentar-komentar yang aman.

Para kandidat pun akhirnya kehilangan gereget, tak mengejutkan, dan tak menyodorkan jawaban bernas. Tak ada penajaman penjelasan pada setiap paparan mereka. Ketiga calon malah terkesan saling menjaga perasaan sehingga tidak ada kritik keras, sanggahan, atau keberatan. Contohnya ketika Megawati bicara tentang tenaga kerja wanita, Yudhoyono malah berkomentar mendukung pernyataan Megawati 200 persen! Yudhoyono terkesan agak sungkan menantang mantan bos yang sempat tak mengajaknya bicara selama beberapa waktu itu.

Mestinya debat calon presiden bisa lebih atraktif. Saling serang, adu kritik, perang klaim, pun boleh. Namanya juga kompetisi merebut hati rakyat. Kampanye negatif, dilakukan dengan membongkar sisi buruk lawan, juga tak dilarang asalkan tidak melanggar hukum. Karena itu kampanye negatif mesti didukung fakta yang akurat dan data kuat. Masyarakat perlu mendapatkan gambaran selengkap mungkin tentang plus-minus calon yang akan dipilih. Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara debat perlu memperbaiki format debat, tanpa perlu sungkan pada kontestan.

Dalam debat lanjutan nanti, peserta sudah saatnya merancang paparan yang lebih substansial agar menambah pengetahuan publik. Dengan begitu, publik akan tahu ke mana seorang calon presiden akan membawa bangsa ini. Salah satu contohnya, masyarakat perlu penjelasan tentang pandangan calon presiden atas kebebasan berpendapat di Internet. Orang banyak ingin tahu sikap calon pemimpinnya dalam hal kebebasan beragama, termasuk untuk kelompok yang belakangan ini teraniaya seperti Ahmadiyah. Lebih baik lagi bila calon presiden bicara tentang isu lingkungan atau meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, program asuransi hari tua, dan masalah kesejahteraan warga negara lainnya.

Debat pekan lalu baru yang pertama. Masih ada empat acara debat lagi. Masih ada kesempatan untuk mengevaluasi dan memperbaiki penampilan. Perbaikan pertama bisa dilakukan tanpa perlu bersusah payah: membedakan debat dengan monolog.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus