Menurut Dawam Rahardjo, Ahmadiyah Qadiani merupakan kelompok sempalan terbesar di dunia saat ini. Mereka itu isolatif, eksklusif, fanatis, dan sektarian (TEMPO, 30 Juli 1988, Agama). Sedangkan definisi "sempalan", menurut Jalaluddin Rakhmat, kelompok yang memisah dari kelompok mayoritas. Ciri-cirinya, eksklusif dan sektarian. Ahmadiyah Qadiani (mereka lebih suka disebut Jemaat Ahmadiyah, memang bukan Lahore) adalah jemaat yang paling terorganisasi secara rapi di seluruh dunia. Para anggota senantiasa mengaku Islam. Meski minoritas di mana-mana, mereka bersatu dalam organisasi yang dipimpin seorang imam, yang mereka sebut khalifatul masih. Khalifah mereka kini Hazrat Mirza Tahir Ahmad. Ia memegang kendali organisasi itu dari London. Kehadiran organisasi ini, sejak seratus tahun lalu (1889) memang kurang disenangi puak-puak lain, termasuk yang bukan beragama Islam. Tetapi kehadiran mereka di persada Allah ini tak bisa dilewatkan begitu saja. TEMPO sendiri 14 tahun lalu menyebut Ahmadiyah "Sebuah titik penting yang lazimnya terlupa" (TEMPO, 21 September 1974, Laporan Utama). Namun, sifat eksklusif (menutup diri) seperti sinyalemen para cendekiawan muslim itu tampaknya kurang didukung bukti meyakinkan. Sebab, setahu saya, mereka membuka diri. Mereka bersedia diselidiki pihak luar, tanpa harus masuk lebih dulu ke dalamnya. Mereka gigih bertablig memperkenalkan paham mereka dengan membagi-bagikan literatur gratis. Cuma saja, orang luar memandang mereka penuh kecurigaan. Padahal, itu tak perlu. Waktu salat mereka memang tak mau bermakmum di belakang imam bukan Ahmadi. Ini menyebabkan mereka dituduh isolatif. Padahal, itu biasa-biasa saja. Sebab, mustahil mereka mengikut "imam" salat yang selalu memandang mereka dengan kecurigaan, bukan? Salat adalah "tiang agama". Tentu, mereka tak mau mempertaruhkan tiang agama mereka kepada pihak yang selalu "memusuhi" mereka. Juga, mereka tak menginginkan salat mereka sia-sia Quran 107: 4-5). Mereka fanatis (tak mau berkompromi)? Nabi Muhammad saw. sendiri pernah diajak kompromi dengan diimingi-imingi kedudukan raja, kekayaan, dan wanita cantik. Tetapi tawaran menggiurkan itu ditolak mentah-mentah. Ingat ucapan beliau, "Andai kata matahari mereka letakkan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tak akan menghentikan tugas dakwahku. Kecuali Allah Sendiri yang menghentikan." Bukankah ini sifat fanatis yang perlu kita warisi dan lestarikan? Kini perpecahan di kalangan umat Islam makin menjadi-jadi seakan-akan tak terselesaikan. Semua golongan saling menuding golongan lain kafir. Sehingga, kalau semua golongan sudah kafir, tentu tak ada lagi di antara kita yang Islam dan mewarisi kebenaran sejati itu. Ada usaha sejumlah cendekiawan menyatukan golongan yang bertengkar itu. Tetapi mereka lupa bahwa Allah sendiri tak ingin menyatukan mereka (usaha itu pasti sia-sia). Allah justru memisahkan di antara mereka, siapa yang benar dan siapa yang justru dalam kesesatan. Dan sepanjang masa, Allah memberikan kekuatan dan kemenangan kepada pihak yang benar, sehingga dengan demikian mereka akan mengungguli kaum yang batil (Quran 3: 179, 17: 80). Seperti ditulis TEMPO empat belas tahun lalu, bahwa dari Jemaat Ahmadiyah banyak yang bisa diambil yang elok tanpa perlu memusuhi, mencurigai, dan mencemburui nnereka. Sifat militansi mereka seharusnya kita contoh. Dalil-dalil mereka senantiasa berlandaskan Quran dan Sunah. Itu sulit dibantah, kendati kebanyakan kita enggan menerima dan mengakui. NADRI SAADOEDIN P.G. & T. Department PT Caltex Pacific Indonesia Distrik Duri Duri 28884 Riau Daratan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini