Syukurlah di Indonesia telah terdapat penderita AIDS, yang disambut masyarakat dengan berbagai sikap. Keresahan, misalnya, terjadi di kompleks lokalisasi WTS Gang Dolly Surabaya. Baik Muspika setempat maupun para mucikari berupaya secepat mungkin melakukan tes darah bagi semua WTS. Itu dilakukan untuk memproklamirkan bahwa Gang Dolly bebas AIDS. Tujuannya, tak lain agar pengunjung, yang akhir-akhir sepi, kembali ramai mengunjungi lokasi itu. Sikap ilmiah juga timbul. Misalnya, UNUD bekerja sama dengan Universitas Michigan, Amerika melakukan penelitian dengan biaya Rp 100 juta untuk menemukan cara memperbaiki perilaku seks seseorang agar mereka tidak terserang AIDS. Sasarannya adalah para WTS dan pelanggannya. Tampaknya, cara di atas dilakukan hanya untuk mempertahankan kelangsungan pelacuran yang tidak mau terusik dengan AIDS. Tragis memang. Sebagian masyarakat cenderung melihat AIDS hanya sebagai wabah yang harus dimusuhi, bukan suatu "rachmat"untuk mengingatkan bangsa Indonesia yang telah melampaui batas dengan melegalisasi pelacuran. Mengapa bukan biangnya yang diberantas? Wahai bangsaku, merajalelanya perjudian dan pelacuran merupakan alamat kehancuran umat manusia. Karena itu, sebelum kita menyimpang lebih jauh, sebaiknya kita kembali kepada petunjuk-Nya. Dan, menjadikan AIDS sebagai peringatan dari-Nya. Peringatan berarti adanya kasih sayang. ATIR HASIBUAN Mahasiswa R-B Charade Ganesha 15 B Bandung 40132
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini