Praktek pengguguran kandungan bukanlah hal baru di dunia. Menurut sejarah, hal itu telah dilakukan pada masa kaisar Cina, Shen Nung (2737-2696 SM), dengan menggunakan obat penggugur kandungan. Namun, praktek itu berbeda dengan bisnis pengguguran kandungan, yang akhir-akhir ini berkembang setelah adanya legalisasi abortus di negara tertentu. Di Amerika Serikat, misalnya, ada sekitar 500.000 anak belasan tahun melakukan abortus setiap tahunnya. Tak kurang dari $700 juta setiap bulan dikeluarkan untuk biaya "industri" itu. Sementara itu, banyak negara berkembang yang melarang pengguguran kandungan, tetapi diamdiam membiarkan praktek abortus tumbuh subur dengan alasan tidak jelas. Tulisan "Surat Gembala dari Jakarta" (TEMPO, 21 Desember 1991, Agama) suatu bukti bahwa abortus sudah subur di negeri ini. Walaupun di negara kita abortus ilegal, agaknya praktek dan bisnis abortus itu telah menjadi pekerjaan rutin bagi orang-orang tertentu. Pada saat ini, di beberapa negara maju, seperti Prancis misalnya, telah dipasarkan pil abortus yang dikenal dengan nama RU 486. Bahkan, perusahaan multinasional farmasi di negara-negara maju itu mampu memasarkan obatobat sejenis itu ke negara-negara berkembang. Tidak mengherankan di negara-negara berkembang, seperti Indonesia obat sejenis sudah beredar dengan nama "pengatur haid". Diramalkan bahwa pada masa mendatang akan ada pil abortus yang sangat aman di pasaran, bahkan dapat dibeli di kioskios rokok tepi jalan, semudah mendapatkan obat sakit kepala. Setelah minum pil tersebut, perut menjadi mules-mules dan dapat membuang janin ke WC seperti orang membuang hajat saja. Itu sangat memprihatinkan. Keprihatinan itu adalah keprihatinan orang yang mengasihi kehidupan, dan percaya bahwa kehidupan manusia itu kudus. DARMAWAN SEMBIRING Jalan Pak Gatot VI/1214 B Geger Kalong Bandung 40153
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini