Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Aksi buruh: suara yang patut didengar

14 September 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aksi demonstrasi buruh belakangan ini memang luar biasa. Contohnya saja aksi yang dilakukan sekitar 4.000 karyawan Grup Gajah Tunggal. Mereka menyemut di jalan ke arah DPRD Tangerang sambil berteriak agar SPSI dibubarkan dan salah seorang tokoh mereka dibebaskan. Ironisnya, seusai aksi demonstrasi besar-besaran itu, konon, 200 anggota pasukan keamanan dari empat kesatuan disiagakan penuh di tempat kejadian (TEMPO, 31 Agustus 1991, Nasional). Sebenarnya, mengerahkan petugas keamanan sebanyak itu tak perlu terjadi apabila akar permasalahan yang kerap menyulut demonstrasi buruh diperhatikan. Yakni, tuntutan perbaikan upah dan kesejahteraan bagi buruh. Apalagi masih banyak pengusaha yang bandel tak mau melaksanakan ketentuan upah minimum. Seandainya pun ketentuan upah minimum itu dilaksanakan, toh, ternyata harga kebutuhan sehari-hari termasuk biaya listrik dan transportasi semakin meroket. Selain itu, masih didapati pula peraturan perusahaan yang kurang masuk akal. Misalnya ada buruh yang masuk kamar kecil pun harus dicatat waktunya sampai ke menit-menitnya, (TEMPO, 24 Agustus 1991, Nasional). Malah, ada perusahaan yang memotong upah buruh Rp 200 setiap buruh tersebut masuk ke WC. Potret kondisi buruh yang buram ini memang sarat akan masalah. Wadah mereka, SPSI, seharusnya lebih tanggap dalam menyalurkan aspirasi buruh. Yang penting lagi, SPSI harus memiliki bargaining yang kuat dengan pengusaha. Sebab, bila timbul masalah, kedudukan buruh dan pengusaha dapat berimbang. Pemerintah, dalam hal ini Depnaker, juga seharusnya lebih tegas dalam law enforcement. Sebab, Undang-Undang Perburuhan kita sebenarnya sudah cukup memadai untuk melindungi buruh. Yang patut disayangkan, bila ada buruh yang dianggap biang keladi terjadinya pemogokan, pengusaha biasanya meminta buruh tersebut mengundurkan diri. Ada kalanya, pengusaha juga menggunakan tangan petugas security untuk meredam pemogokan, sementara masalah pokok tentang tuntutan kenaikan upah tak pernah tuntas. Perlu kita pahami bahwa segala aksi, protes, serta pemogokan buruh yang belakangan ini kerap terjadi adalah semata-mata karena mereka menuntut hak agar upah dan kesejahteraan mereka lebih manusiawi. Keuntungan bermilyar-milyar yang ditangguk pengusaha tiap tahun semestinya dapat dinikmati pula oleh buruhnya. Seperti pasal 27 UUD 1945 yang diatur lebih lanjut dalam pasal 3 UU No. 14/1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja, menyatakan bahwa tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. YULI HARSONO Mahasiswa Fakultas Hukum UI Depok

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus